Pertanyaan Mudah, Tapi Belum Ada Yang Bisa Menjawab Dengan Tepat
Seorang anak, walaupun sudah berkeluarga, tetap saja memanggil orangtuanya dengan panggilan Ayah dan Ibu" atau " Papa dan Mama" .
Ketika meminta sesuatu kepada orangtua, bahasa yang lazim digunakan adalah: "Kalau boleh, tolong ayah jemput anak-anak di sekolah, karena saya masih dalam perjalanan dari luar kota". Tidak pernah kita dengar ada kata-kata: "Ayah, kalau engkau sempat, tolong jemputkan anak-anak saya...", atau: "Terima kasih ayah, engkau sudah membantu menjemput anak-anak saya".
Mengapa kita tidak menggunakan kata "Engkau" terhadap ayah, ibu, atau kakek-nenek kita?
Karena kita menghargai mereka!
Begitu juga kalau kita ada anggota keluarga yang sakit dan dibawa ke dokter, maka kita pasti tidak akan mengatakan: "Dokter, anak saya sakit. Tolong engkau obati".
Begitu juga bila sudah selesai diperiksa dan mungkin diinjeksi dan diberikan resep obat, maka kita mengucapkan: "Terima kasih ya, dokter, sudah membantu mengobati anak kami".
Mengapa Terhadap Tuhan Kita Tega Ber:"Engkau?"
Tulisan ini sama sekali tidak menyinggung agama tertentu, melainkan sebuah pertanyaan secara umum, yakni mengapa terhadap orangtua, kakek nenek dan orang yang dihormati kita segan menggunakan kata "Engkau"? Tetapi terhadap Tuhan yang telah menciptakan alam semesta beserta semua isinya, kita tanpa merasa bersalah, dengan lantang, menggunakan kata "Engkau"?
Saya menahan diri untuk tidak menuliskan sebuah contoh tentang bagaimana kata "Engkau" terhadap Tuhan sangat sering digunakan. Hal ini untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
Saya sudah mencoba bertanya kepada orang-orang yang saya anggap seharusnya mengetahui, tapi jawaban yang saya peroleh antara lain: "Walaupun kita menggunakan kata: "Engkau" atau "Nya" terhadap Tuhan, tapi ditulis dalam huruf besar.
Jawaban semacam ini rasanya tidak menjawab pertanyaan.
Mengapa ?
Pertanyaan Yang Belum Ditemukan Jawabannya
Menurut saya, kemungkinan bukan hanya saya pribadi yang terus mencari jawabannya, tapi banyak orang lain, yang juga tidak mengerti, mengapa kita tega ber-"Engkau" terhadap Tuhan?"Â
Bila ada yang tahu jawabannya, maka akan menjawab pertanyaan yang selama tiga perempat abad belum saya temukan jawabannya.
Terima kasih
Catatan: tulisan ini murni sebuah pertanyaan, karena ketidaktahuan bukan sinisme ataupun sindiran terselubung,
Tjiptadinata Effendi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H