Jadi jangan heran, jika pada suatu waktu, selicin-licinnya koruptor kelas kakap suatu hari dirinya akan tertangkap, masuk penjara, atau dipermalukan ke seantero negeri oleh sebab yang tidak diperkirakan sebelumnya.
Khusus untuk kelompok yang terdiri dari kaum marjinal, sebangsa pengemudi ojek, remaja pengendara motor, tukang parkir yang di awal kisah di atas tak peduli dengan sampah yang ditebarkannya, dengan pikiran bahwa yang rugi akibat sampah adalah orang-orang kaya, sesungguhnya sedang menggali kuburnya sendiri.Â
Membikin dirinya termakan sumpah serapah dari orang yang teraniaya. Mengapa demikian? Sebab sadarkah mereka, bahwa sampah yang mereka produksi dan tebarkan tidaklah membuat lelah pemilik pemukiman ataupun orang yang tinggal di dalamnya, melainkan justru akan membuat lelah petugas kebersihan yang nota bene adalah rakyat jelata juga yang teraniaya dalam pekerjaannya. Â
Doa orang-orang yang teraniaya ini konon sangatlah mujarab, acapkali dikabulkan oleh Tuhan. Bayangkan bagaimana akibatnya jika dalam setiap satu tarikan sapunya terhadap sampah, mereka bersumpah serapah agar orang yang membuang sampah sembarangan hidupnya akan miskin tujuh turunan?
Jadi mulai sekarang, jalanilah hidup dengan selurus mungkin. Hindari merepotkan dan merugikan orang lain, agar kita tidak termasuk dalam golongan orang-orang yang termakan oleh sumpahnya sendiri.Â
Bantulah orang lain sedapat yang kita bisa, sebab konon manusia dilahirkan ke muka bumi adalah untuk meringankan beban orang lainnya. Â
Jika kemudian kita hadir ke dunia justru untuk merepotkan orang lain, menambah kerja petugas kebersihan, merepotkan orang dengan korupsi yang kita lakukan, berarti jangan marah jika kita dianggap bukan manusia, oleh sebab kita tidak menjalankan fitrah diri sebagai manusia.
Tangerag, 7 Oktober 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H