Hari itu aku usaikan hanya dengan sepenggal kisah yang menurutku baru saja dimulai oleh Rinto. Tak lebih dari dua puluh persen keseluruhan cerita yang aku duga akan disampaikannya kepadaku.
Dan sesuai janjiku pada mama Rinto khususnya, aku akan datang lagi dan mengusahakan wawancara itu selesai lalu kubawa tulisanku nanti ke pimpinan redaksi. Aku langsung terbayang jika nanti ini bisa diterbitkan, akan aku bawa majalah kami kepadanya dan aku tunjukkan langsung tulisanku tentang dirinya yang berhasil dimuat. Dan semoga Rinto akan merasa lebih baik.
Aku lupa menanyakan kapan persisnya Rinto menjadi uring seperti ini. Mamanya hanya bercerita itu terjadi tidak lama dari malam itu. Ketika malam itu, Rinto tiba-tiba saja mengetuk kamar mereka dengan pekikan. Saat itu mama papa Rinto langsung terbangun dan tahu persis dengan suara Rinto yang meronta-ronta itu.
Saat pintu kamar dibuka, mereka mendapati Rinto dengan linangan air mata. Tatapannya memandang serabutan-kiri kanan. Dia sangat ketakutan malam itu. Mama dan papanya yang tidak tahu apa-apa langsung memeluk erat Rinto.
"Kenapa sayang? Ada apa?" tanya bu Marni sambil menitikkan air mata
"maaa..! Gelap ma. API!! TERIAKAN!!MATI!!!"
Kemudian Rinto tersungkur kelantai. Kedua orangtuanya pun bahkan tak sanggup menahan itu dan turut tergopoh bersamanya. Seperti mencoba mencarikan pertolongan pertama pada anaknya, papa Rinto berlari kearah dapur kemudian menyiapkan air hangat kuku dan membawanya kepada Rinto.
"Minum,nak!" Pinta papa Rinto ketika itu
Rinto tidak menjawab apapun. Hentakan tangannya malah membuat gelas itu terjatuh dan pecah seribu dihadapan mereka. Rinto dengan suara yang melemah membuat permintaan kepada orangtuanya saat itu-itu yang aku dapatkan ceritanya dari bu Mirna.
"Yasin kan aku! Doakan aku! Ma pa!!"
Kata-kata itu yang keluar dari mulutnya dengan bibir yang semakin memucat biru.