Layaknya saat ini para agamawan membodohi penganutnya dengan menjual agama seolah-olah merekalah tuhannya. Nietsche membunuh tuhan para agamawan dan melahirkan tuhan yang baru.
Layaknya pemahaman kita terhadap agama Zoroaster sebagai penyembah api. Dengan pemahaman yang dangkal itu maka bisa saja seorang muslim diartikan sebagai orang yang menyembah batu/ka'bah. Zoroaster adalah ajaran dengan syarat makna, sebenarnya mereka bukan menyembah api melainkan bagian dari ritual itu sendiri untuk menyalakannya sebagai sumber cahaya yang membawa kepada petunjuk dan kebenaran.
Lambang Zoroaster sendiri adalah seorang pendeta dengan tangan keatas berdoa dan bersyukur kepada tuhan dengan tangan kanan memegang cincin besar sebagai lambang kesetian dan menepati janji. Sayap yang membentang kiri dan kanan melambangkan perbuatan baik yang akan menerbangkan keatas. Bulu ekor melambangkan perbuatan buruk, semakin banyak akan semakin menyulitkannya untuk terbang.
Sepertinya lambang ini menginspirasi negara-negara seperti Jerman, Rusia, Polandia menggunakan gambar burung ini sebagai simbol negara. Dikita ada lambang burung Garuda yang mempunyai makna disetiap bulu sayap, kaki dan ekornya walaupun tidak sesarat simbol yang ada pada lambang Zoroaster akan tapi didada kita punya Pancasila dan pita Bhineka Tungal Ika yang menandinginya.
Sebagian ulama besar disini percaya bahwa Zoroaster adalah salah satu Nabi yang mengajarkan ketauhidan sehingga mereka juga termasuk dalam ahlul-kitab yang halal untuk dinikahi dan halal memakan makanannya.
Perjalanan ini seakan menjadi begitu istimewa ketika menjadikan napak tilas asal-usul sahabat Salman al Farisi yang bertransformasi dari penjaga api yang setia menjadi pengikut dan pecinta keluarga Nabi saw yang setia.
Ketika matahari masih bersinar terik, kami sudah dalam perjalanan menuju Isfahan.
bersambung.....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H