Suatu pengalaman yang dialami oleh individu-invidu yang merupakan pengalaman sejarah berjumpa dengan Yesus-Paska. Pada masa itu pengalaman bertemu dengan orang-orang yang sudah mati merupakan hal lazim. Dikisahkan dalam PB Yesus-Paska berjalan ke Emaus menemani dua orang pengikut Yesus. Setibanya di rumah mereka mengajak "orang asing itu" mampir. Ketika akan santap malam mereka baru menyadari bahwa itu Yesus dan kemudian menghilang. Dikisahkan juga para murid berkumpul di ruangan tertutup karena ketakutan diburu oleh para pemuka agama Yahudi yang berkonspirasi dengan tentara Roma.Â
Tiba-tiba Yesus nongol  hadir di tengah-tengah mereka dan menunjukkan bekas luka paku di tangan Yesus. Kisah itu mau menyampaikan bahwa Yesus-Paska, bukan seperti jenazah yang dihidupkan (resuscitated). Jika Yesus dihidupkan seperti itu, maka sulit untuk menerima Yesus masuk ke dalam ruangan tertutup tanpa melewati pintu atau tiba-tiba menghilang dari pandangan pengikut-pengikut Yesus. Akan tetapi dikisahkan juga Yesus-Paska bersantap bersama dengan murid-murid di tepian Danau Tiberias. Sudah barang tentu ikan bakar yang lezat adalah menu utamanya.Â
Kepelikan kisah-kisah di atas merupakan paradoks. Sisi satu Yesus-Paska bisa muncul dan menghilang seketika, sisi lainnya Yesus-Paska menunjukkan tanda fisikal berupa bekas luka tusukan paku salib dan makan-minum bersama dengan para murid. Penulis PB dengan segala keterbatasannya mau menyampaikan secara paradoks bahwa tubuh kebangkitan Yesus adalah rohaniah sekaligus tubuh alamiah. Tentang tubuh kebangkitan Rasul Paulus memetaforkan tubuh yang mati seperti biji-biji benih yang dipendam atau dikubur di dalam tanah. Beberapa hari kemudian biji yang dikubur itu tumbuh. Itulah tubuh kebangkitan yang berbeda dari tubuh yang dikubur.Â
Teks-teks PB yang memberitakan Yesus yang makan dan minum serta menghilang lagi itu merupakan metafor-metafor yang mau menyampaikan, dan mengundang para pembaca serta pendengarnya untuk mengalami berita bahwa Yesus itu, sekalipun sudah mati disalibkan, dibangkitkan, dan terus hadir seutuhnya di antara para murid, yakni mereka yang memercayai Yesus. Yesus itu tetap peduli dan berbelarasa pada mereka.Demikian juga halnya metafor kebangkitan Yesus bukan berarti tidak ada kebangkitan. Kebangkitan Yesus merupakan peristiwa sejarah yang dilakukan Allah pada diri Yesus, bukan pada diri jemaat di dalam narasi PB.Â
Setelah itu, apakah orang memercayainya atau tidak memercayainya, hal ini merupakan suatu reaksi atau tanggapan iman terhadap peristiwa bersejarah itu. Tidak ada hari raya Kristen yang lebih besar daripada Paska. Jantung iman Kristen terletak pada Paska. Hari Raya Paska menjadi titik berangkat penetapan hari-hari raya lainnya. Tidak ada Paska berarti tidak ada kekristenan dan tidak ada kitab-kitab Injil. Itulah sebabnya keempat kitab Injil dalam kitab suci Kristen, Alkitab, kesemuanya memberitakan Paska yaitu kebangkitan (resurrection) Kristus. Kitab-kitab Injil ditulis karena ada peristiwa Paska yang kemudian ditulis secara retrospektif. Bandingkan dengan perayaan Natal. Dari keempat Injil hanya dua Injil yang memberitakan kelahiran Yesus alias Natal. Ini makin menegaskan bahwa jantung iman Kristen adalah Paska, bukan Natal.Â
Orang Kristen pergi ke kebaktian atau misa Minggu karena pada dasarnya merayakan Paska, kebangkitan Kristus, yang menurut kesaksian Alkitab pada hari pertama (dalam pekan yang baru). Gereja kemudian menetapkan ada satu Minggu dalam setahun secara khusus dijadikan permulaan Masa Raya Paska atau yang dikenal dengan Hari Raya Paska. Minggu yang mana? Gereja menetapkan Paska pada Minggu pertama sesudah bulan purnama yang jatuh pada atau sesudah 21 Maret. Apabila bulan purnama jatuh pada 21 Maret, maka Paska ditetapkan pada Minggu berikutnya. Tradisi Gereja Barat mengikuti kalender Gregorian.Â
Contoh, Paska tahun ini ditetapkan pada 4 April, karena bulan purnama terjadi pada 28 Maret 2021. Paska 2022 jatuh pada 17 April, Paska 2023 pada 9 April, Paska 2024 pada 31 Maret, dst. Tradisi Gereja Timur mengikuti  kalender Julian. Paska tahun ini jatuh pada 2 Mei, Paska 2022 pada 24 April, Paska 2023 pada 16 April, Paska  2024 pada 5 Mei, dst.Â
Paska merupakan wacana untuk mengundang pembaca atau pendengar mengalami realitas kehadiran seutuhnya (spiritual sekaligus fisikal) Yesus-Paska di dalam dunia ini tanpa batas ruang dan waktu: di dalam rumah ketika kita menyembah Dia lewat ibadah virtual, di ruang isolasi Covid19, di pasar becek, di dalam Ekaristi, di dalam makanan: nasi, batagor, pmpk, tempe, tahu, pet, pecel, gudheg, wedhang rond, dan lain sebagainya yang kita peroleh setiap hari sehingga kita berterimakasih, dan juga di dalam perjuangan orang-orang terdampak Covid19 mencari nafkah yang berseru kepada Yesus. Berbicara soal penampakan, mengapa Tuhan Yesus tidak menampakanan diri pada musuh-musuhNya juga.Â
Bukankah penampakan pada musuh-musuhNya bisa menjadi bukti yuridis formal jika itu terjadi di sidang majelis sanhedrin. Yesus Tuhan tidak menampakan diri di depan sanhedrin, sebab jika itu terjadi, penampakan itu hanya menjadi bukti yang statis, padahal yang lebih diperlukan adalah tanda yang dinamis. Majelis sanhedrin tokh akan tetap menolak Yesus Tuhan sebagai Mesias, walaupun mereka melihat Yesus Tuhan hidup. Selamat Paska, Tuhan memberkati, STT BAPTIS INJILI, CEPOGO, BOYOLALI, JATENG, 2021, TITUS ROIDANTO.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H