Mohon tunggu...
Titin Astriana
Titin Astriana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa semester 1

Membaca /suka hal baru /kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Aroma Kopi dan Malaikat

2 Desember 2024   19:26 Diperbarui: 2 Desember 2024   22:36 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kopi hitam (sumber : https://ekonomi.bisnis.com/read/20190822/12/1139918/industri-kedai-kopi-ditaksir-tumbuh-20-tahun-ini)


Hasan duduk di pojok sebuah kedai kopi kecil di pinggiran kota. Udara sore itu hangat, tetapi aroma biji kopi yang baru diseduh menciptakan rasa nyaman yang menenangkan. Kedai itu tidak ramai hanya saja ada beberapa pengunjung yang sibuk dengan buku, laptop, atau sekadar berbincang ringan. Hasan memandangi secangkir kopi hitam di hadapannya, mencoba mencari makna di balik rasa pahit manis yang memenuhi lidahnya.

Di seberang meja, seorang pria tua berpeci dan berjanggut putih memperhatikannya. Hasan merasa diawasi dan mencoba mengabaikannya, tetapi pria tua itu malah tersenyum dan mulai berbicara.

"Hai nak, apakah kopi itu yang membuatmu termenung?" tanya pria tua itu ramah.

Hasan mengangkat wajahnya. "Mungkin, Pak. Saya merasa ada sesuatu dalam kopi ini yang menenangkan, seperti... sebuah cerita yang belum selesai," jawabnya pelan.

Pria tua itu tersenyum lebar. "Kopi memang istimewa. Pernahkah kamu mendengar kutipan, ''Selama aroma biji kopi ini tercium di mulut seseorang, maka selama itu pula malaikat beristighfar untuknya"?

Hasan mengernyit. "Apakah benar kutipan tersebut hadis pak" ?

Pria tua itu tertawa kecil. "Tidak, Nak. Itu hanya ungkapan. Banyak orang menyebutnya, mungkin untuk menggambarkan betapa berharganya kopi bagi mereka. Tapi tidak ada riwayat yang menyebutkan itu sebagai hadis."

Hasan mengangguk pelan. "Lalu, salahkah saya jika mempercayainya?"

"Tidak salah jika kamu memaknainya sebagai inspirasi, bukan sebagai ajaran agama. Namun, berhati-hatilah dalam menyampaikan sesuatu atas nama Nabi. Kita harus menjaga kebenaran dalam agama, bukan?" jawab pria tua itu bijak.

Hasan termenung, menyesap kopinya perlahan. Kehangatan cairan itu menyusup ke tubuhnya, membawa rasa nyaman yang sulit dijelaskan. Ia memandang pria tua itu lagi, penasaran akan siapa dirinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun