Mohon tunggu...
Tito Prayitno
Tito Prayitno Mohon Tunggu... Notaris - Notaris dan PPAT

Ayah dua orang putri

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jika Sudah Kaya, Jangan Lagi Serakah

19 Februari 2020   22:23 Diperbarui: 19 Februari 2020   22:41 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: pexels.com

Namun apa kata sang anak, "Jangan ayaah, kekuatan lilin menyala kan selama enam jam, jadi dua batang saja sudah berlebihan. Kalau kita beli banyak-banyak, kasihan nanti akan ada orang yang tidak kebagian, apalagi warung ini juga persediaan lilinnya pasti tak banyak." Sang ayah tersentak, dan serta merta merasa ingin memeluk sang istri yang telah memberinya putri yang memiliki tenggang rasa tinggi. 

Namun ternyata, begitu tiba di rumah, bukan pujian yang didapat, melainkan omelan sang istri; "Bagaimana sih? Masak beli lilin hanya dua, padahal sudah tahu listrik akan padam sampai besok siang." Sang ayah bertukar pandang dengan sang anak, dan kemudian keduanya berdiam diri seperti ular pyton baru selesai berbuka puasa.

Berdasarkan ilustrasi di atas, menggambarkan betapa individu-individu yang terlibat merupakan pribadi-pribadi yang tidak memikirkan dirinya sendiri.  Mereka ingin berbagi barang miliknya kendatipun barang tersebut besar artinya bagi dirinya, namun mungkin tidak begitu berarti bagi orang lain.  

Bayangkan, seorang sopir angkot, mendermakan uang tiga puluh ribu miliknya kepada enam orang penumpangnya, yang bukan tak mungkin kehidupannya jauh lebih baik dari sopir angkot itu sendiri, hanya karena ia baru saja menerima sedekah sejumlah sembilan puluh lima ribu dari orang tak dikenal. Artinya dari uang sembilan puluh lima ribu yang seharusnya utuh menjadi miliknya, harus dikurangi tiga puluh ribu rupiah yang dibagi kepada enam orang penumpang lain.  Dan ia ikhlas seikhlas ikhlasnya.

Dan bayangkan, seorang kakek penjual nangka, yang seharusnya menerima seluruh hasil penjualan pada saat baru beberapa menit menggelar dagangan, namun ia memilih menunggu entah sampai kapan, untuk menjual barang dagangannya kepada yang lebih membutuhkan, dengan hasil serupa apabila ia menjual secara sekaligus pada saat ditawar pertama kali tadi. Demikian juga dengan si anak, yang rela membeli dua batang lilin, padahal ia bisa membeli sepuluh bahkan dua puluh lilin sekaligus, karena orang lain belum mendapat informasi untuk menyiapkan lilin sedini mungkin.

Keserakahan

Keserakahan, sering juga disebut dengan ketamakan.  Pada umumnya diartikan sebagai keinginan yang sangat besar untuk memiliki kekayaan, barang atau benda, baik yang bernilai maupun tidak bernilai dengan maksud menyimpannya untuk dirinya sendiri, jauh melebihi kenyamanan dan kebutuhan dasar untuk hidup yang berlaku pada umumnya. Pengertian ini diterapkan kepada keinginan yang besar dan mencolok dalam upaya mengejar kekayaan, status social maupun kekuasaan.

Dalam ilmu psikologi keserakahan acapkali digambarkan sebagai jurang tanpa dasar yang menguras energi seseorang dalam upaya tanpa henti untuk memenuhi satu kebutuhan tanpa pernah mencapai kepuasan. Egoisme juga dipandang sebagai satu jenis keserakahan. Orang yang serakah adalah budak dari hasrat atau gairahnya, aktivitasnya dalam kenyataannya adalah pasif karena ia dikendalikan;  orang tersebut adalah si penderita, bukan actor.  

Iri hati, kecemburuan, ambisius, dan semua jenis keserakahan adalah hasrat; sebaliknya cinta kasih adalah suatu aktivitas atau tindakan, suatu praktek kekuatan manusia yang mana hanya dapat dipraktekkan dalam kebebasan dan tidak pernah sebagai akibat dari paksaan.  Dalam artian, cinta kasih tak dapat dipaksakan, dan orang yang mencintai sesama tak segan untuk berbagi, berbeda dengan orang yang serakah.

Sementara ajaran agama menganggap, bahwa keserakahan merupakan cinta yang tidak wajar terhadap harta dunia, sedangkan harta dunia hanyalah titipan yang Maha Kuasa, yang setiap saat dapat diambil kembali olehnya. Maka dari itu, agama apapun melarang adanya sifat serakah, karena sifat tersebut menjauhkan diri dari keinginan untuk berbagi kepada sesama. 

Sifat serakah pada umumnya, terjadi apabila seseorang ingin memenuhi keinginannya, sebab keinginan seseorang tiada berbatas. Berbeda dengan kebutuhan, yang jelas tampak batas-batasnya. Namun kadangkala seseorang mengalami kesulitan membedakan antara kebutuhan dan keinginan, sebab saking hebatnya para pedagang, membuat seolah-olah keinginan seseorang sudah merupakan kebutuhan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun