Sedang dua lainnya lebih berbahaya namun jumlah kasusnya tidak banyak, yaitu SARS-CoV-1, virus yang bertanggung jawab atas wabah Severe Acut Respiratory Sindroma (SARS) pada tahun 2004; dan MERS-CoV, virus yang menyebabkan Middle East Respiratory Sindroma (MERS).
Hasil Penelitian
Studi pertama, yang sudah diterbitkan dalam jurnal Nature Medicine, menyatakan bahwa para peneliti memeriksa sampel darah terhadap 10 orang yang sejak tahun 1980-an mengalami infeksi dan reinfeksi terhadap empat jenis virus korona lain.Â
Ternyata hasilnya menunjukkan bahwa kekebalan terhadap family virus korona lainnya cenderung memiliki durasi yang pendek, dengan reinfeksi cukup sering terjadi, yaitu sekitar 12 bulan, bahkan dalam beberapa kasus, bisa ditemukan lebih cepat.
Dalam studi lain yang dipimpin oleh Lia van der Hoek, di Universitas Amsterdam, Belanda, mereka berupaya mengamati adanya reinfeksi terhadap empat virus korona yang umum, yaitu HCoV-NL63, HCoV-229E, HCoV-OC43, dan HCoV- HKU1. Kesulitan yang dihadapi pada penelitian ini adalah, seperti halnya SARS-CoV-2, dimana gejala tidak selalu mudah untuk dilacak (OTG).Â
Penelitian ini melihat sampel darah dari 10 orang sehat yang terdaftar selama beberapa dekade di Amsterdam Cohort Studies on HIV-1 Infection and AIDS. Untuk mendeteksi infeksi ulang virus korona, mereka mengukur peningkatan antibodi terhadap bagian tertentu dari nukleokapsid setiap virus corona.Â
Nukleokapsid adalah cangkang protein yang merangkum materi genetik virus corona dan berfungsi sebagai target penting untuk antibodi. Peningkatan antibodi yang menargetkan nukleokapsid menunjukkan bahwa seseorang sedang melawan infeksi baru terhadap salah satu dari empat virus korona tersebut.Â
Secara keseluruhan, para peneliti memeriksa total 513 sampel darah yang dikumpulkan secara berkala setiap 3 hingga 6 bulan. Dalam sampel tersebut, analisis tim menemukan 3 hingga 17 infeksi virus korona per peserta penelitian selama lebih dari 35 tahun. Reinfeksi terjadi setiap 6 sampai 105 bulan. Namun reinfeksi yang paling sering terjadi adalah pada sekitar satu tahun setelah infeksi sebelumnya.Â
Tidak mengherankan, mereka juga menemukan bahwa sampel darah yang dikumpulkan di Belanda selama musim panas — Juni, Juli, Agustus, dan September — memiliki tingkat infeksi terendah untuk keempat virus korona musiman, yang menunjukkan frekuensi infeksi yang lebih tinggi di musim dingin di negara beriklim sedang. Meskipun masih harus dilihat, ada kemungkinan SARS-CoV-2 pada akhirnya dapat berbagi pola musiman yang sama setelah pandemi.
Analisa
Kedua temuan ini menunjukkan bahwa reinfeksi tahunan adalah kejadian umum untuk semua virus korona umum lainnya. Hal tersebut konsisten dengan bukti bahwa antibodi terhadap SARS-CoV-2 menurun dalam dua bulan setelah infeksi (Ibarrondo, 2020). Hal ini juga yang menunjukkan bahwa pola reinfeksi yang serupa mungkin muncul untuk SARS-CoV-2 dalam beberapa bulan atau tahun mendatang.