Dalam peta paru-paru Bumi, hutan hujan trophis Indonesia termasuk urutan ketiga terbesar di dunia setelah Brazil dan Kongo.
Pada tahun 2017 Norwegia mengakui keberhasilan program Deforestarsi dan Degradasi hutan Indonesia dan sepakat untuk membayar pengurangan emisi CO2 yang dicapai sebesar 17jt ton dengan nilai Rp800 milyar lebih. Emisi CO2 yang berhasil direduksi ini setara dengan sepertiga dari CO2 yang dilepaskan Norwegia setiap tahunnya.
Para peneliti mengklaim jenis tumbuhan yang ada di hutan lembah cekungan basin Kongo dapat mengikat tiga kali dibandingkan hutan tropis Amazon di Brasil.
Dalam acara US Leader Summit bulan April yang lalu pakde Jokowi menyampaikan Indonesia akan merehabilitasi hutan magrove seluas 620 ribu ha lebih yang diklaim dapat mengikat karbon empat kali dibanding hutan trophis Amazon.
Kalau pada masa kampanye pemilu beliau memperkenalkan konsep blusukan untuk merebut hati para warga masyarakat dan banyak kepala negara menikmati diajak blusukan. Dan nanti pada acara G20 di Bali beliau berjanji untuk mengajak para kepala negara blesekan kedalam lumpur Magrove Conservation Forest.
Sebenarnya, kampanye penangulangan emisi karbon tidak hanya dilakukan di sektor kehutanan yang memang merupakan keahlian pakde (forestry-expert), tetapi juga bisa dilakukan di sektor transportasi dan energi.
Khusus untuk sektor energi kita akan membahas pengurangan emisi karbon dengan cara penangkapan, penyimpanan atau pemanfaatannya atau disebut dengan Carbon Capture Storage/Carbon Captute Utilization Storage (CCS/CCUS).
Berbicara mengenai penangkapan dan penyimpanan karbon, Norwegia sebagai negara produsen minyak terbesar telah menjadi frontier sejak tahun 2008 di well-site Snohvit. Saat ini mereka mengembangkan proyek "Northen-Light" yang melibatkan 15 perusahaan dari 7 negara tetangga untuk melakukan penangkapan, pengapalan dan penyimpanan karbon dibawah laut dan diharapkan CO2 injection dapat dilakukan mulai tahun 2023. Tantangannya adalah keekonomian operasi proyek ini dengan exit-strategy melalui harga pajak karbon yang semakin meningkat untuk mendukung pembiayaannya. Proyek ini menjadi kebanggaan masyarakat eropa utara terutama didaerah dilokasi lintang tinggi yang hanya dapat menikmati keindahan "Sinar Cahaya Kutub" (Northen Light).
Sebenarnya Indonesia juga boleh dikatakan sebagai yang terdepan dikawasan dalam menerapkan konsep CCUS. Teknologi ini digunakan secara komersial untuk meningkatkan produksi minyak sejak tahun 2018 dan beberapa operator migas juga memanfaatkan flare-gas dalam proses produksinya (pressure maintenance).
Dalam waktu dekat, Indonesia akan mulai menginjeksi CO2 pada proyek CCUS Gundih tahun 2024 (3jt ton CO2), Sukowati tahun 2023 (15jt ton CO2) dan Tangguh tahun 2026 (30jt ton) dalam total 10 tahun operasinya. Mungkin kita bisa mengundang pakde blusukan ke proyek Gundih sebelum helatan G20.
Transisi energi adalah proses yang membawa kita pada penggunaan energi bersih, namun proses ini sering kali dinafikan. Kita menyaksikan bagaimana Inggris mengalami krisis energi menjelang penyelenggaraan COP26 karena terjadi wind & gas shortage yang menyebabkan harga listrik melonjak 5 kalinya. Negara kaya seperti Jerman menjalankan program coal phase-out dan nuclear phase-out pada saat yang sama membarikan tarif listrik yang tinggi kepada rakyatnya.