Mohon tunggu...
Tito Adam
Tito Adam Mohon Tunggu... Jurnalis - Social Media Specialist | Penulis | Fotografer | Editor Video | Copy Writer | Content Writer | Former Journalist

Senang untuk belajar dan belajar untuk senang | Instagram @titoadamp | Email titoadamp@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mendobrak Stigma "Hal Tabu" Tentang Edukasi Seksual Kepada Anak

19 Desember 2021   09:48 Diperbarui: 19 Desember 2021   10:03 449
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi parenting. Sumber : Unicef

Sebagai pemegang adat ketimuran, masyarakat di sekitar kita masih menganggap edukasi seksual kepada anak adalah hal yang tabu. Jika di masyarakat Jawa, selalu terkendala dengan "gak ilok" alias tidak pantas.

Permasalahan di masyarakat, ketika si kecil belum waktunya tahu tentang edukasi ini, dianggap akan menimbulkan masalah baru. Salah satunya adalah berbicara "kotor" atau berperilaku yang tidak wajar.

Selain itu, anggapan pendidikan hanya untuk anak yang sudah beranjak remaja masih menempel hingga sekarang. Bahkan gak jarang ada orang tua yang baru ajarkan ketika dewasa.

Sayangnya, semakin hari, kasus pelecehan anak sudah sering terjadi bahkan sebelum anak beranjak remaja.

Oleh karena itu, edukasi seksual kepada anak sejak usia dini sangat penting dan diperlukan bagi si kecil dalam bersosialisasi dengan keluarga, teman ataupun orang lain di sekitarnya.

Tentunya mengajarkan edukasi seksual sejak dini sangat bermanfaat bagi si kecil. Minimal sebagai pengetahuan bagi dirinya mengenal "dirinya" sendiri.

Manfaat terbesar, tentu menjaga dan mencegah si kecil mendapatkan kekerasan seksual secara fisik maupun verbal.

Bagi orang tua, beberapa hal ini mungkin perlu kamu lakukan kepada si kecil agar tahu tentang edukasi seksual ini. 

Edukasi ini tidak terbatas pada anak perempuan saja, tapi juga anak laki-laki. Selain itu, edukasi seksual bisa dimulai dari hal yang paling sepele hingga paling penting.

1. Mengenal nama anggota tubuh

Edukasi seksual paling dasar yang perlu diperkenalkan kepada si kecil adalah nama anggota tubuh. Pengenalan nama anggota tubuh ini tidak terbatas tangan dan kaki.

Pengenalan nama organ vital juga perlu diperkenalkan kepada si kecil. Apalagi edukasi mengenai bentuk alat kelamin yang berbeda antara perempuan dan laki-laki.

Edukasi ini penting bagi anak sejak dini. Ketika sudah mengenal nama anggota tubuhnya, termasuk alat vital, bila ada yang salah dengan anggota tubuhnya si kecil bisa berbicara.

Selain itu dengan mengenal perbedaan alat vital antara perempuan dan laki-laki, si anak merasa ada perbedaan yang cukup jelas. Sehingga tidak sembaranganan mempertontonkan alat vitalnya.

Jelas saja, hal ini menjaga anak kita dari bahaya yang tidak kita inginkan. Tentu menjaga anak di jaman serba modern ini sangat susah, sehingga langkah antisipasi ini perlu dilakukan.

2. Siapa saja yang boleh memegang kelamin

Ketika si kecil sudah mengenal anggota tubuhnya dengan baik, saatnya 'one step ahead'. Yang paling krusial adalah siapa saja yang boleh memegang kelaminnya.

Jika anak perempuan, ya harus sesama perempuan, begitu juga laki-laki. Dengan mengedukasi si kecil mengenal siapa saja yang boleh memegang alat kelaminnya, tentu dia bisa mengantisipasi tindakan pelecehan seksual.

Di jaman saat ini, pelecehan seksual bisa datang dari mana saja, bahkan dari keluarga terdekat sekalipun. Oleh karena itu, dengan edukasi ini, si kecil juga turut terlibat akan terlibat secara aktif menjaga dirinya sendiri.

Jika kita tidak mengedukasi sejak dini dan mengajarkan menjaga dirinya sejak dini agar terhindar dari pelecehan seksual, tentu bahaya itu akan mengintai.

Seandainya sejak dini bisa menjaga dirinya, "kemampuan" menjaga dirinya akan terasa hingga dia beranjak remaja bahkan hingga dewasa. 

3. Bagaimana cara memperlakukan alat kelamin

Tidak kalah penting adalah cara memperlakukan alat kelaminnya. Jangan sampai dia mempertontonkan alat kelaminnya sembarangan, terutama ke sesama jenis.

Selain itu, dengan si kecil tahu cara memperlakukan alat kelaminnya dengan tepat, diharapkan si kecil terhindar dari perbuatan tidak baik. Mengingat keterbatasan pengetahuan, si kecil belum tahu apakah itu baik atau buruk.

Saya teringat sebuah cerita ketika seorang anak kecil masih bersekolah, karena saking seringnya terpapar kehidupan lokalisasi, dia terbiasa bermain sendiri dengan alat kelaminnya hingga kecanduan.

Bagaimana tidak, kehidupannya tinggal di dekat lokalisasi membuat dia mungkin tidak sengaja menonton adegan dewasa. Akibat kecanduan, dia pun melakukan tindakan tidak baik.

Dia kemudian mengajari adiknya hal serupa. Hal ini sudah terjadi cukup lama hingga akhirnya sang adik bercerita kepada orang tuanya. Tentu sang kakak tidak mendapatkan edukasi yang baik tentang seksual.

Oleh karena itu, edukasi seksual itu penting dan banyak hal yang perlu diajari agar si kecil tidak melakukan tindakan senonoh kepada orang lain ataupun kepada dirinya sendiri.

4. Ajak si kecil terbuka jika alat kelamin bermasalah

Jika sebelumnya bentuk pencegahan, langkah berikutnya adalah bagaimana jika si kecil memiliki masalah terhadap alat kelaminnya. Bagian tahap ini juga gak kalah penting bagi si kecil.

Ketika orang tua cukup dekat dengan anak, terutama soal edukasi seksual, ajak si kecil untuk mau terbuka jika alat kelaminnya terdapat masalah sehingga bisa dicarikan jalan keluarnya.

Yang paling ditekankan adalah mengajak anak gak perlu malu jika terbuka membahas masalah organ intim miliknya. Dengan kedekatan dan terbukanya si kecil, tentu kita akan tahu jika si kecil memiliki masalah.

Selain itu, dengan terbukanya si kecil, si kecil akan merasa jika kita sebagai orang tua menjadi tempat paling nyaman dan menyenangkan untuk menyampaikan segala permasalahan yang dihadapi.

Terpenting adalah bagaimana kita merespon ketika si kecil memiliki masalah. Jangan sampai kita mendahulukan emosi ketimbang kehilangan kepercayaan anak kepada kita.

Jangan sampai ketika kita sebagai orang tua salah merepson permaslaahan anak, anak akan merasa sendiri tidak ada orang lain tempatnya berlabuh untuk menyampaikan permasalahannya.

Tindakan depresi seseorang bisa berawal dari kita sebagai orang terdekatnya tidak bisa merespon permasalahannya dengan baik. Meski cukup sepele ternyata hal ini penting.

Masih ingat kasus viralnya korban pelecehan yang akhirnya bunuh diri di makam ayahnya. Beredar kabar jika di dalam keluarganya emosi ketika dirinya tertimpa masalah kasus pelecehan seksual.

Akibatnya, perempuan tersebut melakukan tindakan depresi dengan melakukan bunuh diri. Tentu siapa yang mengira kita sebagai keluarga sedikit banyak berperan dalam tindakan depresi itu.

5. Berdiskusi jika melihat tontonan adegan percintaan

Hal ini juga tidak bisa kita hindarkan dari hal-hal semacam ini. Apalagi dengan banyaknya device tontonan, mulai dari televisi, tablet, komputer hingga smartphone yang bisa diakses.

Bahkan sering kita bertanya-tanya kepada kita sendiri, kenapa anak kecil saat ini sudah ahli dalam menggunakan smartphone. Bahkan gak jarang si kecil sudah lihai membuka youtube, memilih video hingga skip ads.

Apalagi dengan banyaknya tontonan hingga aplikasi sosial media yang lebih mengutamakan video, membuat si kecil juga rentan terpapar sedikit banyak tentang adegan percintaan.

Sebagi orang tua, kita perlu mendampingi si kecil agar paham dan bisa membedakan mana tindakan atau perlakuan yang bermakna sayang atau pelecehan seksual.

Selain itu, ajari si kecil siapa yang boleh menciuminya termasuk cium pipi dan bibir. Si kecil tentu belum paham, perbedaan makna cium bibir dan cium pipi.

Jangan sampai si kecil dimanfaatkan oleh orang dewasa untuk cium bibir dengan tipu daya sebagai bentuk "kasih sayang". Tentu hal ini bisa membahayakan si kecil.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun