Pada suatu perdebatan panas dimedsos (media sosial) terjadi saling lempar cacian dan makian, ini selalu terjadi diberbagai kesempatan, mereka menyebutnya "twit-war". Kali ini topik yang dibahas mengenai Medco yang akan melakukan aset migas ConocoPhillips, ekspressi rasa bangga anak negeri untuk menjadi tuan rumah dinegeri sendiri, namun caption tersebut dicounter dari pihak seberang dengan ungkapan bodoh dengan alasan mengambil alih kewajiban lingkungan paska tambang.
Kita sadari kondisi sektor migas kita banyak yang sudah menua (depleted oil field). Di onshore ada ribuan sumur-sumur migas tua yang harus segera di-abandoned dan di offshore ada ratusan platform (anjungan migas) yang harus dibongkar.
Salah satu perusahaan China pernah datang menawarkan pembongkaran platform dengan harga yang murah. Universitas Technology Petronas (UTP) melakukan workshop pembongkaran platform dari aspek keselamatan lingkungan.
Sejak dulu nenek moyang kita tidak hanya terkenal sebagai pelayar yang unggul mengarungi lautan dunia, kita juga mempunyai suku Bajo yang dapat menyelam selama 13 menit dikedalaman 60 meter tanpa bantuan alat dimana normalnya manusia hanya mampu menyelam dalam 30 detik sampai 60 detik. Suku Bajo atau orang laut tersebar di kepulauan Kalimantan, Sulawesi, NTT dan sumenep.
Sebenernya kita juga piawai masalah bongkar membongkar bangunan tengah laut termasuk kapal tua. Pernah terjadi kapal barang yang sedang menunggu bongkar muat dipintu satu pelabuhan, tanpa disadari pagi-nya sudah terseret arus dilaut lepas. Jangkar yang beratnya ribuan kilogram telah digergaji.
Pernah juga tim ekspedisi dari eropa berhasil mendapatkan keberadaan U-Boat 196 (Unterseeboot) kapal selam Jerman yang kena terpedo kapal perang Belanda disekitaran laut jawa pada tahun 1944. Betapa terkejutnya tim ekspedisi ketika mereka kembali lagi ternyata peralatan kapal selam tersebut, sudah digergaji dan dilucuti.
Selanjutnya pada sesi diskusi Workshop dengan UTP tersebut dibahas bagaimana cara membongkar platform yang ada dilaut Jawa tanpa ketersediaan dana yang cukup, salah seorang peserta mengusulkan sebuah solusi agar Marinir yang menjaganya ditarik beberapa hari ke pantai, pasti paginya platform itu sudah hilang ditelan pemulung besi bekas, candanya!
Minyak dan gas bumi yang merupakan produk proses alam terhadap sisa mahkluk hidup (fosil) yang tertimbun jutaan tahun yang lalu dan telah memberi manfaat pada peradaban dan kemajuan umat manusia selama seratus tahun terakhir ini, namun tiba-tiba menjadi tertuduh penyebab kenaikan suhu permukaan bumi yang menyebabkan perubahan iklim dan mendatangkan banyak bencana.
Kalau saja kita mau sedikit bersikap arif kepada bahan bakar fosil ini dan sedikit menghargai jasa-jasa yang telah diberikan pada peradaban umat manusia, mereka dapat diberikan kesempatan sebagai fasilitator dalam proses transisi menuju energi bersih dalam mengatasi perubahan iklim.
Para kepala negara berusaha mencari solusi pengganti bahan bakar fosil tanpa jejak karbon (carbon foot print) dalam pertemuan tingkat tinggi KTT (Leader Summit), COP26 ataupun G20.
G20 atau Group of Twenty merupakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) dari 19 negara (Afrika Selatan, Arab Saudi, Argentina, Australia, Brazil, India, Indonesia, Meksiko, Korea, Rusia, RRC, Turki) dan Uni Eropa yang dibentuk oleh G7 (group of seven).
G7 sendiri terdiri dari Amerika, Inggris, Kanada, Perancis, Jerman, Italia dan Jepang merupakan negara kapitalis yang menguasai lebih dari 50% Pendapatan Domestic Bruto (PDB) dunia dari 10% penduduk dunia. Sehingga dengan dibentuknya G20 akan memperbaiki komposisinya menjadi 60% penduduk dunia dari 80% PDB dunia.
Awalnya G20 hanya merupakan Forum Pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Central atau disebut Finance Track yang bertujuan membahas masalah keuangan.
Kemudian sejak tahun 2010 menjadi KTT (Summit) para kepala negara yang juga membahas hal-hal non-keuangan. Untuk mempersiapkan Summit dilakukan pertemuan pendahuluan atau disebut Sherpa. Istilah sherpa nama suku di Nepal yang mendampingi para pendaki Gunung Himalaya untuk mencapai Summit.
Indonesia menerima Presidensi G20 tahun 2022 pada KTT Roma 2021, setelah penetapan pada KTT Riyadh 2020. G20 menggunakan Grup of Three dalam menjalankan Presidensi, yaitu disamping negara yang memegang Presidensi juga dibantu oleh negara sebelumnya dan negara yang akan menerima estafet berikutnya. Pendekatan ini disebut Troika yang diambil dari istilah dari Rusia untuk kereta yang ditarik serial oleh tiga-kuda.
Sayangnya istilah ini dijadikan plesetan oleh media Italia menjadi Kuda-Troya (Spartan) saat membongkar kegiatan spionase pada pembagian souvenir pada saat acara G20 berlangsung. Dimasa lalu para delegasi G20 sangat rentan menjadi target kegiatan mata-mata melalui perangkat BlackBerry atau internet yang mereka gunakan.
Pada perjalanannya forum G20 telah banyak berkontribusi dalam membantu mengatasi Krisis Keuangan Global 2008, Pertukaran Informasi Pajak, Mengatasi Pandemi Covid-19 dan isu-isu penting lainnya.
Presidensi G20 Indonesia 2022 menghadapi tiga masalah utama yaitu Pandemi Covid-19, Pertumbuhan Negatif Ekonomi dampak Pandemi dan Perubahan Iklim yang menndatangkan banyak bencana. Oleh karena itu G20 Indonesia 2022 mengusung tema "Recover Together, Recover Stronger".
Pada awal-awal memuncaknya pandemi dua tahun lalu, negara-negara dibelahan dunia melakukan lock-down untuk meredam penularan COVID-19 yang masif dan berdampak buruk pada pertumbuhan negative ekonomi.
Blessing in disguise turunnya aktifitas manusia ternyata berdampak positip pada peningkatan kualitas udara Bumi, terutama di kota-kota besar, debu dan kabut asap menghilang dan langit tampak jernih membiru. Jalan raya legang menjadi arena bermain untuk menghirup udara bersih. Sepertinya paru-paru bumi baru saja recovery dari sakitnya dan bisa bernafas segar.
Pada Presidensi G20 Indonesia tahun 2022, penanggulangan perubahan iklim dapat dijadikan isu stratgis khususnya dalam penanggulangan emisi karbon (CO2).
Dalam peta paru-paru Bumi, hutan hujan trophis Indonesia termasuk urutan ketiga terbesar di dunia setelah Brazil dan Kongo.
Pada tahun 2017 Norwegia mengakui keberhasilan program Deforestarsi dan Degradasi hutan Indonesia dan sepakat untuk membayar pengurangan emisi CO2 yang dicapai sebesar 17jt ton dengan nilai Rp800 milyar lebih. Emisi CO2 yang berhasil direduksi ini setara dengan sepertiga dari CO2 yang dilepaskan Norwegia setiap tahunnya.
Para peneliti mengklaim jenis tumbuhan yang ada di hutan lembah cekungan basin Kongo dapat mengikat tiga kali dibandingkan hutan tropis Amazon di Brasil.
Dalam acara US Leader Summit bulan April yang lalu pakde Jokowi menyampaikan Indonesia akan merehabilitasi hutan magrove seluas 620 ribu ha lebih yang diklaim dapat mengikat karbon empat kali dibanding hutan trophis Amazon.
Kalau pada masa kampanye pemilu beliau memperkenalkan konsep blusukan untuk merebut hati para warga masyarakat dan banyak kepala negara menikmati diajak blusukan. Dan nanti pada acara G20 di Bali beliau berjanji untuk mengajak para kepala negara blesekan kedalam lumpur Magrove Conservation Forest.
Sebenarnya, kampanye penangulangan emisi karbon tidak hanya dilakukan di sektor kehutanan yang memang merupakan keahlian pakde (forestry-expert), tetapi juga bisa dilakukan di sektor transportasi dan energi.
Khusus untuk sektor energi kita akan membahas pengurangan emisi karbon dengan cara penangkapan, penyimpanan atau pemanfaatannya atau disebut dengan Carbon Capture Storage/Carbon Captute Utilization Storage (CCS/CCUS).
Berbicara mengenai penangkapan dan penyimpanan karbon, Norwegia sebagai negara produsen minyak terbesar telah menjadi frontier sejak tahun 2008 di well-site Snohvit. Saat ini mereka mengembangkan proyek "Northen-Light" yang melibatkan 15 perusahaan dari 7 negara tetangga untuk melakukan penangkapan, pengapalan dan penyimpanan karbon dibawah laut dan diharapkan CO2 injection dapat dilakukan mulai tahun 2023. Tantangannya adalah keekonomian operasi proyek ini dengan exit-strategy melalui harga pajak karbon yang semakin meningkat untuk mendukung pembiayaannya. Proyek ini menjadi kebanggaan masyarakat eropa utara terutama didaerah dilokasi lintang tinggi yang hanya dapat menikmati keindahan "Sinar Cahaya Kutub" (Northen Light).
Sebenarnya Indonesia juga boleh dikatakan sebagai yang terdepan dikawasan dalam menerapkan konsep CCUS. Teknologi ini digunakan secara komersial untuk meningkatkan produksi minyak sejak tahun 2018 dan beberapa operator migas juga memanfaatkan flare-gas dalam proses produksinya (pressure maintenance).
Dalam waktu dekat, Indonesia akan mulai menginjeksi CO2 pada proyek CCUS Gundih tahun 2024 (3jt ton CO2), Sukowati tahun 2023 (15jt ton CO2) dan Tangguh tahun 2026 (30jt ton) dalam total 10 tahun operasinya. Mungkin kita bisa mengundang pakde blusukan ke proyek Gundih sebelum helatan G20.
Transisi energi adalah proses yang membawa kita pada penggunaan energi bersih, namun proses ini sering kali dinafikan. Kita menyaksikan bagaimana Inggris mengalami krisis energi menjelang penyelenggaraan COP26 karena terjadi wind & gas shortage yang menyebabkan harga listrik melonjak 5 kalinya. Negara kaya seperti Jerman menjalankan program coal phase-out dan nuclear phase-out pada saat yang sama membarikan tarif listrik yang tinggi kepada rakyatnya.
Quote of the day:
"Transisi energi adalah pemanfaatan energi fosil pada peta jalan "Net Zero Emotion"untuk pengembangan energi bersih serta melakukan penangkapan dan penyimpanan emisi karbon"
(tjhen tha)
Kedepan energi fosil tidak lagi digunakan dalam bentuk minyak, gas atau batubara akan tetapi dalam bentuk turunannya berupa amonia ataupun hidrogen, dimana jejak karbon (carbon foot print) sudah diputus melalui CCUS. Saat ini Mitsubishi sedang melakukan kajian pilot-project di Donggi Senoro untuk produksi amonia pada kilang gas dan hasilnya akan dieksport ke Jepang.
Proyek Gas Abadi di Masela Maluku juga dapat dikonversi untuk lebih ramah lingkungan dengan memutus jejak karbon pada produksinya berupa amonia sebelum dieksport. Beberapa ladang gas yang belum dieksploitasi seperti proyek Medco Kuala Langsa dan Gas Natuna dapat dikonversi melalui pendekatan CCUS ini.
Singapura menjadi lebih agresif membidik solar-farm kita untuk mendapatkan energi bersih bagi industrinya setelah ditolak tegas oleh Malaysia dan menemui kendala teknis dengan Australia. Mungkin kita bisa menawarkan kepada mereka untuk investasi pada gas-field Natuna dengan produksi Amonia atau listrik yang dapat ditransmisi melalui pipa/kabel laut.
Pendekatan CCUS diatas disebut juga source & sink CO2 berasal dari satu lokasi. Sumber CO2 juga bisa diambil dari sector lain, seperti dari PLTU, pabrik semen, baja dll, atau disebut juga CCUS Hub Cluster.
Potensi CCUS berdampak paling besar adalah disektor kelistrikan (PLTU) ketimbang disektor migas. Indonesia dengan kapasitas PLTU 35 GW maka emisi CO2 pertahunnya mencapai 250 jt ton.
Kita perlu melakukan uji coba CCUS Hub Cluster PLTU dengan Oil&Gas Fields, misalnya pada PLTU Indramayu dan PLTU Cirebon dengan total kapasitas 2,2GW maka emisi CO2 mencapai 20jt ton dan usulan lokasi injeksi pada Jatibarang oil-field .
Penangkapan dan Penyimpanan CO2 menjadi emerging business dalam waktu dekat, US-ASEAN Business Council dalam pertemuan terakhirnya menawarkan kerjasama untuk sumur-sumur tua sektor migas agar dikonversikan menjadi tempat penyimpanan CO2. Tawaran ini bisa menjadi peluang bisnis juga untuk PT. SMI untuk membuat Bank Karbon yang menyediakan jasa penyimpanan karbon bagi industri-industri yang melakukan penangkapan karbon dalam proses produksinya.
Jepang baru saja meluncurkan program "ASIA CCUS Network" yang akan memfasilitasi studi jaringan pipa CO2 di ASIA yang merupakan bagian CCUS Hub Cluster Regional.
Belajar dari konsep proyek Northen-Light yang dibangun Norwegia, kita bisa menawarkan fasilitas oil-field platform yang jumlahnya ada ratusan unit di kepulauan seribu, sehingga negara-negara dikawasan yang melakukan penangkapan CO2 dapat melakukan shipping (transportasi) ke Indonesia untuk di-injeksikan ke sumur migas di laut Jawa. Nantinya Project ini dinamakan: "thousands-islands"yang akan menjadi kebanggaan kita sebagai negara Nusantara yang terdiri ribuan pulau yang juga tempat jutaan hektar tanaman mangrove.
Semoga program penanaman mangrove dan penangkapan karbon dapat menjadi isu stragis dalam KKT G20 dan bagian kontribusi Indonesia untuk perbaikan paru-paru bumi:
"Earth Recover, Earth Stronger"
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI