kebijakan, dan prosedur.Â
Birokrasi adalah sistem yang digunakan oleh pemerintah, perusahaan, atau institusi lainnya untuk mengatur dan mengelola tugas, tanggung jawab,Dalam birokrasi, ada aturan dan tingkatan yang harus diikuti oleh anggota organisasi. Setiap anggota memiliki tugas dan peran yang spesifik, dan ada prosedur yang harus diikuti dalam pengambilan keputusan.Â
Meskipun birokrasi memberikan struktur dan stabilitas, namun juga dapat menjadi lambat dan kurang fleksibel. Reformasi birokrasi penting untuk meningkatkan efisiensi dan transparansi dalam pemerintahan dan institusi.
Pungli, merupakan Patologi Birokrasi yang praktek nya sering terjadi di dalam kehidupan bermasyarakat dimana dalam pelaksanaannya tugas dan proses administrasi pemerintahan.Â
Patologi ini melibatkan perilaku koruptif dan tidak etis dari para pejabat atau pegawai publik yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan pribadi secara ilegal. Dampak dari patologi birokrasi pungli ini sangat merugikan masyarakat dan negara
Pungutan liar (pungli) bisa dianggap sebagai salah satu bentuk patologi atau penyimpangan dalam birokrasi. Patologi birokrasi merujuk pada masalah atau gangguan yang terjadi dalam sistem birokrasi yang mengarah pada ketidakberfungsian atau penyimpangan dari tujuan awalnya.Â
Pungli dapat menjadi contoh patologi birokrasi karena melibatkan penyalahgunaan kekuasaan atau kewenangan oleh anggota birokrasi untuk kepentingan pribadi atau untuk memperoleh keuntungan secara ilegal. Praktik pungli melanggar etika dan prinsip integritas yang seharusnya menjadi dasar dari operasi birokrasi yang baik.
Praktik pungli dalam birokrasi dapat merusak reputasi dan efektivitas lembaga tersebut. Hal ini dapat menghambat penyelenggaraan pelayanan publik yang efisien, menghambat kemajuan ekonomi, dan merugikan masyarakat secara luas.
Untuk mengatasi patologi birokrasi seperti pungli, diperlukan upaya pencegahan dan penegakan hukum yang kuat. Reformasi birokrasi, transparansi, partisipasi masyarakat, pengawasan yang ketat, dan pendidikan etika di dalam birokrasi menjadi penting dalam mengatasi patologi seperti pungli dan membangun birokrasi yang sehat dan berintegritas.
Pungutan liar (pungli) merujuk pada praktik korupsi di mana seseorang yang berwenang atau pegawai publik meminta atau memaksa pemberian uang, barang, atau jasa sebagai imbalan atas layanan yang seharusnya mereka lakukan secara bebas atau atas kewajiban mereka. Pungli biasanya terjadi dalam berbagai sektor, seperti pelayanan publik, perizinan, perpajakan, penegakan hukum, pendidikan, dan sektor lainnya.
Praktik pungli dapat merugikan masyarakat karena menambah biaya yang seharusnya tidak perlu dibayar dan dapat menghambat akses ke layanan yang seharusnya tersedia untuk semua orang tanpa diskriminasi. Pungli juga merusak integritas institusi dan mempengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan sistem.
Pemberantasan pungli menjadi fokus penting dalam upaya memerangi korupsi dan meningkatkan tata kelola pemerintahan yang baik. Langkah-langkah pencegahan dan penegakan hukum yang kuat diperlukan untuk mengatasi pungli, termasuk peningkatan transparansi, partisipasi masyarakat, penggunaan teknologi, dan pembentukan lembaga anti-korupsi yang efektif.
Pungli adalah kata lain dari praktik korupsi di mana individu yang memiliki kekuasaan atau kewenangan meminta atau memaksa pemberian uang, barang, atau jasa sebagai imbalan untuk memberikan layanan atau memenuhi kewajiban yang seharusnya mereka lakukan secara bebas atau atas tugas mereka. Pungli biasanya terjadi di berbagai sektor, seperti pelayanan publik, perizinan, pendidikan, perpajakan, penegakan hukum, dan sektor lainnya.
Berikut adalah beberapa contoh praktik pungli:
- Pungli dalam pelayanan publik: Contohnya adalah ketika seorang pegawai di kantor pelayanan publik meminta uang tambahan dari warga untuk mempercepat proses permohonan dokumen resmi, seperti paspor, SIM, atau sertifikat tanah.
- Pungli di sektor pendidikan: Dalam konteks pendidikan, pungli dapat terjadi ketika seorang guru atau staf sekolah meminta uang atau hadiah dari siswa atau orang tua mereka agar mendapatkan perlakuan khusus, nilai yang lebih baik, atau fasilitas tambahan.
- Pungli dalam perizinan dan perpajakan: Contohnya adalah ketika seorang pejabat di lembaga perizinan meminta uang atau gratifikasi untuk memberikan izin usaha atau menghindari penindakan terhadap pelanggaran perpajakan.
- Pungli dalam penegakan hukum: Pungli juga dapat terjadi dalam lingkup penegakan hukum, di mana oknum polisi atau petugas keamanan meminta uang atau barang agar melepaskan seseorang dari hukuman atau menghindari proses hukum.
Praktik pungli merugikan masyarakat karena memperburuk pelayanan publik, meningkatkan biaya hidup, menghambat pembangunan ekonomi, dan mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap institusi dan pemerintah. Oleh karena itu, pemberantasan pungli menjadi penting dalam upaya memerangi korupsi dan membangun tata kelola yang baik dalam pemerintahan dan institusi.
Dilansir (KOMPAS.com) adanya kasus dugaan pungutan liar (pungli) dalam distribusi bantuan sosial di beberapa wilayah di Jakarta dan Depok. Dalam kasus pertama, seorang ketua RT di Jakarta Pusat diduga melakukan pungli dengan mengutip Rp 10.000 dari setiap penerima bantuan. Inspektorat sedang melakukan pemeriksaan terhadap dugaan tersebut. Pemerintah kota menegaskan bahwa penyaluran bantuan sosial tidak boleh dipungut biaya apapun.
Sementara itu, dalam kasus lain di Depok, Ketua RW mengklarifikasi bahwa pungutan yang dilakukan bersifat sukarela dan diperuntukkan untuk perbaikan ambulans warga yang mengalami kerusakan. Namun, setelah kasus tersebut menjadi sorotan, uang yang terkumpul dikembalikan kepada masing-masing keluarga penerima bantuan.
Selain itu, ada juga laporan aduan terkait praktik pungli dalam penerimaan bansos di Kota Tangerang. Polisi sedang menyelidiki dugaan penyelewengan dana dalam kasus tersebut. Pemerintah kota telah menyediakan layanan pengaduan bagi penerima bantuan yang menjadi korban pungli.
Kasus-kasus ini menunjukkan bahwa masih ada praktik pungli dalam distribusi bantuan sosial di beberapa wilayah. Hal ini memperlihatkan adanya penyimpangan dalam sistem distribusi yang memperburuk pelayanan publik, meningkatkan biaya hidup, menghambat pembangunan ekonomi dan mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap institusi dan pemerintah, yang seharusnya bertujuan untuk membantu masyarakat yang membutuhkan.
Dilansir dari LIPUTAN6.COM Komisaris Independen PT Pelindo I, Irma Suryani Chaniago menegaskan bahwa penegakan hukum akan menjadi kunci dalam pemberantasan pungutan liar (pungli) dan aksi premanisme yang masif terjadi di berbagai pelabuhan di Indonesia.
Pasalnya praktik pungli sesungguhnya sudah mengakar bertahun-tahun dan melibatkan banyak pihak. Termasuk aparat, pengguna jasa hingga level terbawah yaitu penjaga pintu masuk pelabuhan.
"Modusnya beragam. Supir truk bisa minta uang tambahan dari perusahaannya dengan alasan agar kontainer cepat keluar. Padahal pelabuhan melakukan semua gerakan lift on dan lift off, sudah terstruktur melalui sistem IT yang terintegrasi. Jadi tanpa harus diberi tip pun sebenarnya kontainer yang keluar masuk sudah di plan oleh perusahaan," tegas Irma melalui keterangan resmi, Senin (14/6/2021).
Irma mengungkapkan, selama ini para supir truk kontainer sudah terbiasa meminta uang lebih pada pengusaha dengan alasan untuk mempercepat proses pengangkutan.
Uang itulah yang kemudian dibagi kepada petugas operator dengan alasan bagi-bagi rezeki. Meski tindakan tersebut salah, Irma mengatakan bahwa uang tips tidak bisa jadi alasan bagi operator untuk malas bekerja. Karena para operator ini mendapatkan penghasilan dari produktivitas kerjanya. Semakin banyak mereka berproduksi, maka semakin besar premi yang mereka terima. Perhitungan premi ini berdasarkan sistem boxes.
"Tips dari sopir itu tidak penting bagi para operator crane di pelabuhan. Penghasilan mereka sangat tergantung dari jumlah premi yang dihitung per boxes kontainer. Makanya banyak sekali berita yang beredar beberapa hari ini terkait pelabuhan sangat tidak benar alias hoaks," ungkapnya.Â
Irma kemudian menyebut salah satu rekaman video yang menyatakan truk di JICT terbengkalai karena tidak ada operator yang bekerja. Ternyata setelah diteliti, video itu diambil ketika para pekerja sedang menunaikan sholat Jum'at. Di masa rehat sholat Jum'at ini justru dimanfaatkan oleh bagian IT untuk merefresh sistem. Itu sebabnya masyarakat dihimbau agar berhati-hati dalam membuat konten dan menyebarluaskan konten.
"Begitu mudahnya masyarakat membuat konten menjadikan berita benar dan hoax semakin sulit dibedakan. Tapi yang jelas, jika berita di video itu benar pasti pengguna jasa komplain dan produksi turun tajam. Faktanya kegiatan di JICT tetap normal," ujarnya.
Irma menambahkan, penegakan hukum akan menjadi kunci terciptanya efisiensi di pelabuhan. Termasuk praktik pungli di titik-titik tertentu melalui oknum "pak Ogah" yang diduga bekerjasama dengan oknum penegak hukum. Pasalnya banyak kejadian menunjukkan ketika terjadi aksi premanisme dan pemalakan terhadap sopir di jalanan, dilokasi yang sama aparat keamanan justru diam tidak bereaksi. Jika aparat bekerja dengan baik, supir truk tentunya tidak perlu meminta uang lebih ke perusahaan yang kemudian jadi modus pungli.
"Aparat penegak hukum harus duduk bersama dengan pelaku usaha pelabuhan. Jangan asal main comot dan mendakwa. Karena kegiatan pemberian insentif itu baru bisa disebut pungli jika pemberi berkeberatan, tetapi jika yg berinisiatif adalah pemberi apakah itu pungli? Toh di pelabuhan ada CCTV, sehingga inisiator pungli itu bisa dicek fakta aslinya," tegas Irma.
Dilansir dari SUMUT, DETIK.COM Sebuah kejadian mencuat di Deli Serdang, dimana seorang pria bernama Depot Lubis (35) ditangkap oleh polisi karena melakukan tindakan pungutan liar terkait uang retribusi jalan kepada warga di Jalan Karya VII, Kecamatan Sunggal. Video yang merekam aksi Depot tersebut menjadi viral di media sosial, menunjukkan bahwa dia mengenakan kaus dari organisasi masyarakat Pemuda Pancasila (PP) ketika meminta uang kepada para pengendara.Â
Setelah dilakukan penangkapan, Depot mengakui segala perbuatannya sesuai dengan apa yang terlihat dalam video yang beredar luas. Dia mengakui bahwa dia meminta sumbangan dengan jumlah yang diberikan sesuai keikhlasan masing-masing individu. Depot Lubis beralamat di Jalan Karya V, Kecamatan Sunggal, dan penangkapannya dilakukan pada malam hari sekitar pukul 19.30 WIB.
Seorang warga bernama Benry Sagala merekam video tersebut dan menyampaikan bahwa Depot telah melakukan aksinya berkali-kali dengan meminta uang retribusi jalan kepada sopir ekspedisi yang datang ke gudangnya. Benry, yang memiliki usaha barang bekas, merasa terganggu dengan tindakan Depot tersebut. Ia menyebut bahwa mereka telah berusaha menghadapinya secara pribadi untuk menghentikan aksinya. Mereka telah mengatakan kepada Depot bahwa jika dia ingin mendapatkan minuman atau uang untuk merokok, dia bisa datang ke gudang mereka.
Benry juga mengungkapkan bahwa sopir ekspedisi yang datang ke gudang tersebut merasa takut karena tindakan tersebut. Menurut keterangan sopir, Depot meminta uang retribusi sebesar Rp 20.000. Akhirnya, Benry memutuskan untuk merekam video Depot sebagai bukti.
Dalam kasus ini, Benry berharap agar pihak keamanan dapat mengambil tindakan tegas terhadap tindakan pungutan liar yang dilakukan oleh Depot Lubis. Menurutnya, Depot perlu mendapatkan pembinaan agar memahami bahwa tindakan pungutan liar yang dilakukannya tidak sah dan tidak benar. Kasus ini menjadi perhatian publik karena melibatkan pungutan liar yang dilakukan oleh individu yang mengaku terkait dengan organisasi masyarakat. Pihak kepolisian akan melanjutkan proses penyelidikan dan menindaklanjuti kasus tersebut sesuai dengan hukum yang berlaku.
Dilansir dari (SEMARANGKOTA.GO.ID) Pada tahun 2022, Tim Sapu Bersih (Saber) pungutan liar (pungli) mencatat temuan kasus pungli di Kota Semarang yang paling tinggi berasal dari sektor parkir. Tim Saber Pungli Kota Semarang menerima delapan laporan kasus pungli dari sektor parkir, dari total 13 laporan kasus yang diterima. Lima kasus lainnya mencakup pungli dalam pengurusan setifikat, pengurusan IMB, pembangunan balai warga, sumbangan sekolah, dan tiket masuk Marina.Yuswanto Ardi, Ketua Pelaksana 1 Tim Saber Pungli Kota Semarang, menyatakan bahwa beberapa laporan tidak terbukti sebagai pungli setelah dilakukan tindak lanjut oleh tim. Salah satunya adalah pengurusan sertifikat melalui program pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL), yang merupakan pungutan yang disepakati oleh warga. Ada juga laporan yang tidak dapat diteruskan karena pelapor tidak dapat dihubungi, seperti laporan sumbangan sekolah. Namun, laporan mengenai pungli dalam kasus parkir telah terbukti dan telah dilakukan tindakan penindakan.
Tim Saber Pungli berupaya melakukan sosialisasi kepada masyarakat dan instansi yang memberikan pelayanan publik. Melalui sosialisasi ini, diharapkan dapat meminimalkan praktik pungli. Masyarakat juga didorong untuk segera melaporkan kasus pungli melalui saluran pengaduan yang tersedia, termasuk melalui kanal WhatsApp. Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Semarang, Iswar, menyatakan bahwa parkir masih menjadi persoalan dominan di Kota Semarang. Pihaknya akan melakukan evaluasi terkait parkir di kota tersebut. Pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor parkir dinilai masih rendah, yang sejalan dengan laporan tim Saber Pungli yang menunjukkan adanya pungutan yang cukup besar.
Pemkot Semarang juga akan memaksimalkan penggunaan parkir elektronik untuk mencegah praktik pungutan liar dan meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). Potensi parkir di Kota Semarang dihitung berdasarkan jumlah kendaraan bermotor, dengan sekitar 1,8 juta unit kendaraan roda dua dan 200 ribu unit kendaraan roda empat. Pemerintah Kota Semarang berencana untuk meningkatkan pendapatan dari sektor parkir dan akan melakukan perbaikan sistem agar pendapatan asli daerah (PAD) meningkat. Evaluasi yang dilakukan juga menyarankan peningkatan PAD khususnya dari bidang parkir, mengingat potensi parkir yang besar di Kota Semarang.
Masalah pungutan liar (pungli) di Indonesia merupakan masalah serius yang mempengaruhi efisiensi dan keadilan dalam pelayanan publik. Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan serangkaian solusi yang melibatkan partisipasi aktif dari pemerintah, lembaga penegak hukum, masyarakat, dan sektor swasta.
Pertama, penegakan hukum harus diperkuat. Dalam hal ini, lembaga penegak hukum seperti Kepolisian dan Kejaksaan harus meningkatkan upaya mereka dalam mengungkap dan menindak tegas pelaku pungli. Penting juga untuk memastikan adanya sanksi yang tegas dan efektif bagi pelaku pungli, sehingga menjadi efek jera bagi potensi pelaku lainnya.
Kedua, transparansi dan akuntabilitas harus ditingkatkan dalam proses administrasi dan pelayanan publik. Ini termasuk penetapan tarif yang jelas dan terbuka, serta mekanisme pengelolaan retribusi atau biaya terkait lainnya. Pengawasan yang ketat dan audit terhadap penggunaan dana publik perlu dilakukan untuk memastikan penggunaan yang efisien dan sesuai peruntukannya.
Selanjutnya, sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat penting dilakukan. Kampanye sosialisasi yang melibatkan lembaga pendidikan, organisasi masyarakat, dan media harus diselenggarakan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang hak dan kewajiban dalam pelayanan publik, serta dampak negatif dari pungli. Selain itu, pendidikan dan pelatihan bagi aparat pemerintah dan pelayan publik perlu ditingkatkan untuk membentuk etika pelayanan yang profesional dan menghindari praktik pungli.
Peningkatan pengawasan juga menjadi kunci dalam mengatasi pungli. Lembaga pengawas seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) harus memiliki peran yang kuat dalam mengawasi penggunaan dana publik. Selain itu, partisipasi masyarakat melalui forum pengawasan sosial dapat menjadi sarana untuk melibatkan masyarakat dalam mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik.
Terakhir, penerapan teknologi informasi dan komunikasi dapat membantu mengurangi pungli. Penggunaan teknologi yang canggih, seperti sistem elektronik atau online, dapat mengurangi interaksi langsung yang rentan terhadap praktik pungli. Pemanfaatan teknologi juga dapat mempermudah pengawasan dan pelacakan praktik pungli.
Dalam mengatasi pungli, perlu adanya kolaborasi yang erat antara pemerintah, lembaga penegak hukum, masyarakat, dan sektor swasta. Dengan langkah-langkah ini, diharapkan pungli dapat ditekan secara signifikan, sehingga pelayanan publik menjadi lebih efisien, transparan, dan adil bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H