Mohon tunggu...
Tito Adam
Tito Adam Mohon Tunggu... Social Media Specialist | Penulis | Fotografer | Editor Video | Copy Writer | Content Writer | Former Journalist

Senang untuk belajar dan belajar untuk senang | Instagram @titoadamp | Email titoadamp@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pengalaman Raga Sukma, Ketika Berada di Antara Dua Dunia

5 November 2021   15:20 Diperbarui: 5 November 2021   15:33 11047
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi astral projection. Sumber : The Washington Post

Untuk pertama-tama, tulisan ini tidak menandakan saya orang yang expert alias pandai perihal ilmu "raga sukma". Lebih tepatnya tidak sengaja.

Pengalaman ini dua kali saya alami, pertama tahun 2005 dan kedua tahun 2012. Kedua pengalaman itu saya dapati ketika sama - sama sedang tidur.

Sebagai catatan awal, butuh keberanian bagi saya untuk cerita hal ini. Karena sudah pernah dianggap mengarang cerita, gila dan yang lebih parah dianggap 'dukun'.

Tidak, saya tidak butuh pengakuan, hanya sekadar berbagi pengalaman saja. Raga sukma pada dasarnya kamu berada di luar dari ragamu, layaknya astral projection.

Jika kamu penggemar Marvel, hal ini ya mirip-mirip dengan adegan Doctor Strange dengan The Ancient One.

Jika kamu lebih memilih pendekatan dengan film horror, film Insidious adalah jawabannya. Di film tersebut sering ditampilkan tokoh utama bisa memasuki dunia lain, terpisah dari raga.

Saya pun ketika melihat film ini kaget. Bukan karena film, tapi karena begitu mirip dengan yang saya alami. Bedanya hanya di film bisa cari jawaban di masa lalu.

Jika saya, ya hanya masa kini. Apa yang terjadi real time saat itu, meski saya sedang tertidur. Di awal pertama kali saya mengalami 'raga sukma' ketika 40 hari nenek meninggal.

Di suatu siang hari jelang tahlilan 40 hari nenek, semua keluarga besar berkumpul untuk saling bantu persiapan acara tahlilan yang dilakukan pada maghrib di hari yang sama.

Waktu itu, saya antara SMP dan SMA. Sejak kecil, saya bisa dibilang 'mbeling' dengan cara saya sendiri. Saat semua saling membantu, saya malah tidur di ruang tengah. Pas di tengah.

Saya sangat ingat betul, selepas dhuhur sekitar jam 1 atau jam 2, saya merasa suasana rumah yang ramai membuat saya gak nyaman untuk tidur di ruang tengah.

Pernah kan kamu merasa tidurmu terganggu suasana dan suara tapi karena terlalu ngantuk kamu tetap coba menutup mata? Ya itulah yang saya lakukan saat itu.

Tapi niat hati sudah gak betah ingin pindah tempat tidur, saya mencoba bangun dari tidur saya dalam posisi tengkurap. Ketika saya buka mata, saya gak bisa gerakkan badan saya.

Seketika saya menjerit. Tapi gak ada suara dari mulut. Malah suara dari dalam hati teriak keras sekali sampai dada saya sakit.

Bukan karena menjerit ketakutan, tapi karena mendengar suara nyanyian yang saya rindukan. Suara kidung nenek saya yang sudah meninggal.

Nenek saya setiap sore, setiap hari, selalu kidung tanpa lirik, hanya nada. Hanya nada berdehem sambil mengetukkan tangan di kursi kayu teras kesayangannya.

Saya menjerit memanggil namanya, heboh sendiri. Masih mencoba memanggil om dan tante yang sedang rapat, memberitahu mereka, nenek di teras depan.

Tapi tidak ada yang mendengar. Suara juga gak keluar. Saya bingung. Karena saya belum pernah alami ini. Saya sempat meringis nangis karena saya berpikir saya mati.

Atau setidaknya berada di alam lain dan gak bisa kembali. Saya bingung. Saya harus melakukan cara agar kembali, mulai dari menangis, berdoa, hopeless, berdoa kembali dan mencoba membangunkan diri.

Saat memaksa bangun itulah saya bisa kembali. Tapi saya mengagetkan semua keluarga besar yang sedang rapat. Bahkan setelah bangun saya langsung lari ke teras depan sambil ngos-ngosan dan sedikit bingung.

Saya tahu saya gak sedang mimpi, karena tahu posisi saya tidur di tengah lingkaran keluarga besar yang sedang rapat. Bahkan, saya tahu siapa duduk dimana, sebelah siapa dan sedang ngobrol apa.

Keluarga besar sempat ragu dengan omongan. Saya dikira sedang 'ngelindur' atau mimpi sehingga bingung membedakan mana nyata dan mana yang bukan.

Tapi setelah saya jelaskan tentang bagaimana bisa jika saya tidur, saya tahu obrolan apa saja yang dibahas. Termasuk obrolan yang sedang membahas saya pribadi.

Gak cuma itu, saya juga bisa jelaskan saudara sepupu yang baru datang lari-lari di dalam rumah. Kedatangannya pun ketika saya tidur. Semua mulai sedikit percaya.

Meski ada yang coba mengatakan, "itu loh tetangga depan lagi nyanyi". Tapi ketika saya konfrontasi, apakah lagunya kidung, semua bingung.

Akhirnya, semua keluarga sepakat gak membahas itu dan anggap itu salam perpisahan dari nenek. Saya pun akhirnya menerima alasan itu.

Pengalaman ini akhirnya terulang ketika saya berkuliah. Di masa perkuliahan, saya cukup mengenal baik hal mistis. (Ini adalah masa-masa kegelapan hidup saya)

Saat kedua kalinya raga sukma ini, saya pikir saya sedang ketindihan. Mengingat di waktu itu, saya pikir sedang 'digoda' oleh makhluk gaib.

Saya melihat ibu saya sedang berada di depan kamar saya sedang memberi nilai ke murid-muridnya. Ibu saya seorang guru yang sedang beri nilai ujian muridnya.

Saya tahu ibu saya berada di depan kamar dan sedang ngapain karena pintu kamar terbuka cukup lebar untuk saya melihat keluar, sedang beri nilai ujian.

Saya langsung teringat jika pernah alami serupa. Saya sempat membaca segala macam doa yang saya ingat.

Usai membaca doa, saya coba sekuat tenaga untuk bangun. Yang menarik, posisi bangun tidur saya tidak seperti orang bangun tidur. Melainkan langsung berdiri.

Bisa dibayangkan kan, sesuatu agak susah dilakukan ketika posisi tidur tengkurap lalu langsung berdiri. Bahkan ibu saya yang sedang di depan pintu kamar ikut kaget.

Ketika ditanyai kenapa saya bangun tidur dengan posisi berdiri sambil ngos-ngosan, saya sempat sedikit ngedumel.

"Ibu kenapa diam saja pas saya panggil-panggil. Saya sesak napas dan gak bisa gerak," kata saya. Ibu saya malah jawab, lah kamu tidurnya pules kok.

Saya pun terdiam dan memilih tetap diam, gak membalas ucapan ibu. Saya merasa aneh, gimana mungkin saya bisa tahu ibu saya sedang ngapain kalau saya tidur pulas dengan mata terpejam.

Dua kali serasa di dua dunia, saya sempat sedikit belajar. Bahkan bisa 'travelling' ke lokasi yang tidak pernah saya datangi.

Ya waktu itu jiwa muda yang sedang bergejolak, tidak terima ketika ditantang oleh teman. Saya pun terima tantangannya untuk melihat lokasi yang teman saya maksud.

Saya pun menjabarkan cukup detail, di lokasi yang dia maksud ada apa saja dan suasananya seperti apa. Gara-gara ini pula saya dianggap 'dukun'.

Seketika itu lah, saya menyadari. Saya harus stop hal berbau 'raga sukma' itu. Hingga sekarang saya sudah gak pernah melakukan hal serupa dan sudah lupa. He he he...

Pengalaman di masa-masa dulu cukup seru tapi berbahaya, karena banyak hal lebih mistis dan lebih gelap pernah saya lalui.

Saya kini lebih memilih fokus bekerja, keluarga dan beribadah saja. Terlebih kini saya sudah punya si kecil dan sering ngajak main dan menawarkan hidup lebih baik.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun