Mohon tunggu...
Boris Toka Pelawi
Boris Toka Pelawi Mohon Tunggu... Aktor - .

.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Siapakah Kamu Ketika Sedang Marah?

1 Oktober 2016   10:08 Diperbarui: 15 April 2019   14:19 711
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar (weknowyourdreams.com)

Eric Bana, Edward Norton, Hingga Mark Ruffalo adalah tiga pria kalem yang hidup dalam tokoh bernama Bruce Banner. Ketiga pria tersebut adalah aktor yang mendapatkan kesempatan untuk memerankan sosok imajinatif berwarna hijau, korban percobaan ilmiah, yang dinamakan Hulk. Kalem? Benarkah? Ya, tapi tunggulah sampai mereka marah. Saat mereka marah dan berubah menjadi hijau kita bisa dibuat terkejut kejang melihat bagaimana mereka mengekspresikan amarahnya; mereka memporak-porandakan segala sesuatu yang ada di hadapannya.

Sebenarnya saya bukan mau cerita soal film, tapi sepotong kisah di atas hanyalah contoh bagaimana seorang malaikat bisa menjadi “bulldozer” saat tengah diliputi amarah.Tentu kita semua pernah marah bukan? Bahkan saat tengah marah tak jarang kita melakukan tindakan irrasional, seperti melemparkan piring, gelas, hingga melihat kaca lalu memecahkannya. Pertanyaanya salah benda-benda itu apa?

Nah sebagai seorang yang bukan ahli, saya ingin cerita soal dunia marah-amarah ini.

1. Bahkan Hulk Bukanlah Hulk Saat Dia Tidak Marah

Buat saya pribadi bukan warna hijau atau ukurannya yang raksasa yang membuat Bruce Banner menjadi Hulk. Tapi lebih kepada amarahnya, Hulk adalah pribadi yang imajinatif tapi dia membawa luapan amarah yang nyata. Semua manusia bisa marah dalam level itu, hanya saja tak mampu mengekspresikanya se-ekstrim Hulk disebabkan keterbatasan kekuatanya.

Hal inilah yang membuat manusia rentan melakukan hal-hal yang bukan gue banget. Hal itu bisa di deteksi dari akhir perbuatan marah itu. Sebagai anak yang masih labil padahal umur sudah tua, tak jarang setelah marah dan melakukan konfrontasi dengan orang-orang terdekat, hingga mengucapkan kata-kata yang tak pantas, saya merasa menyesal.

Perasaan menyesal inilah yang kelak menjelaskan, betapa tiap kali kita marah kita bukan lagi menjadi diri kita sendiri. Kita boleh marah, tapi kemarahan yang masih bisa dikontrollah yang membuat kita tetap menjadi manusia yang masih melekat pada karakter asli kita.

Lain halnya kalau kita sudah pembawaanya pemarah. Tapi buat orang-orang kayak kita nih, yang imut, pemalu, kalem, rasa marah itu terkadang bisa membuat kita menjadi pribadi yang lain. Itu sebab orang-orang di sekitar kita, haruslah juga paham, bahwa ucapan hingga tindakan yang barusan kita lakukan tak lebih hanya karena sedang marah. Seperti kita tahu ada banyak kekhilafan dalam diri manusia yang sedang diliputi amarah.

2. Semua Terjadi Secara Spontan, Tak Ada Maksud Begitu

Saya pernah dengar omongan kayak gini, ”Jangan terlalu di masukin ke hati perkataan orang yang sedang marah.” Sepedas apapun itu sebaiknya berusahalah memaklumi. Sebab kalau tuh orang masih manusia, lalu mengeluarkan amarahnya dengan sangat kepada kita, tunggulah beberapa menit, sebenarnya di dalam hatinya dia sudah menyesal.

Suatu hari di depan umum saya pernah dimarahi oleh seseorang, saya diam saja. Keesokan harinya, bawahan orang yang memarahi saya itu ngomong ke saya saat kami lagi ngobrol-ngobrol. Dia menyampaikan omongan orang yang memarahi saya itu, intinya si orang tersebut menyesal dan merasa tidak enak karena telah memarahi saya di depan umum.

Ada lagi pengalaman waktu saya masih SMP, saat itu seorang guru menyetrap dan menyuruh dua orang kawan saya yang cabut saat upacara. Begitu ketahuan kedua anak itu di panggil dan di depan seluruh peserta upacara, kaki nya di pukul pakai penggaris kayu sampai tuh penggaris patah. Tapi tahu apa yang terjadi kemudian? Guru saya itu memanggil kedua muridnya itu keruangannya lalu dengan tanganya sendiri mengoleskan balsem dan meminta maaf telah melakukan hal tersebut.

Jadi ada pemakluman bagi kita manusia untuk tak sakit hati dengan ungkapan marah seseorang. Tentu nggak gampang, ini butuh latihan. Tapi kita bukan tengah berusaha memahami amarahnya, kita sedang berusaha memahami sisi kemanusiaannya, yang mungkin suatu saat juga kita lakukan saat sedang marah.

Apalagi kalau dia orangnya kaku dan gengsian, walaupun sudah menyesal pasti akan sulit buat dia untuk minta maaf. Kadang-kadang kita lah yang harus membaca dari gerak-geriknya, kalau dia sudah menyesal.

3. Tegur Sapanya Sebenarnya Adalah Permintaan Maaf

Memang sih kita dilatih untuk selalu meminta maaf, entah saat kita salah atau  kagak. Tapi tulisan ini bukan bermain di ranah motivasi, tulisan ini lebih kepada observasi sehari-hari yang saya lihat, bahwa pahamilah kalau dia sudah menyapa kita lebih dulu artinya dia menyesal dan mau baikan.Kalaupun maaf belum terucap dari mulutnya, setidaknya janganlah menganggap dia masih mengecap kita seperti saat dia sedang marah.

Asli bukan ngajarin  saya juga lagi belajar nerapin ini, tapi kita harus yakin saat dia negur kita sebenarnya dia sedang menarik semua ucapan yang keluar dari amarahnya.Karena terkadang rasa marah dan perdebatan bukanlah konflik, melainkan sebuah ekspresi untuk melepaskan segala unek-unek di dalam diri.Asal , agak ribet juga sih, jangan sampai main fisik.

Walaupun kadang amarah yang di ekspresikan dengan tindakan memukul (main fisik) tetap harus di maklumi sebagai ekspresi marah yang telah di luar kontrol. Lalu sampai mana batasan memakluminya? Lihat intensitasnya, kalau tiap marah mukul ya itu bisa di polisikan. Itu namanya penganiayaan.

Memaklumkan bukan berarti membenarkan, kita hanya berusaha tak terlalu mengambil hati semua tindakanya saat dia sedang marah. Tentu semua memiliki batasan tertentu, itu sebab tulisan ini nggak bisa digeneralisir, ini hanya pandangan saya pribadi saja kok.

4. Dia itu Manusia Mana Bisa Dengar Suara Hati

Sekalipun ada usaha untuk memaklumkan dan berlapang dada, bukan berarti setiap orang bisa marah dan mencaci maki se-enak udel nya sendiri.Karena seperti yang sering kita baca di quotes-quotes populer, omongan kita itu kayak paku di hati orang lain, kalaupun nanti paku itu di cabut kan bekas nya tetap ada di sana.

Jadi ya hati-hati saja. Kalaupun dia sakit hatinya cuman dua hari karena kita, tapi sebenarnya itu waktu yang berharga banget buat dia. Dua hari yang mungkin sudah kita hancurkan mood nya. Lagian amarah kita bisa jadi hal yang membuat renggang hubungan kita dengan orang lain. Selain itu, amarah yang meluap-luap bisa jadi bikin orang tidak nyaman dengan diri kita.

Mungkin sebenarnya maksud kita baik, hati kita sih bersih,   nggak niat bikin dia nangis, lah tapi kan dia manusia mana bisa dengar suara hati. Benerkan?

5. Amarah Selalu Punya Alternatif Lain

Buat saya pribadi amarah itu adalah rasa yang dalam aktivitasnya bisa diakalin. Memang sih lebih enak ngomong daripada ngelakuin, makanya saya  ngomong. Tapi ya adakalanya amarah itu harus diukur dengan apa yang terjadi pada perasaan orang lain bukan kepuasan pribadi semata.

Dulu saya pernah punya atasan yang tiap kali marah akan menarik nafas tujuh kali lalu memijit-mijit leher kami. Dia berkata sedang belajar menguasai amarah. Kami justru malah jadi segan dan kagum. Jadi ya tanpa di perintah dan tanpa dibawah intimidasi kami tetap melakukan pekerjaan kami dengan baik.

Tak peduli baik dalam momen yang bisa menyulut kemarahan secara spontan atau tidak, mungkin cara menarik nafas tujuh kali itu bisa kita terapin biar amarah nggak menguasai diri kita. Atau teman-teman punya cara lain? Sekian.

Boleh setuju boleh tidak

Penikmat yang bukan pakar

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun