Mohon tunggu...
Tomi Lebang
Tomi Lebang Mohon Tunggu... -

Lelaki pencinta ikan koi dan hobi menulis serta membaca

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ahok, Gubernur Jakarta

3 Juni 2014   21:37 Diperbarui: 23 Juni 2015   21:45 452
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1401781028181743060

Perkenalkan, Zhong Wan Xie, lelaki yang lahir dan besar di Belitung -- pulau yang diapit laut Natuna dan Selat Karimata.

Dari namanya ia jelas keturunan Cina, tapi sejak moyangnya ia telah menetap di negeri Melayu, maka ia orang Indonesia asli. Karena itulah, ia punya nama Indonesia yang lebih populer, Basuki Tjahaja Purnama.

Khalayak memanggilnya dengan nama kecil: Ahok.

Hidup Ahok seperti kepak camar di pantai Tanjung Tinggi, Belitung: menanjak ke langit, menukik ke bumi, meliuk lalu menantang angin. Ia yang beragama Kristen Protestan menjadi pilihan warga kabupaten berpenduduk mayoritas Islam sebagai bupati. Saat itu, Ahok adalah Ketua Partai Indonesia Baru Cabang Belitung Timur.

Tapi baiklah, itu cerita lampau. Seperti burung camar, Ahok telah berpindah ke Partai Golkar, bahkan menjadi anggota DPR, lalu berhenti dan mengantongi kartu anggota Partai Gerindra untuk menjadi Wakil Gubernur Jakarta mendampingi Joko Widodo.  Lalu, Jokowi menjadi calon presiden, dan Ahok pun menjadi Gubernur Jakarta.

* * * * *

Ahok selalu mengenang keberuntungannya -- hokki-nya. Setiap kali ia di ambang jabatan publik, kabar-kabar bawah tanah bertebaran. Di tahun 2005, saat memutuskan untuk turun gelanggang ke ajang pemilihan Bupati Belitung Timur, serangan berbau SARA kepadanya tak alang-kepalang: ia disebut menerima sumbangan Rp 72 miliar dari pimpinan umat Katolik di Vatikan. “Padahal saya ini Kristen, bukan Katolik,” kata Ahok. Toh, ia maklum, sebanyak 93 persen penduduk Belitung beragama Islam dan sudah menjadi basis Masyumi, partai Islam lawas semenjak tahun 1955. Dan ia terpilih jadi bupati.

Pada tahun 2009, Ahok masuk Senayan sebagai anggota DPR dari Partai Golkar. Ia duduk di Komisi II. Saat itulah, ia bentrok secara tak langsung dengan pengusaha Hashim Djojohadikusumo.

Alkisah, Hashim memiliki sebuah yayasan untuk orang-orang kecil di Tanah Merah, kawasan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Yayasan ini membantu mereka membuat KTP dan akta kelahiran. Suatu hari, sebagai anggota DPR Ahok ke sana untuk bertemu warga. Ia menerima keluhan tentang warga yang anak-anaknya tak bisa bersekolah karena tak punya akta. Misinya sejalan dengan yayasan Hashim, tapi orang-orang Hashim rupanya tak suka lahan kerja mereka diserobot Ahok. Seorang pengurus yayasan bernama Ricardo sempat marah kepadanya. “Elu tahu enggak gue ngurus yayasan siapa? Ini punya Hashim Djojohadikusumo.”

Ahok yang tak pernah menyimpan kata, langsung menjawab. ”Emang gue pikirin? Dia enggak ada urusan sama gueGue juga pejabat, anggota Komisi II DPR.”

Omongan Ahok itu kemudian sampai ke Hashim, yang kelak menjadi kerikil hubungan keduanya, kendati tak membesar jadi sandungan berkat Prabowo yang menyukai Ahok.

* * * *

Awal tahun 2012, Partai Gerindra tengah melakukan jajak pendapat mengenai calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta. Nama Ahok berada di nomor urut 11 sebagai calon gubernur di bawah nama-nama seperti Jokowi, Faisal Basri, Chairul Tanjung, dan Sandiaga Uno, dan di urutan nomor 2 sebagai calon wakil gubernur di bawah Deddy Mizwar.

Moncer di jajak pendapat calon wakil gubernur, Prabowo memantau Ahok secara khusus. Ia menguji Ahok dengan cara yang unik.

Menurut Ahok, ia dipantau lewat orang dekat Prabowo, seorang tentara: Mayor Jenderal Anshori Tadjudin. “Saya tidak tahu apakah apa hubungan Pak Prabowo dan Pak Anshori. Mereka sama-sama tentara dan Kopassus. Kalau omongan Pak Anshori benar, ada tentara-tentara tidak resmi yang mau menyelamatkan negeri, dengan menyiapkan orang-orang yang dipercaya rakyat untuk diorbitkan di tingkat nasional Mungkin saya masuk radar mereka,” kata Ahok.

Pada bulan Januari 2012, Ahok diundang untuk berbicara di Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas). Ia diberi topik ceramah: Indonesia dalam Menghadapi Persaingan Global. “Saya sebenarnya mau di-fit and proper test. Supaya saya enggak tahu, ya, disuruh jadi dosen tamu. Di situ saya bicara tentang Cina dan sebagainya.”

Setelah “pentas” di Lemhannas itu, Ahok menduga ia sudah dipilih oleh Prabowo. Tapi ada satu ganjalan, Hashim Djojohadikusumo, sang adik yang tak suka padanya. Kata-katanya di Tanah Merah itu masih membekas. Ia dianggap melecehkan Hashim. “Saya mau dia (Ahok) klarifikasi dulu soal itu (Tanah Merah). Kalau enggak beres, saya menolak,” kata Hashim, seperti dituturkan Ahok. Dan ia pun meluruskan kabar yang bertiup dari Ricardo, orang yayasan yang membakar ubun-ubun Hashim itu.

Kepada Ahok, Prabowo sempat berkata: ”Hashim yang sama-sama Kristen dengan kamu saja tidak mau terima kamu, karena dia bilang mana mungkin Ahok laku.”

* * * * *

Di DPR, suasana pelik menghadang Ahok. Jika hendak maju ke Pilkada DKI, Ahok diminta mengundurkan diri dari Senayan, tentu juga dari Partai Golkar. Maklum, partai beringin sudah punya jagoan sendiri, sang petahana Fauzi Bowo.

Ibarat bertemunya ruas dan buku, Prabowo datang dengan tawaran. “PDIP punya Jokowi, dan karena perjodohan ini ide Gerindra, kalau boleh Gerindra juga punya Ahok, dong. Anda harus menjadi anggota partai,” kata Prabowo.

Semenjak itu, Ahok memutuskan untuk menuliskan namanya di kartu anggota Partai Gerindra.

* * * * *

Begitulah. Jokowi dari PDIP kemudian bersanding dengan Ahok dari Gerindra. Pasangan Jokowi-Ahok pun serta-merta menjadi bintang baru di jagat berita politik tanah air. Keduanya dinilai khalayak sebagai perpaduan orang baik di belantara politik yang busuk dan centang-perenang.

Sekali lagi, Ahok dihadang terjalnya ngarai politik. Ia keturunan Tionghoa, dan – terutama – ia seorang pemeluk Kristen! Serangan kepada Jokowi dan Ahok seperti gempuran senapan mesin. Pedangdut senior Rhoma Irama bahkan “berdakwah” menyebut Jokowi anak seorang Nasrani untuk membangkitkan sentimen agama terhadap pasangan ini.

Ahok tak ingin berselisih dalam urusan keyakinan ini. Timnya menggelar acara”Silaturahmi Ulama dan Habib di DKI dengan Calon Wakil Gubernur Basuki T. Purnama” di Condet, Jakarta Timur, bulan Mei 2012.Condet, kawasan padat di Jakarta Timur adalah salah satu basis kelompok Islam dan daerah tempat bermukim para habib di ibukota.

Sebagai tuan rumah adalah Habib Mahdi Alatas. Ahok sudah lama mengenal sang habib yang banyak pengikut ini. Sebelum menjadi da’i, Mahdi Alatas adalah pengusaha di Belitung semasa Ahok jadi bupati. “Dia pernah mengajukan izin tambang 640 hektare di Belitung. Sewaktu suratnya masuk, saya cek ke masyarakat dan mereka setuju (dengan pembangunan tambang itu), ya saya kasih izin. Saya tidak kenal siapa dia,” kata Ahok.

Suatu saat keduanya bertemu di Hotel Borobudur, Jakarta. Dan habib masih mengenalnya. ”Saya tahu Ahok ini bupati jujur,” kata Mahdi Alatas.

Bukan itu saja, dalam pertemuan dengan ulama dan habib itu, Mahdi Alatas lantang bercerita tentang Ahok. ”Saya jalan ke masjid-masjid di Belitung, ternyata yang membangun adalah bapaknya Ahok,” kata Mahdi Alatas.

* * * * *

Begitulah. Pasangan Jokowi-Ahok pun maju ke gelanggang Pilkada DKI. Pasangan ini sukses memenangi Pemilihan Gubernur DKI putaran pertama pada 11 Juli 2012, dan putaran kedua 20 September 2012. Mereka menjungkalkan gubernur petahana, Fauzi Bowo yang berpasangan dengan tokoh Betawi, Jenderal Nachrowi Romli yang juga Ketua Partai Demokrat DKI.

* * * * *

Selesai? Tidak. Langkah Jokowi-Ahok ternyata masih digelayuti soal yang klasik ini: hutang budi. Ya, hutang budi ke Prabowo yang telah menyandingkan Ahok ke Jokowi.

Tapi Ahok punya pendapat lain. Secara tak langsung, ia menganggap PDIP dan Gerindra yang diuntungkan dengan tampilnya Jokowi-Ahok. Pemilih tak melihat partai, tapi melihat Jokowi dan Ahok. “Partai yang ikut kami, bukan kami ikut partai. Kalau partai mau menang pada 2014, mereka harus taro orang-orang dengan gaya kami. Kalau ternyata nantinya partai menempatkan orang yang tak bisa dipercaya, rakyat tidak akan pilih. Termasuk Ibu Megawati dan Pak Prabowo. Jika mereka dipersepsikan tidak seperti Jokowi dan Ahok, orang juga tidak mau pilih,” kata Ahok.

Itulah sebabnya, Jokowi dan Ahok pernah menyatakan keberatan atas iklan-iklan Prabowo yang “menumpang” di atas popularitas mereka. “Kami keberatan, seolah-olah orang memilih Jokowi-Ahok karena Prabowo,” kata Ahok.

Begitu juga Hashim Djojohadikusumo yang mengaku mengeluarkan uang banyak untuk membiayai pasangan Jokowi-Ahok. “Ternyata dia lebih banyak keluar uang untuk promosi Prabowo di televisi. Kami protes dan suasana sempat tegang,” kata Ahok. Megawati Soekarnoputri bahkan sempat menyebut adanya penumpang gelap di atas popularitas pasangan Jokowi-Ahok.

Ketegangan itu berakhir ketika PDIP mengeluarkan iklan yang sama di mana-mana:billboard yang isinya menumpang ketenaran Jokowi-Ahok.

* * * * *

Kini, Zhong Wan Xie telah menjadi Gubernur Jakarta. Ia tahu benar, memimpin ibukota negara – tempat pejabat negara juga berkantor – tak semudah menjadi gubernur di daerah. Di ibukota, ada banyak wilayah kerja yang di luar jangkauannya. Tapi ia sudah punya jalan keluarnya.

"Kalau saya mentok dengan para menteri, saya mau mencalonkan diri jadi presiden, ha-ha-ha….”

Ia tertawa enteng dan renyah.

-- TOMI LEBANG, dari berbagai sumber, terutama TEMPO edisi 9 September 2012

Sumber Foto

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun