Mohon tunggu...
Boris Toka Pelawi
Boris Toka Pelawi Mohon Tunggu... Aktor - .

.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Tak Bicara di Depan, Bukan Berarti Menusuk dari Belakang

17 September 2016   10:51 Diperbarui: 15 April 2019   14:15 450
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam beberapa kesempatan pasti kita sering mendengar orang yang bilang, ”Kalau saya sih mending langsung tembak aja di depan dari pada nanti ngomongin dibelakang.” Walaupun lahir dengan bahasa yang berbeda, pada intinya ya itulah, seseorang merasa lebih maskulin atau jantan, kalau dia bicara secara blak-blakan di forum ataupun di hadapan seseorang. 

Beberapa orang memiliki persepsi kalau melakukan konfrontasi di muka umum jauh lebih baik dari pada nanti berbicara balik layar (kasus begini biasa terjadi di dunia kerja).

Sebab saya bukan seorang bijaksana, tulisan ini bukan bermaksud bermain di ranah nasehat dan petuah (sama dengan tulisan-tulisan saya sebelumnya). Dengan segala keterbatasan, saya lebih suka bermain di ranah observasi dan pengamatan sederhana. 

Jadi bukan menggurui yang saya ingin lakukan, tapi lebih ke pada menyatakan pendapat untuk sesuatu yang abstrak, selalu dapat diperdebatkan, dan tak memiliki satu kebenaran yang mutlak.

Kembali pada kasus di atas, menurut saya pribadi sih, tak selamanya berbicara di balik layar itu dapat berkonotasi menusuk dari belakang. Setiap orang memiliki alasan tersendiri kenapa dia tak langsung ‘menembak’ kita saat itu juga. Bisa karena takut, segan, malu hingga menjaga perasaan kita.

Lalu bila dia menceritakan soal diri kita ke orang lain, ya sah-sah saja sih, mungkin dia segan untuk menegur kita, jadi dengan bantuan orang yang dirasanya kompeten dia berharap keluh kesah nya soal diri kita bisa tersampaikan dengan baik.

Jadi singkatnya, kalaupun seseorang membicarakan kita di belakang, belum tentu itu menusuk. Bahkan kalau ujung-ujungnya kita ditegur, bisa saja itu sebuah saran atau kritik yang membangun. Kecuali si pelapor mengada-ada ya baru kita marah, tapi kalau hanya sebatas salah paham ya di komunikasikan sajalah, nggak usah emosional juga.

Nah ini hanya sebuah bentuk analisis komunikasi sederhana. Ada beberapa jenis komunikasi lagi yang ingin saya ceritakan plus analisa sederhananya.

1. Bicara ke Arah Kanan, Ditujukan Ke Arah Kiri

Ini sebenarnya masih ada hubunganya dengan dunia sindir menyindir. Ada saja orang yang suka melakukan hal yang beginian, baik itu laki atau perempuan ya sama sajalah. Walaupun jika diartikan, kata sindir ini lebih kepada mengejek sesuatu secara tidak langsung, tapi jika bahasanya di tata dengan baik, bisa diarahkan pada suatu bahasa yang memperingati, bukan mengata-ngatai.

Untuk menangkap pembicaraan yang dibidik ke kanan ternyata menembak ke arah kiri ini dibutuhkan sensitivitas. Di sini rasa lah yang bermain, contoh, sebuah perkataan yang ditujukan pada teman di sebelah kita namun ternyata terasa menembak ke arah kita. Nggak enak sih, nah inilah yang menurut saya dinamakan komunikasi bermata dua. Ngomong kesiapa, nembaknya ke siapa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun