Mohon tunggu...
Tiwi Rahma
Tiwi Rahma Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang ketik

Senang nonton film dan menuliskan apa yang ada di dalam pikiran.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

"The Signal for Help": Bersuara dalam Senyap

31 Agustus 2024   06:35 Diperbarui: 2 September 2024   14:37 295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kasus kekerasan pada anak yang berakhir dengan hilangnya nyawa bukan sekali ini saja terjadi. Miris. Tawa riang anak-anak yang seharusnya menjadi salah satu nyanyian yang mengalun indah mewarnai dunia harus hilang untuk selamanya oleh tangan-tangan oknum yang tidak bertanggung jawab.

Berdasarkan data dari sistem informasi online perlindungan perempuan dan anak yang kemudian dipublikasikan dalam sebuah artikel di website resmi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak, hanya dalam rentang waktu januari hingga september tahun 2023 telah telah tercatat 15.120 kasus kekerasan pada anak.

Adakah, yang tercengang? Melihat angka yang begitu besar terkait kasus kekerasan yang terjadi pada perempuan dan anak. Tapi, itulah adanya.

Lalu, jika begitu, apakah tindak kejahatan berupa kekerasan pada perempuan dan anak hanya terjadi di Indonesia saja? Sayangnya, tidak. Hampir seluruh negara di dunia mengalami permasalahan tersebut. Walau dengan tingkat prosentase kasus setiap negara yang berbeda-beda. 

Berdasarkan data yang dikutip dari website resmi UN Women disebutkan terdapat sekitar kurang lebih 736 juta perempuan di dunia menjadi korban tindak kekerasan atau sekitar 30% perempuan di dunia.

Tindak kekerasan yang diterima oleh perempuan meliputi kekerasan fisik dan atau seksual yang dilakukan oleh pasangan, keluarga atau oleh orang yang tidak dikenal. Dan angka tersebut kemudian meningkat di saat pandemi Covid-19 melanda dunia. Sebanyak 45% wanita di dunia menuturkan bahwa mereka atau perempuan yang mereka kenal menjadi korban KDRT.

Kira-kira, mengapa tingkat kekerasan pada perempuan semakin berganti hari, semakin tinggi? Iya. boleh jadi hal tersebut terjadi karena korban takut untuk melaporkan tindak kekerasan yang dialaminya.

Tidak dapat dipungkiri bahwa keberlangsungan tindak kekerasan yang dilakukan pelaku pada korbannya dalam kurun waktu tertentu, pasti akan dibarengi dengan segala macam bentuk intimidasi dengan tujuan untuk merampas keberanian untuk bersuara meminta pertolongan. Sehingga, lebih banyak kasus kekerasan pada perempuan dan anak luput dari jerat hukum.

Hal tersebut tampaknya juga disadari oleh sebuah organisasi yang bertempat di Kanada yaitu Canadian Women's Foundation. Yang mana organisasi tersebut bertujuan untuk membantu perempuan dan anak keluar dari lingkaran kemiskinan dan memberdayakan perempuan dan anak.

Hingga, organisasi tersebut kemudian mencetuskan sebuah terobosan yang diharapkan menjadi solusi untuk menekan tindak kekerasan pada perempuan. Yang pertama kali diperkenalkan secara resmi pada 14 april 2020 di Kanada.

Solusi tersebut dikenal sebagai signal for help (sinyal bantuan). Dan berselang beberapa hari tepatnya 28 april 2020 organisasi Women's Funding Network ikut memperkenalkan signal for help tersebut di wilayah Amerika Serikat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun