Datangnya warga kota ke desa sedikit banyak akan mempengaruhi bahasa dan budaya masyarakat setempat apalagi jika ini akan berlangsung lama.
Percakapan loe-gue, gue-loe, seringkali ditemukan di sudut-sudut jalan, yang seketika menimbulkan asumsi, itu adalah wisatawan yang berliburkah? Atau orang Jogja asli yang cara berbahasanya sudah mulai tidak njawani?Â
Desa identik dengan ketenangan, apa bisa tetap tenang dengan munculnya penduduk kota yang datang secara berbondong-bondong?
Menurut hemat saya, sebelum melakukan gentrifikasi ada baiknya mempertimbangkan keputusan dari berbagai aspek.
Pelaku gentrifikasi itu sendiri sebaiknya perbanyak menggali informasi tentang daerah tujuan. Kedatangan anda akan menguntungkan atau malah merugikan. Cari banyak alternative sehingga gentrifikasi yang diharapkan tidak menimbulkan issue di belakang.
Pihak pemerintah daerah setempat juga diharapkan untuk lebih aware pada areanya. Jangan abaikan warga asli, jangan sampai modernisasi menghilangkan jati diri daerah sendiri. Jangan hanya pendapatan daerah yang dipikirkan namun lihat sisi kerugian yang mungkin muncul setelah kebijakan.
Poin-poin tersebut hanya buah pikiran saya, bukan berarti ini adalah bentuk penolakan atau ketidaksepakatan dengan munculnya fenomena gentrifikasi ini. Sekadar sharing boleh, kan?
Salam sayang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H