Mohon tunggu...
Tivana Fachrian
Tivana Fachrian Mohon Tunggu... Seniman - Coupleblogger

We wilt have poetry in our life. And adventure. And love. Love above all!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Behind The Ear

4 November 2020   22:43 Diperbarui: 9 November 2020   08:41 332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Sad Man Shadow by Shutterstock

Selama berhari-hari, bahkan berminggu-minggu dan berbulan-bulan polisi mencoba menelusuri keberadaan mereka. Tak ada petunjuk. Sempat mereka memeriksa selingkuhan Ibuku tapi bahkan dia tak tahu menahu serta tak menunjukkan gelagat mencurigakan, dia pun dilepaskan. Tidak ada petunjuk apa-apa, hanya sepucuk surat Ibu yang kuserahkan kepada para polisi, surat itu berisi pesan permohonan pamit yang ditujukan kepadaku. 

Grafolog  mencoba memeriksa tulisan Ibu, hal yang membingungkan adalah rupanya tulisan itu nampak beda dari tulisan Ibu yang lain, bentuk tulisannya terseret-seret dan dengan pena seadanya yang setengah macet. Grafolog hanya mengasumsikan bahwa tulisan tersebut dibuat secara tergesa-gesa serta dalam keadaan panik dan juga emosi yang bercampur.

Lama tak menemukan titik terang, kasus ini pun ditutup. Ayah dan Ibu dinyatakan hilang oleh polisi. Hilang, secara misterius. Sejak saat itu aku dan adikku berada dalam asuhan Bibi. Hingga, beberapa bulan lalu Bibi meninggal dunia karena demam tinggi. Sekarang, aku hanya memiliki adikku, itulah mengapa aku sangat mencintainya bahkan melebihi diri sendiri. Aku bersumpah akan terus menjaganya. Dalam derita yang seolah menghitamiku melulu hanya adikku menjadi satu-satunya cahaya putih, yang membuat jiwaku merasa tenang.

Aku tumbuh dewasa dengan wajah murung, aku membenci semua orang dan menjauhkan diri. Bukan tanpa sebab, akan tetapi aku menghindarkan diri sebab aku tahu aku adalah seseorang yang berbahaya. Sejak kejadian malam itu, aku kerap mendengar bisikan seram di belakang telinga yang menyuruhku membunuh siapa saja. 

Bisikan itu semakin mengganggu ketika amarahku tersulut, untuk meredakannya aku akan berlari pergi menghindari orang-orang kemudian membunuh binatang atau menyakiti diriku sendiri. Bayangkan siksaannya. Aku memendam hal ini dari semua orang, tiada yang tahu kecuali aku.

Sekarang umurku dua puluh tiga tahun. Aku bekerja di sebuah kantor perusahaan minuman yang terkenal di kota ini. Setiap hari aku hanya pergi menghadap komputer, menyelesaikan tugas, lalu kembali pulang. Hampir tak pernah bertegur sapa dengan kawan-kawan meski telah cukup lama kami berada dalam satu ruangan hanya berisikan enam orang saja.

"Jangan lupa datang ke acara pertunanganku, tanggal 15 bulan ini! Aku mengundang kalian semua!" seru salah seorang teman perempuan.

"Wah! Selamat ya!" teman-teman yang lain mengerumuninya, kecuali aku.

"Manusia kaku itu kauundang juga?" Tanya salah seorang lainnya dan ya tentu saja yang mereka maksud 'manusia kaku' tidak lain dan tidak bukan adalah aku.

"Bercanda saja kau ini. Mana mau dia datang!" jawab gadis pertama.

"Aku curiga jangan-jangan dia ini memang robot. Lihat hidupnya yang begitu membosankan! Hari-harinya cuma ngantor-pulang-ngantor-pulang. Beberapa tahun kerja bareng rasanya seperti tidak kenal saja," timpal yang lain. Dan saat itu, semua mendadak jadi ikut membicarakanku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun