Dua orang kakak beradik, yang sudah sangat gerah dengan aturan dari ibunya komplain keras kepada ayahnya, karena seperti layaknya seorang ibu, nyaris di manapun di muka bumi dan pada mahluk spesies dan jenis apapun demikianlah adanya. Â
Coba saja perhatikan, mana ada induk ayam atau induk kucing yang tidak cerewet berceloteh, berkotek atau mengeong jika memiliki anak yang masih kecil. Â Bahkan induk kambing pun mengembik berulang-ulang, jika sang Cacamarica tak terlihat di depan matanya. Â
Demikian jugalah ibu kedua anak remaja yang mulai menginjak dewasa tadi. Â Sejak mereka berdua baru mampu berguling-guling seperti ulat pisang, hingga kecakapan bicara mereka melebihi ibu dan ayahnya, keceriwisan ibunya masih belum bisa ditandingi.Â
"Ayah bagaimana sih, kalau di belakang bunda berani ngomong macam-macam, bilang sebetulnya kami nggak salah lah, bilang bunda lah yang nggak paham keinginan anak-anak, coba sana depan bunda...berani nggak bilang bunda yang salah?". Â Tenggorokan sang ayah langsung tercekat, daripada disuruh melawan istri, mendingan disuruh berkelahi sama genderuwo deh.Â
Namun bukan seorang ayah namanya jika tak mampu menjawab, "Bukan takut nak, tapi nggak boleh, sebab jika ayah ikut membela kalian, dan kemudian kita jadi bersekutu bertiga, maka kasihan bunda kalian. Â Bisa-bisa bunda jadi depresi karena disalahkan oleh kita bertiga. Â Jadi ayah pilih diam, sebagai salah satu bentuk agar bunda tak merasa disalahkan.".
Tidak hanya di rumah, sang ayah yang selalu memilih berdiam diri tersebut, ternyata jika dalam pergaulan di luar rumah pun termasuk dalam golongan orang yang lebih banyak diam. Â Perilakunya jika tengah berkumpul dengan tetangga, kolega maupun teman lebih banyak diamnya. Â
Biasanya ia selalu memulai percakapan dengan ceria, memancing topik pembicaraan kemudian mendengarkan jika percakapan sudah menjadi ramai, lalu mengangguk-angguk seperti burung perkutut. Â
Jika ada satu dua orang teman yang iseng bertanya, kenapa lebih banyak diam, ia akan menjawab dengan cara yang menyakitkan, "Dulu saya kuliah di Ilmu Komunikasi, di sana diajarkan, bahwa komunikasi yang baik itu adalah diam dan mendengarkan dari pada banyak berbicara.". Â Teman yang bertanya, serta merta merasa tersinggung dan jengkel bukan kepalang.
Lantas, kemanakah sang pria tadi melampiaskan rasa ingin bicaranya yang meledak-ledak, karena sebagian besar orang-orang yang energik tentunya sangat ingin menjadi pembicara yang dominan dan didengarkan banyak orang. Â
Ia akan melampiaskan keinginan berbicaranya di depan mahasiswanya, karena di samping bekerja di pabrik pada pagi harinya ia juga mengajar di sore hari, jika masih belum puas berbicara di depan mahasiswanya, dengan jarinya ia berceloteh menjalin kata demi kata untuk dikirimkan ke Kompasiana. Â Masalah dibaca oleh khalayak atau tidak, itu urusan ke enam belas. Â
Sesampai di rumah, giliran dirinya menjadi pendengar yang baik segala celotehan istrinya, pada saat itu ia dianggap suami yang mau mendengarkan, tak peduli dari seratus macam cerita sang istri yang menempel di otaknya, hanya tiga atau empat macam saja. Â
Sebab di benaknya sebagian lagi dipakai untuk memikirkan jalinan kata demi kata, untuk menyusun kalimat demi mengembangkan pokok pikiran yang didapatnya siang hari. Â Begitu istrinya lelah, ia akan mengetik sehalaman dua artikel. Â Baru kemudian tidur dengan perasaan lega, mendengar dapat ilmu, menulis mendapat kepuasan batin dan rasa lega sudah berbicara.Â
Dahulu kala di warung kopi, di kampung sang pria yang sudah paham seluk beluk komunikasi tadi, selalu ada sesesorang yang menjadi tokoh yang getol berbicara. Â Ia biasanya sangat disukai dan ditunggu-tunggu kedatangannya. Â Segala cerita baik yang benar atau pun tidak, baik yang serius maupun tidak, senantiasa mengalir dari mulutnya. Â
Nyaris setiap hari ia datang ke warung kopi, berbual-bual hingga senja hari. Â Namun tak satupun orang yang tak suka kepadanya, semuanya menerima kehadirannya sebagai pelengkap di warung kopi. Â Entahlah saat ini, masih adakah tipe orang yang demikian atau tidak, sebab konsep warung kopi di kota, berbeda dengan di kampung.
Komunikasi
Berkomunikasi pada prinsipnya adalah kegiatan menyampaikan pesan dari komunikator kepada komunikan dengan tujuan-tujuan tertentu, dengan mengharapkan umpan balik. Â Pada saat saat komunikator menyampaikan, komunikan mendengarkan. Â
Jika ada efek, maka komunikan menyampaikan umpan balik dan pada saat itu pula serta merta sang komunikan berubah menjadi komunikator. Demikianlah seterusnya, dan komunikasi tersebut dianggap sebagai komunikasi dua arah. Â Untuk saat ini jarang adanya terjadi komunikasi satu arah. Â
Sebab komunikasi satu arah biasanya hanya terjadi pada tahun pertama dan kedua sebuah perkawinan. Â Urutannya sebagai berikut: Â Pada tahun pertama perkawinan suami yang berbicara, dan istri mendengarkan. Â Pada tahun kedua perkawinan giliran istri bicara dan suami mendengarkan. Â Sedangkan pada tahun ketiga, suami dan istri saling bicara, dan tetangga yang mendengarkan.
Kendatipun komunikasi didefinisakan sebagai penyampaian pesan dengan tujuan tertentu, namun pada dasarnya komunikasi yang baik justru ada pada posisi di mana komunikator lebih banyak berperan sebagai pendengar yang baik, daripada sebagai pembicara yang nyinyir. Â
Misalnya, seorang pria diajak berbincang-bincang ngalor ngidul oleh seseorang, dan pada saat percakapan  sang pria yang diajak berbincang-bincang tadi lebih banyak mendengarkan, menyimak dengan seksama, menanggapi di mana perlu lalu tertawa-tawa gembira, maka dapat dipastikan sang pria tadi dianggap oleh si pengajak sebagai orang yang hebat komunikasinya. Â
Tak peduli sebetulnya sang pria bosan tak alang kepalang, hanya saja kebetulan dulunya ia pernah dididik tentang komunikasi yang baik, maka sejatinya ia jadi korban pendidikan.
Di samping itu, dalam berkomunikasi jika kita lebih banyak mendengar pada hakekatnya kita lebih banyak mendapatkan ilmu, karena siapa tahu lawan bicara kita berbicara tentang sesuatu yang dimiliki olehnya dan tidak kita miliki. Â
Dan, karena kita sudah mendapat simpati dari lawan bicara yang merasa didengarkan dan dihargai, jika kemudian kita mengatakan sesuatu maka kemungkinan besar apa yang kita katakan akan lebih mengena di hati lawan bicara kita tadi.
Jadi alangkah baiknya, sebagai seorang yang ingin menjadi komunikator yang baik, kita harus pintar-pintar memanfaatkan situasi terutama jika kita berbicara dalam suatu kelompok. Â Jangan sampai segala apa yang kita sampaikan kepada lawan bicara kita menjadi sia-sia dan dianggap angin lalu. Â Ada beberapa tingkatan dalam menentukan kualitas komunikasi dari seseorang. Â
Tingkatan pertama, adalah tipe orang yang jika berbicara hanya menyampaikan sesuatu yang benar-benar baru, perlu dan mencerahkan saja.Â
Tipe kedua, adalah tipe pencerita, apa yang disampaikan hanyalah cerita biasa dan tidak terlalu memiliki nilai tambah. Â Jika misalnya ia bercerita tentang kereta tabrakan, ia akan bercerita sedemikian rupa seolah-olah ia yang jadi masinis kereta tersebut. Â
Tipe ketiga adalah tipe yang memuakkan, tipe yang tak mau kalah, selalu mempertidak cerita orang lain. Â Misalnya jika seseorang bercerita bahwa ia baru pulang dari Bandung, maka ia tak mau kalah tarikan, ia pun bercerita juga tentang pengalamannya ke Bandung dengan lebih sadis. Â
Demikianlah yang acapkali terjadi jika orang tua saling menceritakan tentang kehebatan anaknya, semua anaknya mendadak jadi rangking satu di kelas. Â Yang satu mengatakan, "Anak saya juara satu.". Â Ditimpali oleh yang lain, "Anak saya juga.".Â
Alkisah ada tiga orang ibu yang sedang membanggakan anaknya masing-masing. Â Ibu pertama mengatakan, "Anak saya hebat, baru berusia satu tahun tapi sudah bisa jalan.". Â Ibu kedua tak mau kalah, "Itu belum seberapa, anak saya lebih hebat, baru satu tahun sudah bisa berlari.". Â Ibu ketiga dengan tenang menimpali, "Itu mah biasa, anak saya tuh, baru usia enam bulan sudah bisa lompat dari tempat tidur.". Â Tak dijelaskan secara rinci, pada saat anaknya melompat ayah dan ibunya sedang melakukan kegiatan apa.
Tangerang, 06 Maret 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H