Ketika tahun lalu kami pulang kampung sempat saya menyebabkan orang menangis sedih karena merasa saya sudah melupakan dirinya. Padahal dulu sangat akrab.
Nah, masalahnya lebih dari 50 tahun kehilangan kontak dan tidak pernah bertemu tiba-tiba ketemu. Bagaimana caranya kita bisa mengingat secara tepat? Karena yang dulu anak-anak, setelah lebih dari 50 tahun pasti yang dijumpai bukan lagi anak-anak.
Awalnya saya kira "teman" saya ini menangis saking terharu sudah lama tidak bertemu. Ternyata saya keliru, "Aduh bapak, saya kan murid bapak, masa dibilang teman lama? Bapak lupa pada saya ya,padahal saya dulu kan murid kesayangan bapak?"
Aduh mak, lagi lagi saya berbuat kesalahan. Walaupun kata orang,saya sudah banyak makan asam garam dan sudah merasakan pahitnya empedu kehidupan untuk beberapa saat, tetiba saya jadi tergagap. Akhirnya, ya lagi lagi minta maaf.
Sejak saat itu karena sudah beberapa kali tindakan saya bikin orang sedih, maka saya mulai rajin memperhatikan wajah wajah di facebook dan mencoba mengingat ingat, apakah mereka itu sahabat saya atau jangan jangan mantan murid? Kalau mantan pacar dijamin tidak ada.
Nah, dari satu sisi kehidupan ini saja, saya semakin memaklumi bahwa benarlah kata pribahasa, "Hidup adalah proses pembelajaran diri tanpa akhir". Buktinya hingga berusia 77 tahun, berulang kali saya lakukan kesalahan yang sama. Kata orang, "Jangan sampai 2 kali orang tua kehilangan tongkat," Tapi yang saya alami adalah sudah kehilangan tongkat 5 kali, yakni akibat kurang arif membaca situasi hingga membuat orang menjadi sedih.
Tjiptadinata Effendi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H