Mohon tunggu...
Tito Prayitno
Tito Prayitno Mohon Tunggu... Notaris - Notaris dan PPAT

Ayah dua orang putri

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Komunikasi yang Tak Mau Kalah

6 Maret 2020   17:15 Diperbarui: 6 Maret 2020   17:20 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dan, karena kita sudah mendapat simpati dari lawan bicara yang merasa didengarkan dan dihargai, jika kemudian kita mengatakan sesuatu maka kemungkinan besar apa yang kita katakan akan lebih mengena di hati lawan bicara kita tadi.

Jadi alangkah baiknya, sebagai seorang yang ingin menjadi komunikator yang baik, kita harus pintar-pintar memanfaatkan situasi terutama jika kita berbicara dalam suatu kelompok.  Jangan sampai segala apa yang kita sampaikan kepada lawan bicara kita menjadi sia-sia dan dianggap angin lalu.  Ada beberapa tingkatan dalam menentukan kualitas komunikasi dari seseorang.  

Tingkatan pertama, adalah tipe orang yang jika berbicara hanya menyampaikan sesuatu yang benar-benar baru, perlu dan mencerahkan saja. 

Tipe kedua, adalah tipe pencerita, apa yang disampaikan hanyalah cerita biasa dan tidak terlalu memiliki nilai tambah.  Jika misalnya ia bercerita tentang kereta tabrakan, ia akan bercerita sedemikian rupa seolah-olah ia yang jadi masinis kereta tersebut.  

Tipe ketiga adalah tipe yang memuakkan, tipe yang tak mau kalah, selalu mempertidak cerita orang lain.  Misalnya jika seseorang bercerita bahwa ia baru pulang dari Bandung, maka ia tak mau kalah tarikan, ia pun bercerita juga tentang pengalamannya ke Bandung dengan lebih sadis.  

Demikianlah yang acapkali terjadi jika orang tua saling menceritakan tentang kehebatan anaknya, semua anaknya mendadak jadi rangking satu di kelas.  Yang satu mengatakan, "Anak saya juara satu.".  Ditimpali oleh yang lain, "Anak saya juga.". 

Alkisah ada tiga orang ibu yang sedang membanggakan anaknya masing-masing.  Ibu pertama mengatakan, "Anak saya hebat, baru berusia satu tahun tapi sudah bisa jalan.".  Ibu kedua tak mau kalah, "Itu belum seberapa, anak saya lebih hebat, baru satu tahun sudah bisa berlari.".  Ibu ketiga dengan tenang menimpali, "Itu mah biasa, anak saya tuh, baru usia enam bulan sudah bisa lompat dari tempat tidur.".  Tak dijelaskan secara rinci, pada saat anaknya melompat ayah dan ibunya sedang melakukan kegiatan apa.

Tangerang, 06 Maret 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun