Sudah lebih 2 tahun saya tidak ke Bandung, dan setelah Walikota Bandung dijabat Ridwan Kamil, saya belum pernah melihat Bandung dengan mata kepala sendiri. Dalam 2 tahun ini saya hanya melihat dan membaca bahwa sejak menjabat Walikota, Ridwan Kamil membuat banyak perubahan di Bandung. Kalau lihat berita dan foto-foto yang dimuat di internet, Bandung sedang membuat banyak perubahan, begitulah berita yang saya baca. Karena itulah saya penasaran ingin melihat seperti apa perubahan yang dijanjikan Ridwan Kamil. Akhirnya kesempatan untuk melihat secara langsung Bandung bisa juga saya wujudkan pada saat liburan Lebaran 2015 ini.
Untuk melihat “perubahan” yang sudah terjadi di Bandung, saya menyusuri beberapa jalan di Bandung, jalan yang menurut saya menjadi etalase kota, tempat di mana banyak orang melintas dan menjadi kebanggaan kota Bandung, tempat para wisatawan dari luar Bandung datang berkunjung. Beberapa jalan yang saya telusuri memang belum tentu mewakili semua kota Bandung, tapi saya beranggapan dengan menyaksikan kondisi beberapa jalan tersebut, saya bisa mendapatkan informasi tentang realisasi dari janji Ridwan Kamil untuk Bandung.
Saya menyusuri sebagian Jalan Sangkuriang, Jl. Taman Sari, kemudian Jl. Ganesa, Jl. Dago, Jl. Braga, Jl. Asia Afrika, Jl. Lembong, Jl. Cisangkuy, Taman Lansia dekat Gedung Sate, Jl. Riau, Jl. Merdeka dan Taman Kantor Walikota Bandung. Saya menyaksikan kondisi jalan beserta dengan street furniture, yang ada di sepanjang jalan-jalan yang saya lalui. Dan inilah oleh-oleh yang saya dapatkan dari penyusuran di Bandung itu.
Saya tidak bermaksud sekasar Inna Savova, saya jadi teringat perempuan Bulgaria yang menulis “Bandung, the city of pigs” pada tanggal 16 januari 2014 yang lalu. Tulisan itu sangat vulgar, maksudnya sebenarnya bukan mau menghina, tapi gemes, penasaran dan heran mengapa Bandung bisa jorok dan kotor. Kali ini saya menyoroti beberapa hal di Bandung.
Kreativitas Bandung memang sudah terkenal. Saya tidak tau apakah Pemkot Bandung benar-benar berencana membangun taman kencing berdiri di sekitar Jl. Taman Sari. Tapi itulah yang saya lihat berupa tulisan “Di sini akan dibangun Taman Kencing Berdiri” dan gambar seperti foto di atas. Kalau mau bangun tempat taman kencing berdiri, mengapa lokasinya di tempat yang agak sepi, mengapa tidak sekalian di lokasi yang banyak pengunjung seperti di dekat Kebun Binatang yang di Taman Sari itu. Kreatifitas atau vandalisme? Itu juga yang terjadi dengan patung Ganesa di Jl Dago seperti foto di bawah ini.
Kebun Binatang Bandung masih mempunyai daya tarik tersendiri. Jam 6 pagi pada hari Minggu pengunjung sudah memadati pintu masuk yang belum dibuka. Pedagang pinggir jalan sudah mulai menggelar dagangannya. Masih banyak bangunan liar yang berdiri di sepanjang jalan Taman Sari. Bangunan itu berdiri di atas saluran dan menutupi sebagian trotoir. Lihatlah foto di bawah ini.
Pot tanaman terbuat dari plastik berkualitas rendah. Apakah spesifikasi seperti ini yang dibuat oleh Dinas Pertamanan Kota Bandung? Mestinya bisa dirancang pot tanaman yang lebih bagus dan lebih artistik. Bukankah banyak arsitek di kota Bandung?
Padahal Jl. Dago adalah etalase Kota Bandung, tempat orang lalu lalang, para turis dari dalam dan luar negeri melihat tanaman yang menyedihkan ini. Apakah Walikota dan jajarannya tidak pernah lewat di jalan ini? Atau mereka tidak pernah memperhatikan tanaman ini?
Kalau Walikota dan jajarannya tidak melihat tanaman yang sudah mau mati ini, warga Bandung tentu melihatnya. Apakah warga Bandung tak sedih melihat ini. Warga Bandung mestinya maulah merawat tanaman ini, kalau tidak dirawat oleh Pemda.
Konon setiap minggu pagi ada Car Free Day di lokasi ini, dan warga Bandung melihat tanaman yang merana. Apakah warga Bandung tidak ada yang melaporkan ini kepada Walikotanya?
Siapa yang mau terperosok ke dalam saluran?
Mestinya ada penampungan sampah yang mudah untuk dipindah-pindahkan. Kalaupun di Jl. Braga tidak boleh ada tempat penampungan sementara, tapi bisa dirancang suatu wadah untuk menampung, untuk kemudian di angkut oleh petugas. Pak Walikota dan jajarannya harus berpikir keras untuk menyelesaikan ini.
Coba perhatikan foto itu dengan seksama. Trotoir ini dibuat dengan bahan granit berwarna abu-abu. Dan kalau diperhatikan dengan lebih detil, trotoir ini tidak pernah dibersihkan, tidak pernah dicuci. Bercak bekas sampah dan bekas cairan terlihat jelas di sepanjang Jl. Braga. Semestinya kalau trotoir dibuat dari granit, secara periodik harus dicuci, disikat sampai bersih. Tidak kotor seperti di sepanjang Jl. Braga Bandung ini.
Untuk finishing di lokasi Braga City Walk, mestinya dipekerjakan tukang yang punya keahlian lebih, sehingga sisa adukan semen tidak berlepotan di sana sini. Kemungkinan pekerjaan finishing dikerjakan oleh tenaga serampangan yang bekerja asal-asalan.
Ridwan Kamil sebagai Walikota masih harus berpikir keras merealisasikan konsep-konsepnya supaya dilaksanakan dengan benar di tataran lapangan. Secara konsep Ridwan Kamil mungkin sudah mempunyai ide dan konsep yang baik, tapi pelaksanaan di lapangan tidak mampu merealisasikan ide tersebut. Apakah Ridwan Kamil tidak menjelaskan, atau manajer pelaksana yang sembrono?
Tanaman pot yang meranggas ini hanya sekitar 300 meter jauhnya dari meja kerja Walikota Bandung Ridwan Kamil. Persis di depan Kantor Polrestabes Bandung di Jl. Merdeka, di seberang Taman “Vanda” Bandung. Kalau saja tanaman ini bisa bicara, dia sudah berteriak kepada pak Walikota melaporkan nasibnya. Kalau tanaman sampai meranggas seperti ini, paling tidak sudah lebih dari sebulan tidak disiram air. Tanaman yang malang nasibnya, padahal tanaman ini bertetangga dengan Walikota.
Apakah masyarakat tidak mau tau, tidak peduli tentang tujuan pemanfaatan kontainer ini. Atau sosialisasi dan kampanye yang tidak memadai. Kesadaran masyarakat dituntut untuk ikut berpartisipasi menciptakan kebersihan kota.
Hal lain, dengan kondisi yang seperti itu, petugas kebersihan mestinya harus lebih sering mengambil sampah dari kontainer ini dan membersihkan trotoir di depannya dari bercak dan sisa makanan yang jatuh. Jangan sampai strip tunanetra yang berwarna kuning menjadi hitam oleh bekas sampah. Trotoir ini harus disikat dengan air dan pembersih secara berkala agar tetap bersih.
Yang jadi persoalan mengapa kotak pelindung itu tidak diperbaiki. Kalau diamati dengan lebih teliti, kotak pasangan batu itu sudah pecah beberapa lama, tapi tetap dibiarkan. Kondisi seperti ini terjadi pada beberapa pohon di sepanjang Jl. Asia Afrika, yang merupakan daerah pusat kota kelas premium di Bandung.
Pohon ini menunggu kapan akan diperbaiki nasibnya.
Yang menjadi masalah adalah lubang atau “manhole” di trotoir seperti foto di sebelah. Saya tidak tau apakah manhole ini benar-benar bisa dibuka, artinya konstruksi bagian lubang tidak menyatu dengan konstruksi trotoir. Manhole dibuat dengan tujuan agar bisa dibuka sewaktu-waktu untuk membersihkan dan merawat saluran di bawah trotoir.
Tetapi kalau rancangan manhole seperti di foto sebelah, hal itu sangat sulit dibuka karena tidak ada pegangan (handle) untuk membukamanhole. Mungkin bisa diungkit dengan linggis, tetapi tentu bagian pinggir dari manhole dan penutupnya akan rusak dan lama-lama akan semakin rusak.
Mestinya manhole di desain sedemikian rupa sehingga mudah dibuka dan ditutup untuk pemeliharaan dan pembersihan saluran. Di mana dan siapa engineer yang merancang man hole seperti ini. Apakah tidak adaengineer yang kompeten di Dinas PU Kota Bandung untuk merancang dan mengawasi pemangunan manhole ini.
Kotak pelindung tanaman di Jl. Ramli di depan Kantor Telkom Bandung dibuat sedemikian besar, sampai hampir memakan seluruh badan trotoir. Apalagi ada tiang telepon dan tiang listrik di sebelahnya. Maka sempurnalah nasib trotoir ini menjadi sempit.
Saya yakin Ridwan Kamil (RK) punya visi yang bagus dan konsep yang bermutu untuk memajukan Bandung. Keyakinan saya didasari oleh pengenalan saya akan kompetensi RK sebagai arsitektur kota. Saya mengenal RK beberapa tahun sebelum dia menjadi Walikota Bandung. Ketika itu RK membantu Surabaya menyusun Surabaya Vision Plan, sebuah perencanaan kota jangka panjang bagi kota Surabaya. Saya menjadi person in charge dari Bappeda kota Surabaya yang memfasilitasi penyusunan rencana kota itu, sementara RK sebagai salah satu ahli perancang kota, sekaligus sebagai Deputi Team Leader konsultannya. Dalam penyusunan rencana itu, saya bisa mengenali visi RK yang cukup brilyan. Dengan kapasitas perencanaan yang seperti itu, tak heran kalau RK punya cita-cita dan rencana yang sangat ambisius untuk kota Bandung.
Masalahnya, RK bukanlah orang lapangan pada tataran pelaksanaan, ide brilyan tidak dapat dilaksanakan begitu saja di lapangan. Perlubridging dari proses perancangan arsitektur kota menjadi pekerjaan dan kegiatan pembangunan di lapangan. Untuk itulah diperlukan manajer-manajer kota yang harus menterjemahkan visi jangka panjang menjadi kegiatan pembangunan kota. Saya menduga bahwa para manajer kota di bawah Walikota tidak melaksanakan ide Ridwan Kamil menjadi kerja nyata di lapangan. Ketidak mampuan menterjemahkan ide itu bisa jadi karena keterbatasan pemahaman dari para manajer kota. Atau boleh jadi Ridwan Kamil hanya mempunyai ide brilyan di atas kertas yang tak dapat diwujudkan menjadi kegiatan ?
Konon di Balaikota sudah ada Operation Room yang dirancang canggih untuk memonitor kondisi dan pembangunan di kota Bandung. katanya banyak kamera CCTV yang ditempatkan di sudut-sudut kota untuk memantau apa yang terjadi di kota Bandung. Ada juga aplikasismartphone yang bisa memberikan masukan langsung kepada Walikota dan jajarannya. Pokoknya menurut berita yang saya baca dan saya dengar, berbagai cara dilakukan untuk mengetahui apa yang terjadi di kota Bandung.
Dengan peralatan dan fasilitas yang disediakan itu mestinya tidak terjadi hal-hal yang saya temukan di atas. Apa yang saya lihat dan saksikan adalah hasil dari jalan pagi pada hari Minggu pagi dan Senin pagi, masing-masing selama kurang lebih 1 jam saja. Tidak perlu menunggu ada lagi komentar sarkastik seperti yang dilontarkan Inna Savova.
Yang pasti, apa yang saya uraikan diatas perlu dicermati oleh Ridwan Kamil, kalau ia mau menjadikan Bandung sebagai Kota Juara, Bandung Bermartabat, seperti banyak dituliskan di sudut-sudut kota. Konsep perencanaan yang terlalu ambisius bisa hanya menjadi mimpi yang tak terwujudkan bila konseptor dan jajarannya tak mampu menuangkan ide menjadi program nyata.
Tentu Ridwan kamil punya target yang harus ia capai dalam masa bakti yang ada sekarang. Kita lihat saja, apa yang akan terjadi sampai akhir periode jabatan Walikota yang diemban oleh Ridwan Kamil.
Punten Kang Emil, kalau apa yang saya sampaikan diatas tidak berkenan.
* Repost dari Togar Arifin Silaban
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H