Mohon tunggu...
Togar Arifin Silaban
Togar Arifin Silaban Mohon Tunggu... ASN -

Life is easy when you make it easy.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Janji Ridwan Kamil untuk Bandung, Mana?

23 Juli 2015   09:47 Diperbarui: 23 Juli 2015   09:59 2966
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sudah lebih 2 tahun saya tidak ke Bandung, dan setelah Walikota Bandung dijabat Ridwan Kamil, saya belum pernah melihat Bandung dengan mata kepala sendiri. Dalam 2 tahun ini saya hanya melihat dan membaca bahwa sejak menjabat Walikota, Ridwan Kamil membuat banyak perubahan di Bandung. Kalau lihat berita dan foto-foto yang dimuat di internet, Bandung sedang membuat banyak perubahan, begitulah berita yang saya baca. Karena itulah saya penasaran ingin melihat seperti apa perubahan yang dijanjikan Ridwan Kamil. Akhirnya kesempatan untuk melihat secara langsung Bandung bisa juga saya wujudkan pada saat liburan Lebaran 2015 ini. 

Untuk melihat “perubahan” yang sudah terjadi di Bandung, saya menyusuri beberapa jalan di Bandung, jalan yang menurut saya menjadi etalase kota, tempat di mana banyak orang melintas dan menjadi kebanggaan kota Bandung, tempat para wisatawan dari luar Bandung datang berkunjung. Beberapa jalan yang saya telusuri memang belum tentu mewakili semua kota Bandung, tapi saya beranggapan dengan menyaksikan kondisi beberapa jalan tersebut, saya bisa mendapatkan informasi tentang realisasi dari janji Ridwan Kamil untuk Bandung.

Saya menyusuri sebagian Jalan Sangkuriang, Jl. Taman Sari, kemudian Jl. Ganesa, Jl. Dago, Jl. Braga, Jl. Asia Afrika, Jl. Lembong, Jl. Cisangkuy, Taman Lansia dekat Gedung Sate, Jl. Riau,  Jl. Merdeka dan Taman Kantor Walikota Bandung. Saya menyaksikan kondisi jalan beserta dengan street furniture, yang ada di sepanjang jalan-jalan yang saya lalui. Dan inilah oleh-oleh yang saya dapatkan dari penyusuran di Bandung itu.

Saya tidak bermaksud sekasar Inna Savova, saya jadi teringat perempuan Bulgaria yang menulis “Bandung, the city of pigs” pada tanggal 16 januari 2014 yang lalu. Tulisan itu sangat vulgar, maksudnya sebenarnya bukan mau menghina, tapi gemes, penasaran dan heran mengapa Bandung bisa jorok dan kotor. Kali ini saya menyoroti beberapa hal di Bandung.

Kreativitas Bandung memang sudah terkenal. Saya tidak tau apakah Pemkot Bandung benar-benar berencana membangun taman kencing berdiri di sekitar Jl. Taman Sari. Tapi itulah yang saya lihat berupa tulisan “Di sini akan dibangun Taman Kencing Berdiri” dan gambar seperti foto di atas. Kalau mau bangun tempat taman kencing berdiri, mengapa lokasinya di tempat yang agak sepi, mengapa tidak sekalian di lokasi yang banyak pengunjung seperti di dekat Kebun Binatang yang di Taman Sari itu. Kreatifitas atau vandalisme? Itu juga yang terjadi dengan patung Ganesa di Jl Dago seperti foto di bawah ini.

Ganesa Dago
Ganesa Dago
“Buruh bukan mesin pencetak uang”, begitu bunyi tulisan di bawah patung Ganesa yang menduduki buku. Patung yang menjadi logo ITB ini terletak di Jl. Dago. Ini jelas vandalisme, siapapun yang membuat tulisan seperti ini di tempat tersebut semestinya dikenakan sanksi. Dan, yang lebih penting tulisan itu tidak boleh berlama-lama ada di sana.

Kebun Binatang Bandung masih mempunyai daya tarik tersendiri. Jam 6 pagi pada hari Minggu pengunjung sudah memadati pintu masuk yang belum dibuka. Pedagang pinggir jalan sudah mulai menggelar dagangannya. Masih banyak bangunan liar yang berdiri di sepanjang jalan Taman Sari. Bangunan itu berdiri di atas saluran dan menutupi sebagian trotoir. Lihatlah foto di bawah ini.

DSC_0613
DSC_0613
Warung di pinggir jalan Taman Sari ini masih tutup, mungkin karena libur lebaran, para pengelolanya sedang mudik. Melihat kondisi warung yang berjejer ini, sepertinya ini sudah lama berdiri di sini. Jelas ini tidak sesuai dengan penataan kota. Semestinya ini dibongkar. Satpol PP bertanggung jawab untuk penertiban bangunan liar ini. Kalau ini masih bertahan, berarti konsep penataan kota yang dijanjikan Ridwan Kamil tidak berlaku di jalan ini. Apakah Satpol PP tidak mengindahkan perintah dan arahan Walikota? Mari kita lihat foto yang dibawah ini.

DSC_0619
DSC_0619
Coba perhatikan foto di sebelah atas. Ini adalah saluran pinggir jalan di Jl. Taman Sari yang dipenuhi sampah. Tentu berbeda kondisi saluran yang dibersihkan setiap hari dengan yang dibersihkan sekali sebulan, atau sekali setahun. Di saluran ini sudah ada deposit sampah, artinya sampah sudah cukup lama menumpuk di sana. Saluran seperti ini mesti dibersihkan secara rutin. Biasanya pembersihan saluran dilakukan oleh instansi yang bertanggung jawab soal kebersihan. Apakah di Bandung masih dikelola oleh Perusahaan Daerah Kebersihan?

 

DSC_0622
DSC_0622
Sampah berserakan di jalan Ganesa, di depan kampus ITB,  di mana pedagang wayang menjajakan dagangannya. Ayo bapak pedagang, ikut dong membersihkan sampahnya. Kalau di depan dagangan bapak bersih, pembeli akan lebih banyak yang datang pak! 

DSC_0625
DSC_0625
Sepeda yang boleh dipakai di Jl. Ganesa, sumbangan Ikatan Alumni ITB.

DSC_0626
DSC_0626
Penempatan videotron di depan gerbang kampus ITB ini merusak nilai estetika kampus ITB. Kompensasi finansial yang diberikan pengelola videotron tak sebanding dengan kerusakan nilai kampus ITB. Siapa yang bertanggung jawab akan ketidak sebandingan itu?

DSC_0627
DSC_0627
Strip kuning di trotoir dirancang untuk menjadi panduan bagi pejalan kaki yang tuna netra. Kalau strip itu ditempati oleh pedagang kaki lima, para tunanetra akan mendapat celaka, bisa kena menabrak wadah baso panas dan lain-lain. Pedagang ini seenaknya menggelar dagangannya di pertigaan antara Jl. Dago dan Jl. Ganesa. Kenapa masih dibiarkan saja begitu. Apa menunggu ada kaum tuna netra yang celaka?

 

DSC_0635
DSC_0635
Kasihan betul tanaman di median Jl. Dago ini. Kering kerontang, tidak disiram air beberapa lama. Sepanjang jalan Dago dari pertigaan Jl. Ganesa sampai perempatan di Simpang Dago (dekat pasar Dago), tumbuhan di median jalan tidak terurus, kering tidak pernah di rawat. 

Pot tanaman terbuat dari plastik berkualitas rendah. Apakah spesifikasi seperti ini yang dibuat oleh Dinas Pertamanan Kota Bandung? Mestinya bisa dirancang pot tanaman yang lebih bagus dan lebih artistik. Bukankah banyak arsitek di kota Bandung?

Padahal Jl. Dago adalah etalase Kota Bandung, tempat orang lalu lalang, para turis dari dalam dan luar negeri melihat tanaman yang menyedihkan ini. Apakah Walikota dan jajarannya tidak pernah lewat di jalan ini? Atau mereka tidak pernah memperhatikan tanaman ini?

Kalau Walikota dan jajarannya tidak melihat tanaman yang sudah mau mati ini, warga Bandung tentu melihatnya. Apakah warga Bandung tak sedih melihat ini. Warga Bandung mestinya maulah merawat tanaman ini, kalau tidak dirawat oleh Pemda.

Konon setiap minggu pagi ada Car Free Day di lokasi ini, dan warga Bandung melihat tanaman yang merana. Apakah warga Bandung tidak ada yang melaporkan ini kepada Walikotanya?

DSC_0638
DSC_0638
Saluran tepi jalan ini menganga di Jl. Dago. Ini sangat berbahaya bagi pejalan kaki, terutama anak-anak dan para lanjut usia. Lebih berbahaya lagi bagi para tunanetra yang melintas di trotoir jalan ini. Kalau sampai ada orang yang terperosok masuk ke dalam saluran ini, akan menjadi repot urusannya. Rumah sakit memang dekat dengan saluran yang ompong melompong ini. Tapi apa harus menunggu terjadi kecelakaan?

Siapa yang mau terperosok ke dalam saluran? 

 

DSC_0654
DSC_0654
“Oh My God!” Foto ini diambil di Jl. Braga, lokasi yang dibangga-banggakan oleh Ridwan Kamil dan warga Bandung. Foto diambil pada sekitar jam 6 Senin pagi 20 Juli 2015, sampah masih ditaruh begitu saja di trotoir. Karena kantong plastik tidak diikat, sebagian sampah tercecer di trotoir.

Mestinya ada penampungan sampah yang mudah untuk dipindah-pindahkan. Kalaupun di Jl. Braga tidak boleh ada tempat penampungan sementara, tapi bisa dirancang suatu wadah untuk menampung, untuk kemudian di angkut oleh petugas. Pak Walikota dan jajarannya harus berpikir keras untuk menyelesaikan ini.

Coba perhatikan foto itu dengan seksama. Trotoir ini dibuat dengan bahan granit berwarna abu-abu. Dan kalau diperhatikan dengan lebih detil, trotoir ini tidak pernah dibersihkan, tidak pernah dicuci. Bercak bekas sampah dan bekas cairan terlihat jelas di sepanjang Jl. Braga. Semestinya kalau trotoir dibuat dari granit, secara periodik harus dicuci, disikat sampai bersih. Tidak kotor seperti di sepanjang Jl. Braga Bandung ini.

DSC_0656
DSC_0656
Foto di atas berada di Jl. Braga, atau sekarang yang terkenal dengan nama “Braga City Walk”. Material yang digunakan sebagai penutup jalan adalah batu, dan ditepi jalan dibuat saluran untuk mengalirkan air hujan. Saluran dirancang berbentuk U sehingga menampung air yang melimpas dari jalan. Tetapi pemasangan dan finishing dari saluran tidak rapi. Adukan semen yang digunakan sebagai perekat berlepotan di sana-sini, dan tidak dibersihkan oleh tukang yang memasang saluran ini. Untuk sebuahlandmark kota Bandung, pekerjaan finishing seperti ini mestinya tidak terjadi. Sisa material pekerjaan harus bersih, tidak tersisa seperti di foto ini.

Untuk finishing di lokasi Braga City Walk, mestinya dipekerjakan tukang yang punya keahlian lebih, sehingga sisa adukan semen tidak berlepotan di sana sini. Kemungkinan pekerjaan finishing dikerjakan oleh tenaga serampangan yang bekerja asal-asalan.

Ridwan Kamil sebagai Walikota masih harus berpikir keras merealisasikan konsep-konsepnya supaya dilaksanakan dengan benar di tataran lapangan. Secara konsep Ridwan Kamil mungkin sudah mempunyai ide dan konsep yang baik, tapi pelaksanaan di lapangan tidak mampu merealisasikan ide tersebut. Apakah Ridwan Kamil tidak menjelaskan, atau manajer pelaksana yang sembrono?

Tanaman pot yang meranggas ini hanya sekitar 300 meter jauhnya dari meja kerja Walikota Bandung Ridwan Kamil. Persis di depan Kantor Polrestabes Bandung di Jl. Merdeka, di seberang Taman “Vanda” Bandung. Kalau saja tanaman ini bisa bicara, dia sudah berteriak kepada pak Walikota melaporkan nasibnya. Kalau tanaman sampai meranggas seperti ini, paling tidak sudah lebih dari sebulan tidak disiram air. Tanaman yang malang nasibnya, padahal tanaman ini bertetangga dengan Walikota.

DSC_0657
DSC_0657
Foto di atas ini berada di pertigaan Jl. Braga dan Jl. Asia Afrika, di lokasi peringatan Konferensi Asia Afrika beberapa waktu yang lalu. Dari segi kapasitas, tempat sampah ini penuh, berarti perlu kapasitas yang lebih besar, atau jumlahnya ditambah, atau frekuensi pengambilan ditingkatkan. Karena kapasitas yang tidak memenuhi, akhirnya sampah terbuang di luar kontainer. Tempat sampah berwarna putih dan hijau ini dimaksudkan agar pemakai fasilitas ini sudah memisahkan antara sampah organik dan sampah an-organik. Tapi tampaknya pemisahan tidak terjadi di sini. Sampah tetap tercampur.

Apakah masyarakat tidak mau tau, tidak peduli tentang tujuan pemanfaatan kontainer ini. Atau sosialisasi dan kampanye yang tidak memadai. Kesadaran masyarakat dituntut untuk ikut berpartisipasi menciptakan kebersihan kota.

Hal lain, dengan kondisi yang seperti itu, petugas kebersihan mestinya harus lebih sering mengambil sampah dari kontainer ini dan membersihkan trotoir di depannya dari bercak dan sisa makanan yang jatuh. Jangan sampai strip tunanetra yang berwarna kuning menjadi hitam oleh bekas sampah. Trotoir ini harus disikat dengan air dan pembersih secara berkala agar tetap bersih.

 

 

DSC_0658
DSC_0658
Pohon “Glodokan Tiang” berlokasi di trotoir Jl. Asia Afrika di sebelah Timur Jl. Tamblong. Kotak pelindung pohon mungkin dibuat waktu pohon masih kecil. Karena pohon terus bertumbuh, akar dan batangnya membesar. Hal itu merupakan hal yang alamiah, lalu mendesak kotak pelindung tanamannnya, dan akhirnya pecah.

Yang jadi persoalan mengapa kotak pelindung itu tidak diperbaiki. Kalau diamati dengan lebih teliti, kotak pasangan batu itu sudah pecah beberapa lama, tapi tetap dibiarkan. Kondisi seperti ini terjadi pada beberapa pohon di sepanjang Jl. Asia Afrika, yang merupakan daerah pusat kota kelas premium di Bandung.

Pohon ini menunggu kapan akan diperbaiki nasibnya.

DSC_0662
DSC_0662
Kondisi di Jl. Tamblong lain lagi. Trotoir dibuat dengan pasangan (cor) beton, kemudian bagian atasnya dibuat garis-garis kotak menyerupai keramik. Permukaan beton tetap kasar, dari segi artistik hal ini kurang baik. Apakah detail design nya memang benar begitu, atau upaya pemborong mengakali supaya lebih murah?

Yang menjadi masalah adalah lubang atau “manhole” di trotoir seperti foto di sebelah. Saya tidak tau apakah manhole ini benar-benar bisa dibuka, artinya konstruksi bagian lubang tidak menyatu dengan konstruksi trotoir. Manhole dibuat dengan tujuan agar bisa dibuka sewaktu-waktu untuk membersihkan dan merawat saluran di bawah trotoir.

Tetapi kalau rancangan manhole seperti di foto sebelah, hal itu sangat sulit dibuka karena tidak ada pegangan (handle) untuk membukamanhole. Mungkin bisa diungkit dengan linggis, tetapi tentu bagian pinggir dari manhole dan penutupnya akan rusak dan lama-lama akan semakin rusak.

Mestinya manhole di desain sedemikian rupa sehingga mudah dibuka dan ditutup untuk pemeliharaan dan pembersihan saluran.  Di mana dan siapa engineer yang merancang man hole seperti ini. Apakah tidak adaengineer yang kompeten di Dinas PU Kota Bandung untuk merancang dan mengawasi pemangunan manhole ini.

Kotak pelindung tanaman di Jl. Ramli di depan Kantor Telkom Bandung dibuat sedemikian besar, sampai hampir memakan seluruh badan trotoir. Apalagi ada tiang telepon dan tiang listrik di sebelahnya. Maka sempurnalah nasib trotoir ini menjadi sempit.

DSC_0669
DSC_0669
Kalau tanaman di atas ini lebih dekat lagi ke meja kerja Walikota Bandung. Tanaman ini berada persis di taman balaikota di depan lobby Balaikota. Foto diambil hari Senin pagi tanggal 20 Juli 2015. Pak Walikota dan jajarannya mungkin sudah libur mudik lebaran, sehingga tidak sempat memperhatikan tanaman ini sampai mati karena tidak dirawat. Padahal perawatannya hanya dengan menyiram dengan air dan di beri sedikit pupuk. Oh, Pak Ridwan Kamil, bagaimana ini?

Banner Bandung RK
Banner Bandung RK
Spanduk ini mengingatkan sanksi yang bisa diberikan kepada siapapun yang melanggar aturan. Sementara spanduk yang satu lagi menunjukkan penghargaan yang diterima Walikota Bandung. Betapa bangganya Balaikota dan jajarannya atas penghargaan, tetapi yang paling penting bagi warga kota melainkan pelayanan dan kenyamanan kota yang baik.

Saya yakin Ridwan Kamil (RK) punya visi yang bagus dan konsep yang bermutu untuk memajukan Bandung. Keyakinan saya didasari oleh pengenalan saya akan kompetensi RK  sebagai arsitektur kota. Saya mengenal RK beberapa tahun sebelum dia menjadi Walikota Bandung. Ketika itu RK membantu Surabaya menyusun Surabaya Vision Plan, sebuah perencanaan kota jangka panjang bagi kota Surabaya. Saya menjadi person in charge dari Bappeda kota Surabaya yang memfasilitasi penyusunan rencana kota itu, sementara RK sebagai salah satu ahli perancang kota, sekaligus sebagai Deputi Team Leader konsultannya. Dalam penyusunan rencana itu, saya bisa mengenali visi RK yang cukup brilyan. Dengan kapasitas perencanaan yang seperti itu, tak heran kalau RK punya cita-cita dan rencana yang sangat ambisius untuk kota Bandung.

Masalahnya, RK bukanlah orang lapangan pada tataran pelaksanaan, ide brilyan tidak dapat dilaksanakan begitu saja di lapangan. Perlubridging dari proses perancangan arsitektur kota menjadi pekerjaan dan kegiatan pembangunan di lapangan. Untuk itulah diperlukan manajer-manajer kota yang harus menterjemahkan visi jangka panjang menjadi kegiatan pembangunan kota. Saya menduga bahwa para manajer kota di bawah Walikota tidak melaksanakan ide Ridwan Kamil menjadi kerja nyata di lapangan. Ketidak mampuan menterjemahkan ide itu bisa jadi karena keterbatasan pemahaman dari para manajer kota. Atau boleh jadi Ridwan Kamil hanya mempunyai ide brilyan di atas kertas yang tak dapat diwujudkan menjadi kegiatan ?

Konon di Balaikota sudah ada Operation Room yang dirancang canggih untuk memonitor kondisi dan pembangunan di kota Bandung. katanya banyak kamera CCTV yang ditempatkan di sudut-sudut kota untuk memantau apa yang terjadi di kota Bandung. Ada juga aplikasismartphone yang bisa memberikan masukan langsung kepada Walikota dan jajarannya. Pokoknya menurut berita yang saya baca dan saya dengar, berbagai cara dilakukan untuk mengetahui apa yang terjadi di kota Bandung.

Dengan peralatan dan fasilitas yang disediakan itu mestinya tidak terjadi hal-hal yang saya temukan di atas. Apa yang saya lihat dan saksikan adalah hasil dari jalan pagi pada hari Minggu pagi dan Senin pagi, masing-masing selama kurang lebih 1 jam saja. Tidak perlu menunggu ada lagi komentar sarkastik seperti yang dilontarkan Inna Savova.

Yang pasti, apa yang saya uraikan diatas perlu dicermati oleh Ridwan Kamil, kalau ia mau menjadikan Bandung sebagai Kota Juara, Bandung Bermartabat, seperti banyak dituliskan di sudut-sudut kota. Konsep perencanaan yang terlalu ambisius bisa hanya menjadi mimpi yang tak terwujudkan bila konseptor dan jajarannya tak mampu menuangkan ide menjadi program nyata.

Tentu Ridwan kamil punya target yang harus ia capai dalam masa bakti yang ada sekarang. Kita lihat saja, apa yang akan terjadi sampai akhir periode jabatan Walikota yang diemban oleh Ridwan Kamil.

Punten Kang Emil, kalau apa yang saya sampaikan diatas tidak berkenan.

* Repost dari Togar Arifin Silaban

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun