Mohon tunggu...
Ajeng Leodita Anggarani
Ajeng Leodita Anggarani Mohon Tunggu... Lainnya - Karyawan

Belajar untuk menulis. Menulis untuk belajar.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Fenomena Gentrifikasi, Jangan Asal Pilih Lokasi

16 September 2023   11:36 Diperbarui: 22 September 2023   02:45 892
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta. (Sumber: UNSPLASH/jauzax via kompas.com)

Industri yang sedang bekembang saat ini adalah makanan. Datangnya orang kota yang secara berjamaah ingin tinggal di desa memunculkan aroma bisnis yang kental sehingga mampu menarik pihak-pihak yang hobi berbisnis untuk memanfaatkan kondisi ini. 

Sejumlah tempat kuliner dibuka, makanan yang disediakan beraneka ragam yang biasanya justru bukan khas Jogja. Tercatat jumlah restoran yang ada di Kota Jogja di tahun 2023 ini mencapai 105 unit yang terdaftar di Bappeda. 

Orang Jogja yang merasa penasaran cenderung akan lebih memilih makanan yang tidak biasa. Apalagi jika sudah dibumbui kalimat marketing seperti "Pertama kali di Jogja, Iga Badak Saus Mentai" atau "Jadilah yang pertama mencoba Dimsum isi petasan, sekali gigit meledakkkk".

Hal-hal semacam ini yang membuat pengusaha lokal tersisih secara perlahan. Omset harian tidak berimbang dengan operasional yang dikeluarkan.

Lapak-lapak angkringan yang kerap memarkir gerobaknya di trotoar jalan tergerus lahan parkir dari gerai-gerai makanan asing.

Penentuan harga jual pun jelas tidak akan mengikuti daya beli masyarakat asli yang UMR nya sendiri hanya kisaran 2,3 juta saat ini. Hal itu jelas hanya memanjakan sebelah pihak. 

Walaupun tidak merugikan pihak lain namun munculnya kesenjangan sosial antara pendatang dan warga asli akan menciptakan gap yang efeknya bisa bermacam-macam.

Lapangan Kerja Melebar, Yakin Warga Lokal Kebagian?

Entah ini anggapan saya karena pengalaman atau memang momok yang tumbuh dalam masyarakat daerah. Dalam sebuah perusahaan, orang yang datang dari daerah biasanya jarang diapresiasi. 

Berbeda jika yang dari kota datang ke desa, seakan-akan sudah ada hukum alam yang mengatur bahwa orang kota pasti memiliki kemampuan yang jauh lebih baik. 

Saat saya bekerja di sebuah perusahaan telekomunikasi yang saat itu sedang menjalankan projek dari pemerintah di salah satu daerah di timur Indonesia, orang-orang yang direkrut diambil dari Jakarta. 

Entah apa yang jadi pertimbangannya. Padahal jika mempekerjakan SDM lokal otomatis gajinya pun sesuai dengan UMR area setempat. Tidak perlu ada biaya untuk tiket keberangkatan dan kepulangan.

Desa yang Mulai Kehilangan Jati Diri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun