Mohon tunggu...
Ajeng Leodita Anggarani
Ajeng Leodita Anggarani Mohon Tunggu... Lainnya - Karyawan

Belajar untuk menulis. Menulis untuk belajar.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Perundungan di Sekolah Bukan Hanya Antar Siswa, Lho?

29 Oktober 2023   14:54 Diperbarui: 1 November 2023   17:05 734
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi perundungan | sumber: shutterstock

Trauma itu berjalan sampai hampir 2 tahun, di mana seharusnya dia sudah masuk SD pada usia 7 tahun tapi malah baru dilakukan saat dia usia 8 tahun. 

Saya masih mencoba terus untuk membuatnya punya semangat untuk sekolah lagi. Untungnya rumah kami yang sekarang posisinya dekat dengan salah satu SD Negeri. Kebetulan juga ada keponakan saya yang juga bersekolah di sana. Mantap sudah saya menyekolahkan Toby di sana, hal itu pun didukung dengan pendekatan yang dilakukan sepupunya agar dia mau mulai sekolah lagi.

Dan berhasil. Toby mulai mau sekolah, bahkan bangun pagi pun tak menunggu ada yang membangunkan. 

Di masa awal tahun saya masih ketar ketir hal yang sama terjadi lagi, saya takut anak saya kembali trauma, namun ternyata tidak, karena wali kelasnya ternyata memang guru Bahasa Inggris, sehingga apa yang sekiranya Toby tidak mengerti atau tidak paham, wali kelasnya bisa menjelaskan dalam Bahasa Inggris, yang menurut anak saya lebih mudah. 

Wali kelasnya pun setiap hari memberikan laporan melalui pesan singkat, mengabarkan perkembangan Toby dan juga mengingatkan saya dan papanya untuk lebih sering membiasakannya berbahasa. Memang dalam berkomunikasi Toby masih sulit, masih pasif di kelas, lebih banyak diam dan menyendiri, walaupun dalam menangkap pelajaran ia bisa dikatakan cukup baik, bahkan di atas rata-rata. Hal ini sebenarnya belum cukup membuat saya lega, karena yang lebih saya harapkan adalah dia bisa berkomunikasi dengan teman-temannya.

Kabar tentang Toby yang tidak punya ijazah TK, masuk sekolah di usia yang terlambat, dan bisa berbahasa Inggris itu sampai pula ke kumpulan wali murid di kelas. Ternyata anak mereka kerap bercerita pada orang tuanya perihal Toby yang terkesan pendiam di kelas karena Toby nggak bisa Bahasa Indonesia. 

Istilah "nggak bisa" dan "belum bisa" tentunya berbeda makna, tapi berhubung yang menyampaikan adalah anak SD kelas 1 jadi ya saya wajarkan. Alih-alih mendapat dukungan dari wali murid lain, berganti saya yang mendapatkan perundungan itu.

"Harusnya Toby nggak sekolah di sini, di sekolah internasional sana."

"Makanya jangan sok pake anak dibiasain Bahasa Inggris, sekarang susah sendiri,"

"Cari duit lebih rajin lagi, kasian tuh anak kena imbasnya,"

Lagi-lagi saya cuma bisa mengelus dada mendapati kalimat-kalimat itu tertuju pada saya. Ya, kalimat-kalimat pedas itu memang ada benarnya. Seharusnya saya begini, seharusnya saya begitu, tapi ternyata kondisinya kan begini, nggak begitu. Ya, nggak? Hehehe.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun