Stall & Blackout -
case: penerbangan dan kelistrikan
Dalam dunia penerbangan komersil dikenal dua keadaan yang masuk kategori kritikal yaitu pada saat pesawat akan lepas landas dan pada saat pesawat akan mendarat.
Pada kedua kondisi tersebut seorang pilot harus benar-benar hati-hati mengendalikan pesawatnya, terutama pada pengaturan sudut kemiringan sayapnya (angle of attack) agar tetap dapat mengendalikan arus angin untuk mendapat daya angkat yang diinginkan.
Kemiringan sayap pesawat yang berlebihan akan menyebabkan pesawat kehilangan daya angkat atau disebut "Stall" dan jika tidak dikendalikan dapat menyebabkan crash atau jatuh.
Umumnya sudut kemiringan sayap pada pesawat komersil yang diizinkan pada sudut lima belas derajat dan lebih dari itu akan kehilangan daya angkat pada pesawat yang akhirnya menyebabkan stall.
Para pilot pemula menggunakan pesawat latih untuk mendapatkan kondisi stall dan berusaha mengendalikan pesawatnya kembali pada kondisi normal.
Saat ini pabrik pesawat terbang berusaha membantu pilot mengatasi stall dengan memasang beberapa sensor di hidung dan sayap pesawat untuk mengetahui kemiringan yang diinginkan (angle of attack). Namun kegagalan penafsiran beberapa sensor tersebut malah berbalik mengunci pesawat menjadi fatal dan tidak terkendali.
Berbeda dengan pesawat komersil yang didesain atas dasar kestabilan, pesawat tempur didesain atas dasar dinamis agar dapat bermanuver berbagai arah terutama ketika melakukan dog-fight atau pertempuran udara.
Istilah dog-fight diudara sangat nge-hits pada saat perang dunia kedua, pesawat-pesawat yang tadinya digunakan untuk melakukan pengeboman akhirnya digunakan juga untuk pertempuran udara.
Permasalahannya saat itu pesawat belum bisa dilengkapi dengan senapan mesin karena terkendala baling-baling tunggal yang ada dihidung pesawat, akhirnya pilot harus bermanuver diudara untuk dapat menembak pesawat musuh dengan pistol ditangannya.
Kemudian para ahli kelistrikan saat itu melakukan modifikasi dengan mensinkronisasikan putaran baling-baling pesawat dengan hentakan pelatuk senapan mesin yang akan dicangkokkan dihidung pesawat agar pilot dapat menembak secara otomatis tanpa mengenai baling-balingnya sendiri.
Setelah perang dunia kedua, tidak banyak lagi terdengar istilah dog-fight diudara, sampai baru-baru ini pengamat militer amerika membahas kemungkinan perang Amerika-Iran di Teluk Persia.
Pengamat tersebut meragukan kemampuan pesawat terbaru siluman F35 Amerika untuk melakukan dog-fight dengan pesawat tua Iran F5 tiger yang juga buatan Amerika tapi telah dimodifikasi oleh teknisi Iran.
Pesawat F5 dapat terbang lebih tinggi dan F35 mempunyai kemampuan terbatas terbatas dan jika dipaksakan akan menyebabkan pilot kekurangan oksigen diketinggian dan kemudian pingsan atau "blackout".
Seperti di dunia penerbangan, didunia Kelistrikan kita juga mengenal istilah "Blackout" atau pemadaman. Pemadamam terjadi karena ketiadaan pasokan daya listrik.
Pada awal bulan Agustus tahun ini kita baru saja mengalami Blackout yang menerpa puluhan juta jiwa di wilayah Jawa bagian barat, untuk memahami kejadian ini kita bisa melihatnya dari perspektif pesawat terbang seperti contoh diatas.
Dalam sistim ketenaga listrikan juga dikenal dua kondisi kritikal, sama seperti pada dunia penerbangan. Yaitu kondisi peak-load atau beban puncak dan kondisi low-demand atau beban rendah.
Karakteristik beban puncak kita umumnya terjadi pada malam hari dan pada hari kerja (week day), sementara beban rendah terjadi pada siang hari dan pada akhir pekan (week end).
Untuk mengatur kebutuhan daya atau beban tersebut dibagi tiga sumber jenis pembangkit yaitu base-load yang mempunyai karaktristik kapasitas besar, rigid dan murah, kemudian folower yang mempunyai karakteristik responsif dan relatif mahal, terakhir peaker dengan karakteristik sangat responsif dan sangat mahal.
Unit yang mengatur operasi sistim ini disebut Pusat Pengatur Beban (P2B) walaupun namanya agak rancu karena semestinya yang diatur bukanlah beban tetapi suplai daya dari berbagai pembangkit yang tersedia.
Namun pada zaman dahulu karena keterbatasan daya pembangkitan sehingga suplai listrik dilakukan melalui pemadaman bergiliran makanya dinamakan pengaturan beban.
Semestinya saat ini nama tersebut bisa diganti kepada nama yang bernuansa lebih positif seperti Pusat Pengaturan Pembangkitan (P3).
Sebenarnya P3 berfungsi sebagai pilot layak pada pesawat terbang. P3 juga menjamin keselamatan operasi kelistrikan dan menentukan berapa besar profit yang dapat dihasilkan perusahaan.
Apakah perusahaan akan merugi nantinya tergantung bagaimana P3 memasukan pembangkit-pembangkit yang efisien dan berbiaya murah kedalam sistim.
Sempat terjadi pembicaraan santai dengan seorang pilot helikopter dari sebuah kontraktor perusahaan minyak. Pilot tersebut menolak permintaan direktur perusahaan untuk memotong pendapatannya yang berbasis jam terbang karena sudah jauh melampaui pendapatan direkturnya.
Pilot pesawat P3 mestinya juga mempunyai pendapatan selevel atau lebih dari direktur perusahaan karena merekalah yang akan menentukan profit perusahaan dan menanggung resiko ketikan terjadi kegagalan sistim atau blackout.
Disisi lain, bisa saja operator P3 diterpa moral-hazard dengan memasukkan kesistim pembangkit dengan alasan efisiensi tinggi (EF) namun dalam kepemilikan swasta sehingga pembangkit perusahaan akan semakin terpinggirkan dan merugi.
Kembali kepada kejadian blackout sistim kelistrikan terjadi dan sudah disebutkan karena adanya kegagalan transmisi dan terjadi pada beban rendah dan pada saat akhir pekan. Perlu dicatat ini adalah kondisi kritikal pada sistim ketenaga listrikan.
Adanya kebutuhan transfer daya dari timur ke barat adalah satu indikasi kelemahan dalam perencanaan dan pembangunan sistim. Idealnya masing-masing sistim mencukupi dirinya dan interkoneksi digunakan untuk meningkatkan keandalan sistim.
Dalam dunia penerbangan kondisi ini digambarkan seperti pesawat komersil yang terbang dengan satu mesin disebelah sayapnya. Tentu saja pesawat bisa berjalan karena sudah diperhitungkan tapi tidak handal. Hal ini masuk dalam kategori kegagalan perencanaan sistim.
Dalam sisi operasi, sang pilot P3 harus memahami kondisi kritikal sistim diantaranya Lebaran, Natal dan Tahun Baru semua itu termasuk situasi atau kondisi kritikal.
Sudah semestinya mengoperasikan sistim dalam kondisi kritikal adalah dengan menggunakan seluruh sumberdaya pembangkit lokal dan menggunakan interkoneksi transmisi hanya untuk menjamin keandalan sistim.
Artinya dalam kondisi kritikal mode operasi beralih dari ekonomis kepada mode operasi untuk keandalan sistim. Baik itu peak load atau low demand.
Saat ini operator P3 masih beroperasi seperti pilot pesawat komersil saja walaupun ada kelemahan dalam perencanaan suplai daya dari timur yang tidak diimbangi dengan suplai daya dari barat.
Namun lima tahun kedepan operator P3 akan mempunyai peran yang lebih berat layaknya pilot pesawat tempur yang harus melakukan dog-fight setiap saat.
Masuknya Energi Terbarukan dengan karakter yang interminten (kadang ada kadang hilang) yang dijadikannya sebagai base load dan harus selalu harus didampingi spinning-reserve yang cukup sehingga profit-making menjadi tantangan yang tersendiri bagi seorang jet fighter.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H