Mohon tunggu...
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widarmanto Mohon Tunggu... Guru - Penulis dan praktisi pendidikan

Lahir di Ngawi, 18 April 1969. Pendidikan terakhir S2 di bidang Bahasa dan Sastra Indonesia. Menulis dalam genre puisi, cerpen, artikel/esai/opini. Beberapa bukunya telah terbit. Buku puisinya "Percakapan Tan dan Riwayat Kuldi Para Pemuja Sajak" menjadi salah satu buku terbaik tk. nasional versi Hari Puisi Indonesia tahun 2016. Tinggal di Ngawi dan bisa dihubungi melalui email: cahyont@yahoo.co.id, WA 085643653271. No.Rek BCA Cabang Ngawi 7790121109, a.n.Tjahjono Widarmanto

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Dedes

24 September 2020   23:45 Diperbarui: 24 September 2020   23:55 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

perempuan itu sungguh tak pernah serahkan hidup pada: cinta

sebab  tak pernah memiliki atau diberi pilihan.sejak betisnya menyala warna kencana

dan para pujangga serta segenap penujum dengan takjub  mulutnya menganga

meremas-remas pelir sendiri serta merta menunjuk-nunjuk keningmu

; ada taksu bertengger di sana.

perempuan itu hanya menjalani riwayat takdir yang asing

saat dibawa ke sebuah kota yang pekat bersama budak dan sapi-sapi.

kota dengan pagar berbatu di tengah-tengahnya berserak kuil

berpancang lingga berbola-bola besi mendongak tegak menantang langit

mengancam lubang  selangkang

kuil-kuil kaca menjadi tempat berdiam menyisir rambut dan memulas bibir sewarna rahimmu!

maka, jadilah kau penunggu kota seperti duyung penjaga pantai

takdir akan menjadikanmu dicintai berkali-kali, tak boleh engkau berpikir tentang tresna

 apalagi cemburu sebab engkau tak diperbolehkan memilih keberuntungan atau kutukan.

segalanya akan engkau tulis di atas ranjang-ranjang bermahkota

tak pernah berupa syair cinta, namun selalu rintih lirih mengerang

kabut kenangan, ranjang kayu dan serpihan kelambu masa lalu


lihatlah telapak tanganmu, perempuan

garis tangamnu tak dibolehkan menuliskan segala kesedihan dan sakit hati

engkau hanya akan dipinang oleh waktu

 : tubuhmu yang bergelombang adalah sejarah perang

begitulah, takdirmu. diam-diam engkau harapkan cinta

yang sanggup membawamu melompat dari ceruk paling curam

namun sejauh engkau melompat anak-anakmu telah dikutuk

: berhati batu!

(engkau menangisinya saban malam; padahal kutuk itu telah riwayatkan

daratan-daratan yang kelak  ditaklukkan)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun