*
Di sebuah malam, aku punya kesempatan berbincang dengan Galuh. Gadis ceria itu kadang punya sisi pendiam di saat-saat tertentu.
"Kamu sudah berapa lama di sini, Luh?" tanyaku membuka percakapan.
"Kurang lebih 2 tahun."
"Betah?"
"Bagiku, ini sebuah kewajiban. Betah atau tak betah itu bukan lagi sebuah pilihan. Kau bagaimana?"
"Ya, 3 bulan pertama ini rasanya memang cukup berat, namun aku sudah memilih keputusan ini. Aku merasa seperti menemukan orang tuaku di sini,"
"Apa kau tak hidup bersama mereka?" keningnya berkerut.
"Aku besar di panti asuhan, aku tak kenal siapa ayah dan ibuku, Luh. Tapi aku tak pernah benci pada mereka, pasti mereka punya alasan menitipkanku di panti itu,"
Galuh terdiam sambil terus menatapku dengan sayu.
Sebenarnya aku kurang suka membahas tentang kehidupan masa kecilku di panti. Hal itu kadang terlihat seperti menjual kesedihan. Namun, aku benar-benar tak merasa sedih pernah hidup bersama orang-orang yang sebelumnya tak pernah kukenal. Sungguh aku tak sedih, hanya semakin usiaku bertambah besar, rasa ingin menemukan kembali kedua orang tua kandungku semakin membuncah.