Mohon tunggu...
Boris Toka Pelawi
Boris Toka Pelawi Mohon Tunggu... Aktor - .

.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Profesi Ini Selalu Dibayangi Pemecatan Setiap Hari

5 Mei 2020   08:00 Diperbarui: 5 Mei 2020   14:59 1229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Pixabay/PublicDomainPictures

Sudah tiga orang teman dekat saya sesama sales diberhentikan (PHK/terminasi).Bagi kami para sales saat ini PHK benar-benar sudah ada di depan mata.

Meminjam istilah petinggi Sunda Empire, pandemi Covid-19 benar-benar mengubah seluruh tatanan bumi, yang berdampak pada berbagai profesi, termasuk para sales.

Beberapa hari yang lalu saya melihat sebuah video yang menampilkan para buruh yang di-PHK memprotes kebijakan perusahaan karena merumahkan mereka.

Hal ini terdengar sampai ke telinga Presiden Jokowi yang segera membuat imbauan agar para perusahaan tidak merumahkan para karyawannya. Kalau mau dibahas tentu panjang, mustahil tidak dipecat kalau pabrik tidak produksi.

Sebegitu bergejolaknya isu yang berkembang jika para buruh dirumahkan. Apalagi dalam kontraknya mungkin mereka sudah diikat sampai akhir tahun, tapi siapa sangka situasi saat ini membuat perintah dari kontrak itu tak bisa ditunaikan.

Pandemi ini sontak membuat banyak pihak terkaget-kaget karena tiba-tiba penghasilan yang tiap bulan masuk ke saku, raib di bulan-bulan yang akan datang. Ada goncangan dalam hal ekonomi, terlebih lagi secara psikologi.

Tuntutan hidup tak dapat dinanti-nanti, karena makan harus setiap hari. Itulah kehidupan para buruh atau pekerja yang sifatnya operasional atau administratif. Mereka dirumahkan karena tak ada sesuatu yang harus mereka kerjakan.

Namun pada tulisan ini secara khusus saya ingin menceritakan kehidupan orang-orang yang profesinya adalah seorang sales seperti saya, dan bagaimana was-wasnya para sales di tengah pandemi Covid-19 seperti sekarang ini.

Tiga orang teman saya yang sudah lebih dulu dirumahkan itu adalah korban dari situasi yang sulit ini. Tapi sesungguhnya, tanpa pandemi Covid-19 pun, kami para sales selalu hidup di bawah ancaman pemecatan.

Dahulu kala saat bumi masih asri, gunung es di kutub utara belum mencair, negara api belum menyerang, langit masih biru, Mikha Tambayong masih jadi gadis idolaku, setiap menyambut bulan berikutnya kami memang selalu ditekan dengan ancaman pemecatan kalau tak mencapai target yang ditentukan.Itu dalam kondisi normal loh..

Hanya tenaga penjual yang paham bagaimana rasanya kerja di bawah bayang-bayang PHK setiap harinya. Inilah kondisi psikologis yang kami alami setiap harinya.

Jadi kalau saat ini ada banyak pekerja yang was-was, takut kehilangan pekerjaan, kami para sales sangat memahaminya. Mari saya jelaskan sedikit kehidupan para sales.

Seorang sales adalah tenaga penjual yang bekerja dengan target dan angka. Hanya satu yang jadi indikator bahwa seorang sales bekerja, yaitu menghasilkan angka.

Misalnya ada seorang sales kartu kredit sudah banting tulang sebulan penuh, bahkan di hari libur dia bekerja, tapi dia tak menjual satu kartu kreditpun, maka perusahaan akan anggap you tidak bekerja. Soal bagaimana kerja keras tak dianggap para sales tahu rasanya.

Tapi tak ada pembelaan diri yang dapat dilakukan. Karena sales dipekerjakan memang untuk menjual. Maka kalau seorang sales jago jualan dan produksinya bagus, dia bisa ongkang-ongkang kaki di perusahaan.

Sering izin, sering telat, masih siang sudah pulang ke rumah, gak akan jadi soal. Meminjam lirik lagu Atta Halilintar, ”Number don’t lie angka yang berbicara.”

Di mata perusahaan angka yang kamu hasilkan sudah cukup menjelaskan proses kerja yang kamu lakukan. Kamu tak perlu buka mulut untuk pembelaan. Sebab sales memang kerja di lapangan, jauh dari pengawasan atasan.

Memang kadang diminta bukti foto bahwa kita tengah berkunjung ke nasabah. Tapi foto bisa saja distok, untuk jaga-jaga. Jadi kalau diminta, tinggal kirim foto kemarin, padahal saat dia mengirim foto posisinya sedang main PS dengan sales lainnya. Soal berbohong sales juga ahlinya.

Jadi tanpa pandemi seperti saat ini pun, para sales menjalani masa kerjanya dengan jantung berdebar-debar. Hampir seluruh sales statusnya kalau tidak mitra, ya kontrak.

Namun sekalipun dikontrak satu tahun, kalau tidak produktif ya bisa dipecat saat itu juga. Karena para sales biasanya disalurkan ke perusahaan melalui pihak ketiga (outsourcing), jadi biasanya istilah yang dipakai perusahaan bukan dipecat tapi dikembalikan ke vendor, atau dirumahkan, atau diminta mengundurkan diri.

Seperti yang saya katakan, sales itu kerjanya ke lapangan dan ketemu orang. Walaupun ada sebagian yang jualan lewat telepon (telemarketing). Jadi bagaimana tantangan yang dihadapi sales di tengah pandemi seperti sekarang ini?

Bisa dikatakan di sebagaian besar industri, seperti kartu kredit, asuransi, dan yang lain, saya tidak tahu, para tenaga penjual ini terancam mengalami pemecatan secara besar-besaran.

Bahkan yang saya perhatikan pandemi ini seperti dijadikan moment untuk bersih-bersih sales yang kurang berkontribusi pada perusahaan .Ada rumus paling mendasar yang harus dipraktekkan seorang sales jika ingin berhasil jualan. 

Bukan pintar, cantik, supel, atau ganteng kayak saya. Memang benar sih hal yang saya sebutkan sebelumnya adalah soft skill yang dibutuhkan dalam menjual. Tapi hal paling mendasar yang harus dilakukan seorang sales jika ingin sukses adalah ketemu orang.

Percuma dia punya semua kemampuan menjual kalau tidak ketemu orang. Maka semakin banyak orang yang dia temui dan dia tawarkan, semakin banyak pula produk yang bisa dijualnya.

Masalahnya di tengah pandemi ini, diterapkan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), juga banyak orang yang tidak mau keluar rumah apalagi menerima tamu ke rumahnya. Mau ketemu diluar pun tergolong sulit karena ada physical distancing. Maka aktivitas mendasar dari seorang sales sangat susah untuk diterapkan.

Tapi saya garis bawahi, mungkin tidak untuk semua sales .Mungkin ada juga sales yang sangat dicari di tengah pandemi seperti ini. Sales-sales kebutuhan pokok mungkin tetap bisa survive. Tapi sales produk yang sifatnya konsumtif mungkin agak kesulitan, seperti elektronik, asuransi, kartu kredit, dan semacamnya.

Tentu lewat tulisan ini saya bukan ingin mengeluh, tapi hanya membuka potret kehidupan seorang sales sebelum, di saat, dan sesudah pandemi. Sebelum pandemi para sales terancam dipecat kalau tidak mencapai target, di saat pandemi para sales terancam dipecat kalau tidak mencapai target, sesudah pandemi ini berakhir para sales terancam dipecat kalau tidak mencapai target.

Maka tak henti-hentinya perusahaan mengingatkan agar para sales berusaha untuk menyelamatkan diri sendiri saja dulu. Tak usah pikirkan target cabang apalagi target area. Pikirkan saja dulu target sendiri. Jangan sampai nanti “di rumah aja” dalam arti sesungguhnya karena kehilangan pekerjaan.

Itulah kelebihan para tenaga penjual. Dalam kondisi apapun mereka ditempa dengan kondisi yang sama. Harus mencapai target apapun kondisinya.

Tapi kadang ironis juga, seperti kita tahu sales adalah ujung tombak perusahaan, kalau tak ada produk yang terjual maka tak ada keuntungan. Tapi anehnya kalau profit menurun yang dikurangi lebih dulu itu tenaga penjualnya.

Demikian juga dalam statusnya, para sales biasanya hanya mitra atau karyawan kontrak. Sementara yang berposisi sebagai admin, costumer service, dan posisi administrasi serta operasional lainnya malah jadi pegawai tetap yang posisinya akan aman kecuali perusahaan gulung tikar.

Bahkan kalau dipecat pun ada pesangon yang cukup besar. Dalam hal pembagian bonus tahunan pun, anehnya bukan sales yang dapatnya besar, tapi malah mereka yang duduk diluar posisi tenaga penjual.

Ouh iya sebelum saya lupa, kalau pekerja lain bisa pencitraan, pura-pura sibuk, pulang lebih malam biar disangka kerja keras, bahkan menjilat atasan demi kenaikan pangkat. Sales tak dapat melakukan hal yang demikian.

Sales tak dapat berlindung dibawah tindak tanduknya, karena para sales hanya bisa berlindung dibalik angka yang dicapainya, dan menyelamatkan diri dibalik kontribusinya.

Sales tak perlu nasionalis bekerja atas nama kemajuan bersama, dia hanya perlu menyelamatkan dirinya sendiri setiap bulan dari ancaman pemecatan. Baik ada ataupun tidak adanya corona.

Baca juga artikel saya yang lainnya:

1.Karier Itu Ada pada Diri Sendiri, Bukan pada Perusahaan, 2.Mindset yang Benar untuk Jadi Influencer di Instagram 3.Dalam Pengalaman Orang Lain, Ada Siklus Hidup yang Akan Kamu Alami

Penikmat yang bukan pakar

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun