Irma mengungkapkan, selama ini para supir truk kontainer sudah terbiasa meminta uang lebih pada pengusaha dengan alasan untuk mempercepat proses pengangkutan.
Uang itulah yang kemudian dibagi kepada petugas operator dengan alasan bagi-bagi rezeki. Meski tindakan tersebut salah, Irma mengatakan bahwa uang tips tidak bisa jadi alasan bagi operator untuk malas bekerja. Karena para operator ini mendapatkan penghasilan dari produktivitas kerjanya. Semakin banyak mereka berproduksi, maka semakin besar premi yang mereka terima. Perhitungan premi ini berdasarkan sistem boxes.
"Tips dari sopir itu tidak penting bagi para operator crane di pelabuhan. Penghasilan mereka sangat tergantung dari jumlah premi yang dihitung per boxes kontainer. Makanya banyak sekali berita yang beredar beberapa hari ini terkait pelabuhan sangat tidak benar alias hoaks," ungkapnya.Â
Irma kemudian menyebut salah satu rekaman video yang menyatakan truk di JICT terbengkalai karena tidak ada operator yang bekerja. Ternyata setelah diteliti, video itu diambil ketika para pekerja sedang menunaikan sholat Jum'at. Di masa rehat sholat Jum'at ini justru dimanfaatkan oleh bagian IT untuk merefresh sistem. Itu sebabnya masyarakat dihimbau agar berhati-hati dalam membuat konten dan menyebarluaskan konten.
"Begitu mudahnya masyarakat membuat konten menjadikan berita benar dan hoax semakin sulit dibedakan. Tapi yang jelas, jika berita di video itu benar pasti pengguna jasa komplain dan produksi turun tajam. Faktanya kegiatan di JICT tetap normal," ujarnya.
Irma menambahkan, penegakan hukum akan menjadi kunci terciptanya efisiensi di pelabuhan. Termasuk praktik pungli di titik-titik tertentu melalui oknum "pak Ogah" yang diduga bekerjasama dengan oknum penegak hukum. Pasalnya banyak kejadian menunjukkan ketika terjadi aksi premanisme dan pemalakan terhadap sopir di jalanan, dilokasi yang sama aparat keamanan justru diam tidak bereaksi. Jika aparat bekerja dengan baik, supir truk tentunya tidak perlu meminta uang lebih ke perusahaan yang kemudian jadi modus pungli.
"Aparat penegak hukum harus duduk bersama dengan pelaku usaha pelabuhan. Jangan asal main comot dan mendakwa. Karena kegiatan pemberian insentif itu baru bisa disebut pungli jika pemberi berkeberatan, tetapi jika yg berinisiatif adalah pemberi apakah itu pungli? Toh di pelabuhan ada CCTV, sehingga inisiator pungli itu bisa dicek fakta aslinya," tegas Irma.
Dilansir dari SUMUT, DETIK.COM Sebuah kejadian mencuat di Deli Serdang, dimana seorang pria bernama Depot Lubis (35) ditangkap oleh polisi karena melakukan tindakan pungutan liar terkait uang retribusi jalan kepada warga di Jalan Karya VII, Kecamatan Sunggal. Video yang merekam aksi Depot tersebut menjadi viral di media sosial, menunjukkan bahwa dia mengenakan kaus dari organisasi masyarakat Pemuda Pancasila (PP) ketika meminta uang kepada para pengendara.Â
Setelah dilakukan penangkapan, Depot mengakui segala perbuatannya sesuai dengan apa yang terlihat dalam video yang beredar luas. Dia mengakui bahwa dia meminta sumbangan dengan jumlah yang diberikan sesuai keikhlasan masing-masing individu. Depot Lubis beralamat di Jalan Karya V, Kecamatan Sunggal, dan penangkapannya dilakukan pada malam hari sekitar pukul 19.30 WIB.
Seorang warga bernama Benry Sagala merekam video tersebut dan menyampaikan bahwa Depot telah melakukan aksinya berkali-kali dengan meminta uang retribusi jalan kepada sopir ekspedisi yang datang ke gudangnya. Benry, yang memiliki usaha barang bekas, merasa terganggu dengan tindakan Depot tersebut. Ia menyebut bahwa mereka telah berusaha menghadapinya secara pribadi untuk menghentikan aksinya. Mereka telah mengatakan kepada Depot bahwa jika dia ingin mendapatkan minuman atau uang untuk merokok, dia bisa datang ke gudang mereka.
Benry juga mengungkapkan bahwa sopir ekspedisi yang datang ke gudang tersebut merasa takut karena tindakan tersebut. Menurut keterangan sopir, Depot meminta uang retribusi sebesar Rp 20.000. Akhirnya, Benry memutuskan untuk merekam video Depot sebagai bukti.