Karina berdiri di depan cermin, seperti biasa, sebelum berangkat sekolah ia selalu memastikan seragam yang ia kenakan sudah rapi dan lengkap dengan segala atributnya. Tak lupa, rambutnya yang panjang dikepang dua dengan warna ikat rambut yang senada dengan rok seragam sekolahnya.
Aroma roti bakar isi coklat dan susu sapi hangat sudah menguar dari meja makan. Ibu selalu menyiapkan sarapan untuk menambah energi yang bisa menunjang aktivitas Karina sepanjang hari. Tak hanya itu, waktu sarapan adalah kesempatan untuk keluarga Karina berbincang sebelum memulai rutinitas masing-masing.
"Karin, sudah cek buku-buku untuk hari ini? PR sudah dikerjakan? Jangan lupa topinya, hari ini jadwal upacara."
"Sudah, Bu. Karin ingat pesan Ibu, semua harus disiapkan supaya tidak ada yang tertinggal. PR juga sudah Karin kerjakan."
"Anak pintar. Ya, sudah, habiskan roti dan susunya. Sepedanya nanti Ibu yang siapkan di depan."
"Bu, Karin mau cerita," tiba-tiba nada suara Karin terdengar agak serius.
"Ada apa, Rin?"
"Ada dua teman sekelas Karin yang harus putus sekolah, dia anak yatim piatu. Kasihan ya, Bu?"
Ibu mengusap kepala Karin dengan lembut. Ibu mengerti betul perasaan anaknya. Kehilangan teman dengan alasan apapun pastilah menyedihkan. Namun, Ibu tidak bisa membiarkan Karin sedih berlarut-larut. Ibu berjanji sepulang sekolah nanti obrolan ini bisa mereka lanjutkan.
*
 Lapangan sekolah sudah ramai. Para siswa dan siswi juga guru-guru sudah bersiap untuk melaksanakan upacara bendera di hari Senin pagi ini. Setelah meletakkan tas di kelas, Karina langsung berbaur bersama yang lain.