Mohon tunggu...
Tiwi Rahma
Tiwi Rahma Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang ketik

Senang nonton film dan menuliskan apa yang ada di dalam pikiran.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

"The Signal for Help": Bersuara dalam Senyap

31 Agustus 2024   06:35 Diperbarui: 2 September 2024   14:37 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi dok. Freepik via kompas.com

Semakin hari tingkat tindak kejahatan di masyarakat kian meningkat. Utamanya, kejahatan yang menargetkan perempuan dan anak sebagai korbannya.

Hal tersebut, tidak lepas dari adanya anggapan bahwa perempuan dan anak merupakan individu inferior dalam tingkatan hierarki di masyarakat, yang tidak akan mampu memberikan perlawanan berarti ketika tindak kejahatan menimpa mereka.

Salah satu tindak kejahatan yang kerap menimpa perempuan dan anak adalah kekerasan fisik yang dilakukan oleh keluarga, orangtua atau pasangan.

***

Salah satu kasus yang pekan lalu sempat menyita perhatian adalah kasus tindak kekerasan dalam rumah tangga yang dialami oleh seorang selebgram cantik, sekaligus mantan atlet KEJURNAS tahun 2018 dari cabang olahraga anggar berinisial CIN. Dari cuplikan CCTV yang beredar dan sempat viral di TikTok diketahui tindak KDRT tersebut dilakukan oleh suami CIN sendiri.

Kasus tersebut merupakan satu dari banyaknya kasus kekerasan pada perempuan diluar sana yang tidak terekspos di media dan juga masyarakat luas. 

Berdasarkan data yang dikutip dari website resmi KOMNAS perempuan di dapati sebuah fakta bahwa selama tahun 2023 saja, terdapat 289.111 kasus tercatat tindak kekerasan yang terjadi pada perempuan di Indonesia.

Sedangkan bila berbicara tentang kekerasan pada anak-anak. Beberapa hari ini media sosial diramaikan oleh #justiceforNizam, bermula dari sebuah kasus kekerasan yang dilakukan oleh seorang ibu tiri berinisial IF pada anak sambungnya bernama Nizam berusia 6 tahun dari Pontianak hingga meninggal.

Dikutip dari keterangan KOMBES Raden Petit Wijaya selaku KABID HUMAS KALBAR yang menangani kasus tersebut, dalam sebuah wawancara yang ditayangkan di Kompas TV mengatakan; bahwasannya dari pengakuan pelaku. 

Bocah berusia 6 tahun tersebut di kunci di luar rumah sepulang sekolah di tanggal 19 agustus 2024, dimana saat itu sedang turun hujan. Tidak sampai di situ bocah bernasib malang tersebut juga tidak diberi makan. Hingga, esoknya tanggal 20 Agustus 2024 pelaku baru mengizinkan Nizam masuk ke dalam rumah untuk mandi.

Tetapi, karena jalan Nizam yang sempoyongan sebab semalaman tidak diberi makan, IF pun mendorongnya hingga terjatuh. setelah mandi pun Nizam hanya diberikan air minum tanpa makanan, sebelum akhirnya bocah 6 tahun tersebut sesak nafas dan meninggal. 

Kasus kekerasan pada anak yang berakhir dengan hilangnya nyawa bukan sekali ini saja terjadi. Miris. Tawa riang anak-anak yang seharusnya menjadi salah satu nyanyian yang mengalun indah mewarnai dunia harus hilang untuk selamanya oleh tangan-tangan oknum yang tidak bertanggung jawab.

Berdasarkan data dari sistem informasi online perlindungan perempuan dan anak yang kemudian dipublikasikan dalam sebuah artikel di website resmi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak, hanya dalam rentang waktu januari hingga september tahun 2023 telah telah tercatat 15.120 kasus kekerasan pada anak.

Adakah, yang tercengang? Melihat angka yang begitu besar terkait kasus kekerasan yang terjadi pada perempuan dan anak. Tapi, itulah adanya.

Lalu, jika begitu, apakah tindak kejahatan berupa kekerasan pada perempuan dan anak hanya terjadi di Indonesia saja? Sayangnya, tidak. Hampir seluruh negara di dunia mengalami permasalahan tersebut. Walau dengan tingkat prosentase kasus setiap negara yang berbeda-beda. 

Berdasarkan data yang dikutip dari website resmi UN Women disebutkan terdapat sekitar kurang lebih 736 juta perempuan di dunia menjadi korban tindak kekerasan atau sekitar 30% perempuan di dunia.

Tindak kekerasan yang diterima oleh perempuan meliputi kekerasan fisik dan atau seksual yang dilakukan oleh pasangan, keluarga atau oleh orang yang tidak dikenal. Dan angka tersebut kemudian meningkat di saat pandemi Covid-19 melanda dunia. Sebanyak 45% wanita di dunia menuturkan bahwa mereka atau perempuan yang mereka kenal menjadi korban KDRT.

Kira-kira, mengapa tingkat kekerasan pada perempuan semakin berganti hari, semakin tinggi? Iya. boleh jadi hal tersebut terjadi karena korban takut untuk melaporkan tindak kekerasan yang dialaminya.

Tidak dapat dipungkiri bahwa keberlangsungan tindak kekerasan yang dilakukan pelaku pada korbannya dalam kurun waktu tertentu, pasti akan dibarengi dengan segala macam bentuk intimidasi dengan tujuan untuk merampas keberanian untuk bersuara meminta pertolongan. Sehingga, lebih banyak kasus kekerasan pada perempuan dan anak luput dari jerat hukum.

Hal tersebut tampaknya juga disadari oleh sebuah organisasi yang bertempat di Kanada yaitu Canadian Women's Foundation. Yang mana organisasi tersebut bertujuan untuk membantu perempuan dan anak keluar dari lingkaran kemiskinan dan memberdayakan perempuan dan anak.

Hingga, organisasi tersebut kemudian mencetuskan sebuah terobosan yang diharapkan menjadi solusi untuk menekan tindak kekerasan pada perempuan. Yang pertama kali diperkenalkan secara resmi pada 14 april 2020 di Kanada.

Solusi tersebut dikenal sebagai signal for help (sinyal bantuan). Dan berselang beberapa hari tepatnya 28 april 2020 organisasi Women's Funding Network ikut memperkenalkan signal for help tersebut di wilayah Amerika Serikat.

Signal for help sendiri merupakan sinyal permintaan bantuan yang hanya mengandalkan gerak tangan tunggal yang begitu minim. Sehingga, memungkinkan untuk dilakukan oleh korban tanpa diketahui oleh pelaku kejahatan.

Berikut urutan gesture signal for help; dengan mengangkat tangan dengan menyelipkan ibu jari di telapak tangan, lalu melipat jari-jari ke bawah menjepit ibu jari.

Sumber gambar: canadianwomen.org
Sumber gambar: canadianwomen.org

Signal for help telah diakui oleh dunia internasional sebagai sinyal permintaan bantuan ketika berada di tengah situasi darurat dalam hal ini terjadinya tindak kekerasan, tanpa harus berbicara secara lisan.

Dengan gerak tunggal yang bisa menjadi sinyal permintaan bantuan, diharapkan akan menumbuhkan sedikit keberanian pada diri korban untuk bersuara pada orang di sekelilingnya, baik saat bertemu langsung ataupun daring seperti; ketika sedang video call. 

Sementara itu terdapat beberapa respon yang dapat kita lakukan ketika melihat seseorang memperagakan gesture signal for help Antara lain; kita dapat dengan segera menelpon nomor darurat seperti kepolisian untuk melapor. Jika mampu, amankan korban dari jangkau pelaku.

Diri kita berharga. Kita adalah individu yang berdaya. Lawan segala bentuk kekerasan verbal dan atau non verbal. Tetaplah bersuara walau dalam senyap.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun