TAHUN TERBIT : CETAKAN II, JULI 2010 GENTA PUBLISHING
JUMLAH HAL : 234 HLM
Disini dalam Bab I membahas tentang, secara eksplisit membahas tentang metode transedental serta analisis dogmatis. Metode transendental lebih menekankan pada tatanan yang tertulis dalam pikiran dan sanubari manusia, oleh karena yang dipakai juga dituntut untuk mengantarkan kepada wujud hukum yang demikian itu. Thomas Aquinas filsuf terbesar dari aliran Skolastik merumuskan hukum sebagai "peraturan yang berasal dari akal untuk kebaikan umum." Konseptualisasi seperti itu memperlihatkan adanya setting yang transpositif, bahwa di luar dunia kita ada sebuah tatanan ideal yang menjadi acuan dari tatanan di dunia ini. Sementara metode dogmatis, yang sering disebut yuridis dogmatis, lebih mempertahankan (peraturan) yang berlaku dengan mempertahankan hukum yang berlaku, serta wajib dipatuhi.Peraturan dan kepatuhan menjadi paradigma dalam metode ini.
Bab II dibahas tentang Perkembangan Sosiologi Hukum,Yang di dalamnya mencakup tentang perubahan masyarakat yang memiliki saham penting bagi munculnya sosiologi hukum, terutama perubahan di abad kedua puluh. Dominasi tradisi pemikiran hukum analitis-positivistis sejak abad kesembilan belas perlahan-lahan ditantang oleh munculnya pemikiran yang menempatkan studi hukum tidak lagi terpusat pada perundang-undangan, melainkan dalam konteks yang luas. Meminjam istilah Donald Black, berarti memungkinkan hukum itu juga dilihat sebagai perilaku dan struktur sosial. Akan tetapi, pemikiran hukum tersebut tetap menjadi alternatif dan merupakan pemikiran arus bawah, oleh karena pengkajian yang analitis-posivistis tetap dominan. Namun pada akhirnya, Sosiologi Hukum memberikan cap dan tempat tersendiri terhadap kajian hukum yang demikian itu secara definitif dalam ilmu pengetahuan.
Bab III Khusus membahas tentang Negara Hukum dan Sosiologi Hukum, yang pada abad kedelapan belas menyimpan membawa dalam dirinya bibit-bibit bagi dilakukannya studi secara sosiologis. Negara modern merupakan suatu institusi yang memiliki arsitektur rasional melalui pembentukan struktur penataan yang rasional. Perkembangan penting yang perlu mendapat perhatian adalah terjadinya sentralisasi kekuasaan dengan menghancurkan otonomi dari komunitas-komunitas lokal pada masa pra-negara-negara modern.
Bab IV membahas Perspektif Ilmu Pengetahuan dari Sosiologi Hukum, yang berbagi sama dengan ilmu pengetahuan dalam mencari kebenaran berdasarkan kenyataan. Metode kerja sosiologi hukum dapat dipertukarkan dengan metode ilmiah, oleh karena memenuhi standar kerja metode keilmuan pada umumnya; yakni : pertama, membuat deskripsi mengenai objeknya lalu kedua, membuat penjelasan kemudian ketiga, mengungkapkan dan keempat, membuat prediksi. Hal ini Sangat berbeda dengan ilmu hukum normatif-positivistis yang bertolak dari hukum perundang-undangan. Karena pencarian, pengungkapan dan penjelasan mengenai hal yang sebenarnya itu, maka sosiologi hukum berseberangan dengan ilmu hukum Normatif tersebut yang melakukan pemihakan dan penilaian terhadap hukum. Sosiologi Hukum termasuk dalam kategori ilmu nomografik yang bertumpu pada deskripsi dan penjelasan. Eksplorasi kebenaran ini dilakukan terhadap penelitian-penelitian Sosiologi Hukum yang dimana pada akhirnya menemukan tentang kebenaran baru, atau mengungkap hal-hal yang sebelum itu tidak dipikirkan orang.
Bab V membahas Paradigma Hukum, suatu perspektif yang mendasar, oleh karena adanya paradigma tersebut membawa kepada kebutuhan untuk melihat hukum sebagai institusi yang mengekspresikan paradigma tersebut. Paradigma Hukum ada bermacam-macam dan sebagai akibatnya, maka hukum juga mengekspresikan bermacam hal sesuai dengan perspektif dasarnya. Untuk melakukan deskripsi dan kemudian menjelaskan hukum dalam kenyataannya secara penuh, maka Sosiologi hukum harus mengungkap dan mengurai hukum sampai kepada perspektif mendasar tersebut. Dengan mengungkap paradigma tersebut akan mampu menjelaskan lebih baik subjek yang dipelajarinya.
Bab VI membicarakan tentang Aliran Sosiologi Hukum, di antaranya aliran positif serta aliran normatif. Dalam aliran positif yang dibicarakan hanya kejadian yang dapat diamati dari luar secara murni. Mereka tidak mau sedikitpun memasukan ke dalam kajiannya hal-hal yang tidak dapat diamati dari luar, seperti nilai, tujuan, maksud dan sebagainya. Sementara itu, aliran normatif pada dasarnya menyatakan bahwa hukum bukan hanya fakta yang teramati, akan tetapi juga institusi nilai. Hukum tersebut mengandung nilai-nilai dan hukum bekerja sebagai untuk mengekspresikan nilai dalam masyarakat. Maka terjadilah hilanglah dasar atau landasan yang hakiki bagi kehadiran hukum yang ada pada masyarakat, apabila hukum itu tidak dilihat sebagai institusi yang demikian itu.
Bab VII menjelaskan tentang Teori Sosiologi Hukum, yang dimana itu termasuk kategori teori hukum empirik. Penjelasan yang diberikan oleh teori tersebut senantiasa dihubungkan dengan kenyataan dalam masyarakat, apakah itu berupa kondisi-kondisi sosial ataupun historis dan selalu berangkat dari pengamatan terhadap fakta atau kenyataan.
Disini dalam Bab VIII, membahas tentang adanya Beberapa Pilihan yaitu :
*Pertama, arti sosial hukum, bahwa makna sosial diberikan kepada hukum melalui kontak kontak dengan lingkungan sosial ketika hukum itu diterapkan. Dari pengalaman empiris, sosiologi hukum mengatakan bahwa peraturan hukum itu tidak dapat memaksakan agar isi peraturan dijalankan secara mutlak, melainkan dalam banyak hal dikalahkan oleh struktur sosial tatkala hukum dijalankan.