Perahun Cadik Nelayan khas Bali yang dikenal juga dengan nama Jukung yang mempunyai lengan stabilizer disisi kanan dan kirinya.
Awalnya perahu ini di buat dari batang pohon yang dikeruk tengahnya dan diberi stabilizer terbuat dari bambu yang terhubing dengan perahunya dan dari jauh tampak seperti lengan kepiting.
Desain perahu nelayan saat ini menggunakan bahan fiberglass yang lebih ringan dan lengan pipa PVC.
Mesin meraung-raung memecah kesunyian pagi mengerakakan perahu dengan enam penumpang dan seorang pengemudi ketengah laut.
Berlayar sajauh satu mil laut ke lepas dan tak lama kemudian kita sudah mendapatkan keindahan pemandangan sunrise yang mengiringi perjalanan dari belakang.
Jauh ketengah sana, tampak kelompok perahu yang sama dengan bendera berkibar saling lomba berkejar-kejaran.
Tak lama kenudian perahu kami sudah berada diantara kerumunan puluhan perahu nelayan lain yang berisi ratusan turis asing.
Setiap kali rombongan dolphin muncul ke permukaan untuk menarik nafas keudara, terdengarlah teriakan para turis yang bersorak gembira dan nelayan berebut mengarahkan perahu motornya ke arah kelompok lumba-lumba tersebut.
Setiap kelompok terdiri dari lima ekor lumba-lumba, setelah lima kali lompatan akan kembali menghilang kedalam laut dan setelah itu akan muncul lagi disisi yang lain kelompok lumba-lumba dipermukaan dan perahupun diarahkan kesisinya. Inilah yang dimaksud berburu lumba-lumba atau dolphin hunting.
Salah seorang turis eropa yang bersama kami memutuskan untuk memakai Mask-Snorkelnya dan bergantungan pada tali yang disematkan pada lengan stabilizer perahu untuk bisa melihat dolphin yang berenang didalam laut.
Setelah beberapa saat, si bule kembali keperahu dan bercerita kalau ada puluhan dolphin yang berenang menari dibawah mengikuti arah perahu kita. Dia menyarankan kepada Bli Bruno pemilik kapal agar memasang tali hardnest agar turis lebih leluasa snorkling menikmati tarian rombongan dolphin didalam laut.