Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Salah Sapaan, Membuat Orang Sedih

8 Juni 2020   09:33 Diperbarui: 8 Juni 2020   09:47 397
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika tahun lalu kami pulang kampung sempat saya menyebabkan orang menangis sedih karena merasa saya sudah melupakan dirinya. Padahal dulu sangat akrab. 

Nah, masalahnya lebih dari 50 tahun kehilangan kontak dan tidak pernah bertemu tiba-tiba ketemu. Bagaimana caranya kita bisa mengingat secara tepat? Karena yang dulu anak-anak, setelah lebih dari 50 tahun pasti yang dijumpai bukan lagi anak-anak.

Ket.foto: mantan murid dengan putrinya yang diwisuda /dok,pri
Ket.foto: mantan murid dengan putrinya yang diwisuda /dok,pri
Saya pernah memeluk orang yang saya yakin adalah sahabat saya sewaktu masih muda.sambil berucap, "Wah, senang banget bertemu kawan lama." Dan yang dipeluk menangis. 

Awalnya saya kira "teman" saya ini menangis saking terharu sudah lama tidak bertemu. Ternyata saya keliru, "Aduh bapak, saya kan murid bapak, masa dibilang teman lama? Bapak lupa pada saya ya,padahal saya dulu kan murid kesayangan bapak?"

Aduh mak, lagi lagi saya berbuat kesalahan. Walaupun kata orang,saya sudah banyak makan asam garam dan sudah merasakan pahitnya empedu kehidupan untuk beberapa saat, tetiba saya jadi tergagap. Akhirnya, ya lagi lagi minta maaf.

dokter Syamsu /mantan murid di SD 50 tahun lalu /dokpri
dokter Syamsu /mantan murid di SD 50 tahun lalu /dokpri
Mulai Rajin Memperhatikan Foto Foto

Sejak saat itu karena sudah beberapa kali tindakan saya bikin orang sedih, maka saya mulai rajin memperhatikan wajah wajah di facebook dan mencoba mengingat ingat, apakah mereka itu sahabat saya atau jangan jangan mantan murid? Kalau mantan pacar dijamin tidak ada. 

Nah, dari satu sisi kehidupan ini saja, saya semakin memaklumi bahwa benarlah kata pribahasa, "Hidup adalah proses pembelajaran diri tanpa akhir". Buktinya hingga berusia 77 tahun, berulang kali saya lakukan kesalahan yang sama. Kata orang, "Jangan sampai 2 kali orang tua kehilangan tongkat," Tapi yang saya alami adalah sudah kehilangan tongkat 5 kali, yakni akibat kurang arif membaca situasi hingga membuat orang menjadi sedih.

Tjiptadinata Effendi 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun