"Cat, coba kau lihat pria berkemeja biru muda itu," tanya Bonnie.Â
Cathy mengikuti ekor mata sepupunya, "Dia? Ah, siapa namanya? Tapi aku benar-benar mengingat wajahnya."
"Neil." balas Bonnie dengan suara lemah.Â
Seketika ingatannya kembali pada kisah cinta mereka yang hanya terjadi beberapa bulan saja namun sempat menorehkan trauma. Neil bukan pria yang ia inginkan untuk menjadi pasangan, tapi jika Tuhan sudah mengatur jodoh itu, manusia bisa apa? Tapi, kenapa Neil juga datang kemari? Apakah ia masih sedingin dulu? Apa ia masih mengutamakan pekerjaan dari pada kekasihnya? Apa tak ada perempuan lain setelah aku yang mau dicintai laki-laki kaku itu? Sejumlah pertanyaan muncul di kepala Bonnie. Namun ada ketakutan yang tak bisa dipungkiri, ia takut jika Neil mengetahui keberadaannya di sini. Pasti pria itu terbahak sekencang-kencangnya, mempermalukan Bonnie yang dulu sempat meninggalkannya yang akhirnya mencari jodoh di tempat fenomenal ini.
Cathy menyadari sepupunya sedang melamun, pandangan mata Bonnie seketika kosong. "Tak usah memikirkan mantan kekasihmu itu, mungkin dia datang bukan untukmu, bisa jadi ada nama lain yang ia inginkan."
Seketika Bonnie tersadar dari lamunan. Kemudian mengangguk pelan, menepis satu persatu pertanyaan juga ketakutan dalam pikirannya.
Cathy meminta Bonnie kembali fokus pada tujuan mereka dan mengikuti urutan ritual yang diatur oleh sang juru kunci. Pejamkan mata dan berdoa seraya menyebut nama pria yang diinginkan. Entah, saat ini hanya nama Neil yang muncul di momen ini.
Bonnie menaiki anak tangga sambil membawa lilin lalu berjalan pelan dan berhenti tepat di depan patung simbol Pangeran Faelwen dan Putri Anya. Mengambil posisi bersimpuh, kemudian tepekur untuk beberapa saat. Perempuan 28 tahun itu berusaha mengkhidmadkan diri. Berupaya membayangkan wajah-wajah pria menarik yang pernah dikenalnya, namun seketika nama-nama mereka raib dari ingatan. Ia merasakan keningnya keringat dingin, ditambah lagi justru wajah Neil yang tak bisa keluar dari dalam otaknya.
*
Dua tahun berlalu, keluarga besar Campbell kembali berkumpul. Namun kali ini bukan untuk mengenang mendiang Tom Campbell, kakek mereka. Melainkan untuk sebuah perhelatan sederhana, Neil dan Bonnie resmi menikah. Setelah berwarsa-warsa, kediaman Bonnie Campbell didatangi tamu lagi. Motu Alofa makin diyakini sebagai tempat para lajang menemukan jodohnya.
Catriona muncul sebagai tamu terakhir beserta suami dan dua remaja kembarnya. Wajahnya berbinar melihat Neil sudah membersamai sepupu tercintanya.