Mohon tunggu...
Titin Widyawati
Titin Widyawati Mohon Tunggu... Lainnya - Pengamat Kehidupan

Suka melamun dan mengarang.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Alibi

12 Oktober 2023   08:26 Diperbarui: 12 Oktober 2023   08:40 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Kau akan menjadi anakku, jadi katakan apa yang kau inginkan kali ini!"

Gandi bingung, kepalanya sukar mengembalikan ingatannya, ia bahkan lupa dengan namanya, ia tak tahu kedua orangtuanya. Sejenak dunia dirasanya mati suri. Bibirnya terkunci rapat.

Ibu ketiga anak melepas ikatan tangan Gandi. "Kini kau bebas dengan ketidakmampuanmu,"

Mereka tertawa renyah.

Seperkian detik, bibirnya bergetar, ia tak suka dengan suara gaduh yang diciptakan daging tak bertulang mereka. Manusia-manusia itu rapi dan jauh dari prasangka perampok apalagi penipuan, setiap lekuk tubuh mereka beraroma melati, ada udara asing yang terpancar dan aura tatapan mereka. Gandi melihat sihir hipnotis yang membuat korbannya kehilangan akal. Ia lupa segalanya, tapi beruntung ia ingat pada dzat yang memberikannya kehidupan.

"Pulang." Kata-kata Gandi keluar tanpa pikiran panjang, bahkan tanpa ia mau. Satu kata itu melesat dengan sendirinya. Pulang berarti kembali ke asal muasal ia berada, kata-kata itu lemah namun kuat bagi orang-orang yang tersesat, bagi orang yang merana dengan perantauan, pun bagi mereka-mereka yang kesepian, pulang bentuk peluk hangat dari cinta manusia yang tak mampu diurai.

Mereka saling tatap, kemudian menyetujui keinginan terakhir Gandi.

***

Tiga hari tiga malam yasin berlantun, tiga hari tiga malam air mata tercecer, tiga hari tiga malam rumah dipasung luka, tiga hari tiga malam kedua orangtua Gandi disiksa rindu. Warga nyaris putus asa, Kyai kondang diundang untuk memimpin rapalan doa-doa. Masih belum ada tanda-tanda Gandi akan pulang.

Ibu jatuh terkulai di ruang tengah, sudah tiga hari sejak datangnya kabar hilangnya Gandi, ia tak tak menenggak minuman pun menyuap nasi. Wajahnya pucat pasi, kantung matanya mengendor. Selama itu pula warga tak memejamkan mata. Baru kali itu duka terasa menyengat sepanjang malam, duka yang ingin diusir sebagian manusia itu tak kunjung mengangkat kaki.

Malam itu warga pasrah dengan wajah payah. Semuanya berserah diri kepada Allah, jika besok pagi Gandi tetap tak pulang, doa bersama terpaksa dibubarkan. Bapak dan Ibu tak enak hati merengut waktu luang dan waktu kerja warga demi Gandi. Keputusannya telah membulat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun