Tuntutan dari Babo terus dilakukan teman-temannya setiap hari. Jangan sampai ada kelompok lain yang berhasil mengambil jatah mereka.
Sampai akhirnya ...
Menjelang petang seluruh bekantan kembali ke titik kumpul. Beberapa di antaranya tampak kesakitan seraya mengelus perutnya. Melihat kondisi itu, Sang Babo kebingungan.Â
"Ada apa ini? Apa yang terjadi dengan kalian?"
"Kami kekenyangan, perut kami sakit sekali, Sang Babo,"
"Kami makan semuanya sampai habis, kami mengikuti semua arahanmu, tapi akhirnya perut kami terasa mau pecah,"
Babo bergeming, ia merasa ada yang salah dengan perintahnya. Lubi yang berdiri di sebelahnya menatapnya dalam-dalam.
"Kenapa kau melihatku seperti itu?" Nada suara Babo meninggi. "Kau ingin menyalahkanku? Aku pemimpin kalian, aku tak pernah salah." Lanjut Babo lagi dengan berapi-api.
Lubi menarik napas dalam-dalam. Ia tak ingin terpancing sikap Babo yang sangat angkuh. Lubi memilih untuk menjauhi Babo untuk sementara waktu, sampai sahabatnya itu benar-benar tenang dan menyadari kesalahan yang sudah ia lakukan.
*
Sepanjang malam Babo tak bisa tidur. Ia terus memikirkan beberapa bekantan dalam kelompoknya yang merasa kesakitan. Tiada yang menemaninya bicara malam itu, teman-temannya mungkin marah, mungkin pula sudah sangat membencinya.