"Sama, aku juga berpikir tentang itu. Indonesia belum welcome dengan orang-orang seperti kita, masih dianggap zombie di negeri sendiri,"
"Mantanmu yang menularkan ini padamu, bagaimana kabarnya?"
"Entahlah, mungkin sudah mati. Ia kembali ke negaranya sejak dia tahu kami sama-sama akan mati dengan virus memalukan ini,"
Namun, kekhawatiran itu justru membuat hubungan Meni dan Moko menjadi semakin kuat dan dekat. Jika Moko dapat jadwal check up, Meni menemani. Begitu pun sebaliknya. Jika Moko membutuhkan model untuk dilukis, Meni rela menjadi model cuma-cuma. Saat Meni ada panggilan menyanyi di acara resepsi, Moko mengantar dan menjemputnya dengan senang hati. Sampai akhirnya Moko melamar Meni dalam sebuah makan malam di pinggir jalan.
"Rasanya waktunya sudah cukup,"Â ucap Moko.
"Apa?"
"Mau nggak kamu nikah sama aku?"
Meni tak menjawab, hanya air mata yang menggenang di matanya yang berbinar mampu terbaca bahwa ia menerima. Sesaat kemudian ada pengamen yang datang, Moko minta dimainkan lagu Perempuan Dalam Pelukan yang seakan pas dengan momen malam itu.
*
Tahun ke-8 pernikahan itu, Meni mengandung. Hal yang sama sekali tak terbayangkan olehnya. Sempat tak yakin pada penjelasan dokter bahwa sangat besar kemungkinan anak-anak dari ODHA akan terinfeksi virus yang sama membuat banyak kekhawatiran memenuhi pikiran. Bagaimana jika anak ini lahir, apakah ia akan terinfeksi juga? Apakah kondisinya normal? Apa dia malu memiliki orang tua berstatus ODHA? Namun, semua ketakutan tergerus cibiran tetangga yang tidak ada matinya.