Bangunan inti masjid tidak terlalu besar, hanya berukuran sekitar 12x12 meter persegi dengan daya tampung untuk 150 orang jamaah. Seiring tahun, ditambahkan sebuah bangunan sebagai tempat khusus sholat wanita yang berukuran lebih kecil.
Sama halnya dengan keberadaan sosok Si Pitung, tak ada yang benar-benar bisa memastikan kapan masjid ini dibangun.
Sore lalu kami bertemu dengan Bapak Kusnadi sebagai pengurus Masjid Al-Alam, beliau menjelaskan sejarah pembangunan masjid ini berdasarkan kisah-kisah para orang tua yang hidup di tanah Marunda.
Menurutnya, ada dua versi pembangunan masjid ini.Â
Versi pertama, masjid ini dibangun oleh pasukan Mataram yang datang ke Marunda. Pasukan tersebut dipimpin oleh Sultan Agung.
Awalnya bangunan ini diperuntukkan untuk tempat persinggahan pasukan Mataram. Marunda sendiri singkatan dari Markas Penundaan. Karena tempat ini merupakan markas yang dipakai untuk mengatur taktik perang dan tempat peristirahatan para pasukan.
Namun kemudian dialihfungsikan menjadi masjid yang kemudian diberi nama Al-Auliya atau Wali. Hal ini dikarenakan masjid ini dibangun oleh pasukan mataram pimpinan Sultan Agung yang dianggap sebagai wali oleh para ulama karena kontribusinya dalam penyebaran agama Islam. Setelah bangunan ini disahkan oleh gubernur Ali Sadikin pada tahun 1972, namanya kemudian diubah menjadi Al-Alam.
Versi kedua, Masjid ini dibangun oleh pasukan Fatahillah pada abad ke-16.
Proses pembangunannya pun dikatakan ghaib, karena hanya memakan waktu satu hari saja.
Makam-makam di Masjid Al-Alam