Mohon tunggu...
Ajeng Leodita Anggarani
Ajeng Leodita Anggarani Mohon Tunggu... Lainnya - Karyawan

Belajar untuk menulis. Menulis untuk belajar.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Kotekatrip-25: Menjejak Haru di Bekas Kediaman Laksamana Tadashi Maeda

13 Agustus 2024   10:59 Diperbarui: 13 Agustus 2024   11:00 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dua tahun belakangan museum bukan lagi hal asing bagi saya. Terutama setelah mengenal Komunitas Traveller Kompasiana (Koteka), sebuah komunitas yang mengumpulkan para pegiat Kompasiana yang hobi jalan-jalan baik dalam mau pun luar negeri.

Seperti yang kita ketahui bersama, tanggal 17 Agustus 2024 mendatang, bangsa Indonesia akan merayakan hari ulang tahun kemerdekaan yang ke-79. Untuk meramaikan perayaan tersebut, salah satu agenda yang diadakan oleh komunitas yang digawangi oleh Mbak Gaganawati Stegmann ini adalah Walking Tour Napak Tilas Detik -Detik Kemerdekaan. Di mana kami para peserta diajak jalan kaki menyusur sejumlah lokasi bersejarah yang ada di sepanjang area elit Menteng -- Cikini, Jalarta Pusat.

Walking Tour ini bukan hanya event dari Koteka melainkan juga sebagai agenda tahunan dari komunitas Wisata Kreatif Jakarta (WKJ) yang dipunggawai oleh Kompasianer Ira Lathief. Koteka berkolaborasi dengan WKJ yang sesuai dengan jargonnya sebagai Jakarta Tours and Virtual Tours Specialist yang akan memandu kami para peserta sepanjang mengikuti tour ini. Masing-masing kelompok akan dipandu oleh seorang tour-guide yang sangat informatif dalam memberikan kami pengetahuan lebih detil tentang lokasi-lokasi yang kami datangi.

Walking Tour Napak Tilas tahun ini tak hanya kolaborasi Koteka dan WKJ saja, lho. Ada tamu spesial yang akan mengiringi perjalanan kami dengan kesegarannya. Country Choice, minuman real jus yang kaya manfaat untuk memenuhi kebutuhan nutrisi harian kita, dengan cara yang praktis dan hemat.

Ok, kita mulai aja turnya, yuk.

Sabtu pagi, 10 Agustus 2024, kami semua berkumpul di Museum Perumusan Naskah Proklamasi. Bangunan berlantai dua itu terletak di Jl. Imam Bonjol No.1, RT.9/RW.4, Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat.

Kurang lebih 30-40 peserta berkumpul di sana. Beberapa di antaranya adalah Wijaya Kusuma "Om Jay", Om Rahab Ganendra, Om Sutiono Gunadi, Pak Bambang, Ibu Muthiah Alhasany, Bunda Elisa Koraag, dan saya tentunya.

Koleksi WKJ
Koleksi WKJ

Sebelum mulai menjelajahi Munasprok semua peserta diajak menikmati segarnya minuman sari buah Country Choice dulu yang memiliki manfaat untuk membuat tubuh lebih berenergi.

Koleksi WKJ
Koleksi WKJ

Waktu terus berjalan, kami pun diajak masuk ke Munasprok. Ditemani oleh Mbak Incess dari WKJ kami mulai berjelajah di bekas kantor asuransi pertama di Indonesia "Jiwasraya" itu.

Perumusan Naskah proklamasi terjadi di sana ketika bangunan itu menjadi kediaman Laksamana Tadashi Maeda, seorang perwira tinggi Angkatan Laut Kekaisaran Jepang di Hindia Belanda pada masa Perang Pasifik.

Kok bisa seorang Jepang yang kala itu menduduki Indonesia mau dengan sukarela mempersilakan rumahnya untuk dijadikan tempat perumusan naskah proklamasi negara yang dijajah bangsanya? Kedekatan Tadashi Maeda dengan sejumlah tokoh politik di Indonesia adalah salah satu alasannya. Maeda juga menaruh simpatik pada perjuangan bangsa Indonesia dalam melepaskan diri dari penjajahan oleh negara lain.

Mbak Incess pemandu kami dari WKJ (koleksi pribadi)
Mbak Incess pemandu kami dari WKJ (koleksi pribadi)

Meja Makan tempat diskusi Soekarno, Hatta dan Ahmad Subarjo (foto pribadi)
Meja Makan tempat diskusi Soekarno, Hatta dan Ahmad Subarjo (foto pribadi)

Tak hanya itu, rumah Maeda dianggap sebagai lokasi paling aman dari serangan Jepang, mengingat rumah itu memiliki hak imunitas.

Hak imunitas adalah hak anggota lembaga perwakilan rakyat dan para menteri untuk membicarakan atau menyatakan secara tertulis segala hal di dalam lembaga tersebut tanpa boleh dituntut di muka pengadilan. Selain itu, hak imunitas juga dapat diartikan hak para kepala negara, anggota perwakilan diplomatik untuk tidak tunduk pada hukum pidana, hukum perdata, dan hukum administrasi negara yang dilalui atau negara tempat mereka bekerja atau hak eksteritorial. (mengutip Wikipedia)

Perumusan naskah proklamasi saat itu terjadi di ruang makan Tadashi Maeda. Walau terjadi di rumahnya, namun perwira tinggi Angkatan Laut Kekaisaran Jepang itu tidak ingin ikut campur dalam diskusi antara Soekarno, Hatta dan Achmad Soebardjo. Maeda memilih kembali ke kamar tidurnya dan memberikan waktu pada 3 tokoh penting Indonesia tersebut untuk menyelesaikan permasalahan bangsanya.

Tur dilanjutkan ke beberapa titik lain di bangunan dengan lahan seluas 3.914m2 itu. Salah satunya adalah bunker yang terletak di halaman belakang. Saya mendapat kesempatan untuk masuk dalam ruang bawah tanah berukuran 4x2 meter tersebut yang menurut infonya dahulu difungsikan untuk menyimpan arsip/dokumen penting milik Jepang dan juga menjadi tempat persembunyian. Tak ada benda penting di dalam sana. Justru saya kesal karena mendapati bekas sendok plastik yang sedikit merusak kebersihan ruang itu.

Masuk dalam bunker (foto pribadi)
Masuk dalam bunker (foto pribadi)

Bagian dalam bunker (foto pribadi)
Bagian dalam bunker (foto pribadi)

Kelompok kami pun digiring Mbak Incess ke lantai 1, ruang kamar tidur Tadashi Maeda. Setahun lalu lantai 1 masih dalam proses renovasi sehingga pengunjung masih belum bisa mengaksesnya. Beruntungnya di tahun ini, ruangan itu sudah siap untuk menyambut para pengunjungnya.

Ada tiga ruangan di lantai atas. Yang semula adalah kamar tidur, sekarang difungsikan sebagai ruang pameran barang-barang peninggalan. Walau tak banyak koleksinya namun cukuplah mejadi ikon bahwa ruangan itu menjadi salah satu bukti sejarah bahwa bangunan ini bukan bangunan biasa.

Tas Kulit milik Suwiryo, Wakil Walikota Pertama Jakarta (foto pribadi) 
Tas Kulit milik Suwiryo, Wakil Walikota Pertama Jakarta (foto pribadi) 

Perangko Konferesi Malino (foto pribadi)
Perangko Konferesi Malino (foto pribadi)

Buku Republik Indonesia Sulawesi tahun 1953 (foto pribadi)
Buku Republik Indonesia Sulawesi tahun 1953 (foto pribadi)

Buku Republik Indonesia Kalimantan tahun 1953 (foto pribadi
Buku Republik Indonesia Kalimantan tahun 1953 (foto pribadi

Setelah puas berfoto, kami kembali ke lantai bawah di mana pengunjung bisa masuk ke dalam ruang film dan menonton sejarah singkat tentang Jepang yang sempat menduduki Indonesia namun akhirnya menjadi saksi bagaimana bangsa hebat ini akhirnya merdeka.

Selain ruang tamu dan ruang makan, di lantai bawah juga terdapat ruangan di mana naskah proklamasi diketik. Dalam ruang tersebut terdapat diorama Sayuti Melik yang tengah duduk sambil mengetik naskah proklamasi yang sebelumnya ditulis tangan oleh Soekarno. Beberapa kalimat juga diubah oleh Sayuti Melik demi menyempurnakan naskah yang dibacakan di tanggal 17 Agustus 1945 itu.

Salah satunya adalah penulisan "Djakarta, 17-8-'05" yang kemudian diubah menjadi "Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05." Termasuk penulisan Atas Nama Bangsa Indonesia yang sebelumnya ditulis Soekarno dengan wakil-wakil bangsa Indonesia.

Diorama Sayuti Melik ketika mengetik naskah proklamasi (foto pribadi)
Diorama Sayuti Melik ketika mengetik naskah proklamasi (foto pribadi)

Bukan tanpa alasan para tokoh kemerdekaan menunjuk Sayuti Melik untuk mengetik naskah proklamasi, beliau memang sudah terbiasa dengan dunia literasi. Hobinya sejak usia belasan adalah membaca majalah Islam Bergerak. Beliau kerap menulis tentang politik yang akhirnya membuat dirinya seringkali dipenjarakan oleh pemerintah Belanda kala itu. Kecintaannya pada dunia literasi dan ingin menyuarakan semangat bangsa Indonesia, membuat Sayuti Melik dan istrinya, SK Trimurti, di tahun 1938 mendirikan surat kabar Pesat di Semarang.

Di depan ruang ketik naskah proklamasi, kita akan menemukan sebuah piano hitam tempat Soekarno menandatangani naskah proklamasi. Sebagai benda bersejarah tentunya pengunjung dilarang memainkan piano itu.

Di lantai yang sama, terdapat Hal atau ruang besar di mana saat malam perumusan naskah proklamasi kala itu ruangan ini adalah tempat berkumpulnya para golongan muda yang ikut mendukung kemerdekaan bangsa ini dan salah satunya adalah Sukarni. Sukarni mewakili beberapa pihak menyarankan agar naskah proklamasi hanya ditandatangi oleh Soekarno dan Hatta sebagai perwakilan bangsa Indonesia.  

Ruang besar (Hal) koleksi pribadi
Ruang besar (Hal) koleksi pribadi

Museum ini juga dilengkapi dengan ruang pemutaran film. Sebagai informasi penting, selama pemutaran film, pengunjung dilarang untuk merekam apapun. Di dalam sana kita akan disuguhkan sebuah film pendek bagaimana proses menuju kemerdekaan Indonesia. Dipaparkan dalam film pendek tersebut, insiden Bom Hiroshima (6 Agustus 1945) dan Nagasaki (9 Agustus 1945) yang dilakukan oleh AS benar-benar melumpuhkan kekuatan Jepang karena lokasi tersebut adalah tempat menampung logistik perang Jepang. Kondisi Jepang yang carut marut yang menimbulkan kekosongan kekuasaan di Indonesia dan hal ini dimanfaatkan oleh para tokoh bangsa dan menjadi pecutan bagi Bangsa Indonesia untuk bergerak cepat merealisasikan kemerdekaan.

Walau tidak sampai satu jam berada di Munasprok, tapi kami merasa tur ini menimbulkan rasa haru yang mendalam. Kami benar-benar diajak untuk memahami situasi dan kondisi di masa itu. Itulah alasan mengapa bangunan-bangunan bersejarah kemudian dijadikan museum itu wajib dilestarikan keberadaannya. Tak cukup hanya dilestarikan, tapi museum juga wajib dikunjungi. Hal itu menjadi salah satu cara agar bangsa ini tidak melupakan proses perjuangan para pahlawan yang menjadi cikal bakal negara ini maju seperti sekarang.

Jangan biarkan generasi penerus kita tidak mengenal jati diri dan sejarah bangsanya. Bapak proklamator kita, Ir. Soekarno pernah mengeluarkan semboyanya "JASMERAH" yang merupakan kepanjangan dari "jangan sekali- kali melupakan sejarah.

Akhir kata saya ucapkan terima kasih pada Koteka, Wisata Kreatif Jakarta dan juga Country Choice untuk kesempatannya.

Sampai jumpa di tur-tur berikutnya.

sumber WKJ
sumber WKJ

Salam sayang,

Ajeng Leodita

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun