*
Ibu sedang ada arisan di rumah Bu RT sore itu, sehingga aku punya kesempatan berdua saja hanya dengan kakung. Dari dulu kakung selalu bilang ia sudah tahu bagaimana masa depanku, aku merasa sepertinya aku harus cari tahu apa yang melatarbelakanginya mengatakan itu.
"Kung, Amara mau tanya, boleh?"
"Kenapa, Nduk?"
"Kenapa Kakung selalu bilang sudah tahu bagaimana masa depanku?"
"Hitungan wetonmu menunjukkan itu. Makanya Kakek nggak pernah memaksa seperti ibumu supaya prestasimu bagus, memang sudah bawaanmu begitu," pungkasnya.
"Jumat Wage itu sering sial, kurang cerdas. Makanya Kakung dan ibumu harus benar-benar menjagamu,"
Aku terdiam, dibuat skak mat oleh kakek sendiri itu rasanya seperti tersambar petir di musim kemarau berkepanjangan.
*
Seminggu sebelum ulang tahun ke-17, aku dan ibu sudah sepakat akan merayakannya di hari Sabtu, karena bertepatan dengan tanggal kelahiranku 13 Oktober. Daftar nama teman-teman yang akan ku undang sudah kuserahkan pada ibu. Namun tiba-tiba kakung muncul dengan kata-katanya yang membuatku kesal setengah mati.
"Nggak boleh Sabtu, Sur. Buat di hari Senin saja, sudah Bapak hitung-hitung sesuai weton Amara, hari baiknya di tanggal 15 Oktober."