Mohon tunggu...
Tobi J. Doseng
Tobi J. Doseng Mohon Tunggu... Guru - Biarlah gelas yang kuminum cukup setengah penuh.

Kehormatan terbesar dalam hidup saya adalah jika saya total mencintai diri, keluarga, sesama, dan profesiku. Untuk itu, segala yang bernada positif adalah tamu pertama yang kupersilakan memasuki pikiranku.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Refleksi adalah Nadi Kami

23 Februari 2023   20:11 Diperbarui: 23 Februari 2023   20:14 415
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peserta didik semakin percaya diri untuk terlibat penuh dalam pembelajaran (Dokpri)

Waktu terus berjalan. Peran saya sebagai supervisior saya efektifkan. Monitoring dari luar ruang kelas rutin dilakukan. Pilihan untuk memasuki kelas tertentu dalam durasi empat puluh lima sampai dengan sembilan puluh menit juga dilaksanakan. Semua apa yang dilihat dan yang dirasakan sepanjang kegiatan, dicatat rapi dalam leptopku. 

Bila malam tiba, kubaca kembali semua yang dicatat itu. Ada rasa gembira namun juga ada rasa jengkel. Gembira karena beberapa guru menjalankan pembelajaran dibawah spirit MK begitu konsisten. Jengkel karena perbandingan antara yang mengajar dengan spirit KM tidak seimbang jika dibandingkan dengan yang konvesional.

Apa indikator sampai saya menyebutnya masih konvesional? Arus K13 rupa-rupanya masih begitu kuat menghempas para guru untuk terus berada dalam pusarannya. Tuduhan ini meski terkesan melempar tanggung jawab tetapi hal yang tidak bisa dinafikan adalah K13 telah memosisikan guru sebagai pelaksana kurikulm bukan pemilik atau pembuat kurikulum. Tidak saja itu, ia yang memosisikan guru sebagai satu-satunya sumber pengetahuan bukan sebagai fasilitator dari berbagai sumber pengetahuan.   

Asumsi ini tampak jelas dari kondisi kelas yang dimasuki oleh guru yang berada pada kategori konvesional berikut ini. Pertama, suasana kelas yang kaku dan guru-sentris. Anak-anak diposisikan satu arah. Pandangan mereka terpusat pada satu titik, yaitu meja guru. Mereka begitu kikuk kala guru memasuki kelasnya. Hal ini diperparah oleh senyum keceriaan yang seharusnya diberikan oleh “tamu” untuk “tuan rumah" tidak begitu tampak.

Di titik lain, guru terus berbicara. Sesekali ia menulis di papan. Pertanyaan singkat selalu dilemparnya, “Bisa mengerti?”, setelah ia memberikan penjelasan. Sangat jarang pertanyaan muncul dari siswa. Bahkan beberapa siswa membuka mulut lebar-lebar disertai setitik air mata. Mereka mengantuk. Saat lonceng dibunyikan tanda berakhirnya les, guru pun meninggalkan kelas tanpa kesimpulan apalagi refleksi.

Kedua, materi pembelajaran tidak kontekstual. Ada kegembiraan saat guru begitu bagus memaparkan materi ajarnya. Konten yang disampaikan pun tuntas untuk semua materi yang dia dapat dari buku pegangannya. Ia begitu patuh dengan rancangan pembelajaran yang dimilikinya.

Tetapi itu menyimpan soal. Tanda diam dari peserta didik tidak dibaca oleh guru sebagai sinyal akan sulitnya materi palajaran yang didapatnya. Bahwa apa yang diberikan oleh gurunya masih terlalu jauh dari pengalaman hariannya. Bahwa tidak semua peserta didik memiliki daya tangkap yang sama. Singkatnya, kemasan materi yang disampaiakn guru belum memperhatikan potensi dan karakter dari anak didiknya.

Sayang, semua situasi tersebut belum disadari oleh guru (konvesional) sebagai kondisi tertinggal.

Ambil Tindakan: Refleksi!

Di ruang guru kami mengevaluasi dan berbagi apa yang sudah dilakukan dan menyusun tindakan untuk  langkah yang dipilih (Dokpri)
Di ruang guru kami mengevaluasi dan berbagi apa yang sudah dilakukan dan menyusun tindakan untuk  langkah yang dipilih (Dokpri)

Membiarkan situasi yang dikategorikan tertinggal sebagaimana digambarkan di atas,  sama halnya mengucapkan salam perpisahan untuk K13 tetapi serentak tetap memeluk erat karakternya. Oleh karena itu, agar paradigma K13 bergeser cepat ke paradigam KM maka refleksi adalah jalan taktis yang kami ambil. 

  • Kapan, Apa, dan di Mana Harus Dilakukan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun