Selesai thawaf, dilanjutkan dengan shalat sunnah 2 rakaat di area Multazam, yaitu antara sudut hajar aswad dan pintu Ka'bah, yang diyakini sebagai salah satu tempat mustajab untuk berdoa. Maka langitkan doa-doamu, curhatkan apa yang kamu pinta, bermohonlah sepenuh hati pada Rabb-mu, dan yakinlah bahwa semua pintamu akan terkabul.
Kemudian kami lanjutkan proses umrah, mampir sejenak untuk meneguk air Zamzam yang tersedia dimana-mana, sebelum melanjutkan dengan sai, berjalan dari bukit Safa ke bukit Marwa sebanyak 7 kali, menapaktilasi bunda Siti Hajar saat mencari air untuk putranya Ismail, setelah ditinggal Nabi Ibrahim yang melaksanakan perintah Allah SWT.
Setelah sai, kami semua tahallul, tanda selesainya umrah, dengan mencukur sedikit rambut bagi akhwat, dan disunahkan gundul bagi ikhwan.
Beberapa perbedaan yang kami rasakan sebelum dan sesudah pandemi antara lain sebagai berikut:
- Area mataf (pelataran sekeliling Ka'bah) masih dibatasi, dan hanya bisa didatangi oleh jamaah yang sedang melakukan ibadah umrah saja, jika ikhwan ditandai dengan berpakaian ihram, sedangkan untuk akhwat tak ada perbedaan, sehingga untuk akhwat relatif lebih bebas untuk thawaf sunnah anytime tanpa harus mengambil miqat terlebih dulu.
- Kesempatan untuk shalat di Hijr Ismail (area lengkung setengah lingkaran, yang menjadi bagian dari Ka'bah), kini terasa lebih sedikit. Selain karena adanya pemisahan antara Ikhwan dan akhwat (good point!), juga terlihat lebih sering ditutup. Padahal kesempatan untuk mendekat ke Hijr Ismail hanya bisa dilakukan jika kita berpakaian ihram (bagi Ikhwan). Qodarullah. Semoga suatu hari semua bisa kembali normal seperti dulu.
Hari-hari lain selama di Makkah diisi dengan kegiatan ibadah masing-masing, sesekali ada program tahajud bareng dan tausiyah sore yang diadakan oleh pihak travel, serta diadakan umrah yang kedua kali bagi yang berniat badal umrah untuk keluarganya yang sudah meninggal. Tempat miqat untuk penduduk Makkah adalah di Masjid Ji'ranah, yang dilewati setelah jamaah selesai kegiatan rutin city tour berkeliling kota Makkah untuk mengunjungi tempat pelaksanaan haji di seputar Arafah Mina Muzdalifah serta tempat-tempat bersejarah di masa Rasul SAW seperti Jabal Tsur dan Jabal Nur.
Setelah selesai umrah kedua, kami menyempatkan jalan sedikit di luar masjid setelah keluar dari pintu bukit Marwa, untuk menuju rumah kelahiran Rasul SAW, yang kini berubah fungsi menjadi perpustakaan. Sayang sekali saat itu perpustakaan sedang tutup sehingga kami tak bisa masuk ke dalamnya. Bangunan bersejarah ini tampak tak terawat. Entah apakah kelak juga akan terkena imbas proyek pelebaran Masjidil Haram, yang direncanakan selesai di 2030.
Tak terasa hari-hari berlalu, dan kami harus segera meninggalkan Makkah untuk mengunjungi kota suci lain, Madinah al Munawarah, Madinah yang bercahaya, yang dikenal sebagai kotanya Rasul SAW, tempat beliau menetap setelah hijrah dari Makkah, hingga wafat dan dimakamkam di rumahnya.
Dengan jarak Makkah Madinah sekitar 450 km, perjalanan ditempuh sekitar 2,5 jam menggunakan kereta cepat, dengan speed rata-rata 300 km/jam, 2 kali lebih cepat dibanding jika kita menggunakan bus.
Madinah al Munawarah, Madinah yang Bercahaya
Kami sampai di hotel Madinah sekitar jam 19 waktu setempat. Beberes urusan hotel dan makan malam, kami meluncur ke Masjid Nabawi sekitar pukul 21 untuk shalat jama'takhir maghrib dan isya, berjamaah dengan rombongan travel di halaman masjid, diimami oleh ustadz pembimbing.
Berbeda dengan di Masjidil Haram sebagai pusat kegiatan umrah, di Masjid Nabawi tak terlalu terasa bedanya antara sebelum dan sesudah pandemi. Semua berjalan seperti dulu, bahkan kini semakin melonggar karena para askar di depan pintu tidak lagi intens memeriksa tas bawaan jamaah. Kalau dulu penuh semangat dan garang untuk bongkar tas jamaah, mungkin mencari kamera dan hape, yang dulu terlarang. Namun kini, bagaimana mungkin melarang jamaah membawa hape ke dalam masjid.