Sebagai contoh,akibat kenakalan saya sewaktu masih muda,tubuh saya penuh dengan bekas bekas luka. Selain dari tangan saya,ada bekas luka sepanjang 15 centimeter dipaha saya. Tapi kini,saya bisa sambil ketawa ketawa memandang bekas luka tersebut dan mengingat betapa nakalnya saya sewaktu muda.
Beda Dengan Luka Batin
Tetapi ketika saya teringat ,akan sahabat baik saya ,yang telah memfitnah,sehingga saya dipermalukan ,ditangkap ditengah malam dan wajah saya ditayangkan di salah satu stasiun televisi,bahkan sempat 2 minggu dalam tahanan di Polda Surabaya,maka walaupun saya sudah memaafkannya,tapi sewaktu ingat hal ini,luka hati saya terasa perih dan berdarah kembali.Apakah karena kadar keiklasan saya dalam memaafkan,masih rendah,sungguh saya tidak tahu jawabannya.
Pengalaman pribadi tersebut,saya jadikan pelajaran ilmu hidup ,sebagai pedoman untuk berinteraksi dalam bermasyarakat.Sesungguhnya prinsip hidup itu tidak usah mencontoh pakar pakar dunia, yang membahas tentang bagaimana seharusnya menjalani kehidupan sosial kita.
Dengan falsafah hidup yang sangat sederhana, kita sudah dapat melangkah dengan mantap, meniti jalan hidup ,yakni ”kalau tidak bisa menyenangkan, janganlah melukai hati orang.”Dan pribahasa yang terkesan usang,tapi tetap relevan untuk dijadikan falsafah hidup adalah :"mencegah melukai. .jauh lebih baik ketimbang mengobati."
Pelajaran hidup semacam ini ,tidak akan ditemui dibangku universitas manapun di dunia ini.Karena hanya dapat kita petik dari berbagai pengalaman hidup.Baik pengalaman diri sendiri,maupun pengalaman orang lain. Karena belajar dibangku kuliah,akan menghadirkan ilmu pengetahuan,tapi belajar dari ilmu kehidupan,akan menghadirkan kearifan tentang makna kehidupan dalam diri kita.
Tjiptadinata Effendi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H