Mohon tunggu...
Boris Toka Pelawi
Boris Toka Pelawi Mohon Tunggu... Aktor - .

.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Dalam Pengalaman Orang Lain, Ada Siklus Hidup yang Akan Kamu Alami

3 Mei 2020   04:00 Diperbarui: 3 Mei 2020   08:19 695
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi foto: pixabay

Setiap kali ada orang yang lebih muda bertanya satu hal pada saya, biasanya saya tidak langsung buru-buru untuk menjawabnya. Saya akan tanya hal-hal lain dulu yang masih ada hubungannya dengan pertanyaannya.

Tujuannya apa? Saya ingin benar-benar yakin dulu bahwa saya memahami dengan lengkap apa permasalahan orang tersebut. Karena jawaban yang panjang lebar juga kalau tidak tepat sasaran akan kurang berguna juga.

Demikian juga saat saya misalnya kebagian jadwal jadi pembicara di gereja (pada komsel/sekolah minggu) saya selalu berikan gambaran besar tentang tema yang saya sampaikan.

Setidaknya ada dua hal yang saya harapkan mereka dapatkan ketika saya menjawab pertanyaan atau berbicara kepada mereka.

Pertama mereka mengerti, kedua daya jelajah mereka dalam memandang sesuatu bertambah luas. Dalam kesempatan bicara dengan sekumpulan anak-anak kecil misalnya, sering mereka acuh tak acuh seperti meremehkan apa yang saya sampaikan. Kenapa hal demikian bisa terjadi?

Saya berikan contoh yang dulu pun saya tak pernah memikirkannya. Lihat gambar di bawah ini:

dokpri (ilustrasi ini adalah gambar besar kehidupan manusia dari mulai hidup sampai meninggal dunia
dokpri (ilustrasi ini adalah gambar besar kehidupan manusia dari mulai hidup sampai meninggal dunia
Ilustrasi di atas adalah gambar besar kehidupan manusia. Hidupkan hanya begitu saja. Manusia hidup berjalan menuju pada kematian. Tapi sebelum manusia mati ada dua pertanyaan yang harus dijawabnya.

Garis panjang kehidupan menuju batu nisan di atas mau diisi dengan apa? Manusia mau menjalani kehidupan yang seperti apa? Lalu setelah mati dia masuk surga atau neraka?

Semua ditentukan kembali pada apa yang dipilihnya, dipercayainya, dan dilakukannya pada garis panjang kehidupan seperti yang tergambar di atas.

Namun pada kenyataannya garis panjang tersebut pun sangatlah pendek, karena usia manusia terbatas, rata-rata hanya 70 tahun saja. Bahkan banyak yang meninggal di bawah usia tersebut.

Memang ada ditemukan manusia yang bisa hidup sampai usia seratus tahun, tapi itu sudah sangat jarang. Saya bukan ingin membicarakan hal teologis, tapi coba topik ini diceritakan pada bocah SMP, yang ada kita diketawain sama mereka.

Padahal ilustrasi di atas adalah fakta yang tak dapat dihindari. Contoh lain misalnya, Proses hidup manusia biasanya adalah, sekolah, bekerja, mapan di usia 40 tahunan, menua di usia 60-an, dan pensiun di usia 65 tahun disertai menurunnya penghasilan serta kondisi kesehatan. Maka sejak muda manusia dituntut untuk mempersiapkan masa tuanya.

Seperti asuransi kesehatan dan uang untuk bekal di hari tua. Contoh kedua ini biasanya dipakai untuk menciptakan rasa tidak aman pada diri calon pembeli oleh penjual asuransi. Tapi memang begitulah realitasnya, suka tidak suka, peduli tidak peduli setiap orang akan melaluinya.

Inilah alasan kenapa di awal saya bilang, setidaknya hanya dua hal yang saya harapkan terjadi pada diri orang lain saat saya menjawab pertanyaan mereka atau berbicara pada mereka.

Pertama, mereka mengerti apa yang saya katakan.

Dalam batas minimal, setidaknya mereka mengerti apa yang saya ucapkan. Secara terstruktur setidaknya mereka memahami apa yang saya maksud. Walaupun bisa saja mereka mengerti apa yang saya maksud, namun tak mengerti dengan sungguh-sungguh apa pentingnya semua itu.

Misalnya, mereka mungkin paham bahwa manusia pasti mati, tapi mereka tak merasakan urgensinya untuk merenungkan hal tersebut dikarenakan mereka masih muda. Walaupun syarat mati bukan usia, tetap saja sulit membuat mereka merenungkan semua itu.

Kedua saya berharap perspektif mereka semakin luas dalam memandang sesuatu ketika saya berbicara pada mereka.

Tentu saya berharap mereka langsung percaya ketika saya mengatakan sesuatu. Tapi faktanya, ada hal-hal yang memang bisa dimengerti seiring berjalannya waktu. Karena beberapa hal menuntut kedewasaan untuk memahaminya.

Setidaknya kalau saya bisa membuat mereka mengerti dan perspektifnya semakin luas, pada titik tertentu dalam usia mereka, mereka akan bergumam, "Hmm betul juga apa yang dikatakan pria tampan itu pada saya." Tapi memahami sesuatu seiring berjalannya waktu dan bertambahnya usia tak melulu punya makna memahaminya di waktu yang seharusnya.

Seperti seseorang yang akhirnya paham bahwa ternyata sekolah itu penting, setelah dia puas bermain-main dan sudah saatnya memasuki dunia kerja, ternyata untuk melamar kerja perlu ijazah, sementara dia SMP pun tak lulus, penyesalan kemudian tiada guna.

Akhirnya dia pun terlunta-lunta mencari kerja. Padahal selama ini orang tuanya sudah sering menasehati agar dia sekolah yang rajin, namun dia mengabaikannya.

Suatu hari, saat hari pertama saya kuliah, diadakan kelas besar. Di kelas ini kami diberi motivasi sebagai mahasiswa baru. Saat sang dosen muda mencontohkan berbagai tokoh besar seperti Albert Einstein yang ribuan kali gagal.

Bahkan dia mencontohkan dirinya sendiri yang ratusan kali mengalami kegagalan. Artinya kami didorong untuk tidak takut gagal dalam jumlah yang banyak.

Namun sehabis sang dosen muda selesai berbicara dan keluar sang dosen senior dalam closing statementnya berujar sambil bercanda,"Ya kalau bisa gagalnya jangan banyak-banyak, sekali dua kali aja." Ucapannya seperti meluruskan premis yang diberikan si dosen muda.

Saya juga pernah mendengar orang bijak bilang bahwa alangkah bijaknya kalau kita belajar dari pengalaman orang lain dan bukan hanya dari pengalaman diri sendiri saja. Inilah yang jadi benang merah tulisan ini. Bahwa di dalam pengalaman orang lain ada siklus hidup yang semua orang akan alami.

Seperti orang tua yang memberi nasehat tentang pentingnya mencari rezeki dari sumber yang halal misalnya, dia bisa berkata demikian karena di ujung kehidupannya ternyata semua harta yang diperolehnya dengan cara yang tidak jujur tidak ada gunanya.

Di tengah kondisinya yang sudah sakit-sakitan, semua kekayaan yang diperolehnya dengan cara yang jahat ternyata hanya meninggalkan penyesalan dan rasa bersalah pada banyak orang. Maka jika ada seorang muda mencari uang dengan cara yang dilakukan si orang tua tadi, hasilnya akan sama saja.

Di usia tuanya si orang muda juga akan menyesal.Inilah yang saya maksud dengan kalimat, "Di dalam pengalaman orang lain ada siklus hidup yang akan kamu lewati dan alami." 

Maka saat berbicara dengan mereka yang bertanya pada saya, atau saya kebetulan beroleh kesempatan untuk berbicara kepada mereka yang lebih muda dari saya, harapan tertinggi saya adalah mereka bukan hanya mengerti dan meluas perspektifnya, tapi mereka juga percaya dan melakukan apa yang saya katakan.

Namun terkadang usia membuat mereka berontak dan menganggap remeh apa yang dikatakan orang yang hidup lebih lama darinya (njirr gua kayak orang tua banget ya).

Karena itu mereka harus melihat bukti-bukti itu terjadi pada mereka seiring bertambahnya usia, habis itu baru mereka percaya. Seperti dulu misalnya, saya tidak paham kenapa banyak yang bilang masa SMA adalah masa yang indah. Makanya saat sekolah pengen cepat lulus.

Setelah lulus barulah saya mengerti makna kalimat itu. Sekarang malah pengen sekolah lagi. Namun tentu tak semua nasehat atau masukan menjadi sakral dan benar hanya karena seseorang lebih tua, namun kalau ada masukan yang baik dan diceritakan atas dasar pengalaman hidup seseorang, belajarlah untuk lebih dengar-dengaran.

Cerita hidup tiap manusia memang berbeda-beda, tapi kalau kita peras sampai ke intisarinya, maka kita akan menemukan pola yang sama. 

Itulah siklus hidup, seperti lahir, bertumbuh, menua lalu mati, sukses, gagal, sakit, sehat, kaya, miskin, dan sebagainya, ada bagian yang sama, ada bentuk yang berbeda, tapi yang namanya siklus hidup akan dialami semua manusia. Atas nama siklus hidup dengarkan dan percayalah.

Penikmat yang bukan pakar

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun