Selain itu, dengan terbukanya si kecil, si kecil akan merasa jika kita sebagai orang tua menjadi tempat paling nyaman dan menyenangkan untuk menyampaikan segala permasalahan yang dihadapi.
Terpenting adalah bagaimana kita merespon ketika si kecil memiliki masalah. Jangan sampai kita mendahulukan emosi ketimbang kehilangan kepercayaan anak kepada kita.
Jangan sampai ketika kita sebagai orang tua salah merepson permaslaahan anak, anak akan merasa sendiri tidak ada orang lain tempatnya berlabuh untuk menyampaikan permasalahannya.
Tindakan depresi seseorang bisa berawal dari kita sebagai orang terdekatnya tidak bisa merespon permasalahannya dengan baik. Meski cukup sepele ternyata hal ini penting.
Masih ingat kasus viralnya korban pelecehan yang akhirnya bunuh diri di makam ayahnya. Beredar kabar jika di dalam keluarganya emosi ketika dirinya tertimpa masalah kasus pelecehan seksual.
Akibatnya, perempuan tersebut melakukan tindakan depresi dengan melakukan bunuh diri. Tentu siapa yang mengira kita sebagai keluarga sedikit banyak berperan dalam tindakan depresi itu.
5. Berdiskusi jika melihat tontonan adegan percintaan
Hal ini juga tidak bisa kita hindarkan dari hal-hal semacam ini. Apalagi dengan banyaknya device tontonan, mulai dari televisi, tablet, komputer hingga smartphone yang bisa diakses.
Bahkan sering kita bertanya-tanya kepada kita sendiri, kenapa anak kecil saat ini sudah ahli dalam menggunakan smartphone. Bahkan gak jarang si kecil sudah lihai membuka youtube, memilih video hingga skip ads.
Apalagi dengan banyaknya tontonan hingga aplikasi sosial media yang lebih mengutamakan video, membuat si kecil juga rentan terpapar sedikit banyak tentang adegan percintaan.
Sebagi orang tua, kita perlu mendampingi si kecil agar paham dan bisa membedakan mana tindakan atau perlakuan yang bermakna sayang atau pelecehan seksual.