"Kamu tidak mengenal mereka?", Sarmila menatap mata Dewi dengan tajam dan heran.
Dewi mengalihkan pandangannya ke arah lain. Dan tersenyum kecil.
"Bukan tidak mengenal mereka tetapi lebih tidak terlalu mengenal mereka, Mila". Dewi beranjak dari temaptnya duduk dan mengemasi beberapa gelas bekas minum jus bersama teman-temannya tadi dan membawanya ke bagian belakang ruangan.
Sarmila menggigit bibirnya.Â
Otaknya berpikir keras tentang tujuan ayahnya memberikan pesan untuk menemui keluarga Aditama Nugraha yang menurut ayah adalah sahabat baiknya dan telah membuat perjanjian dalam bentuk hutang keluarga yang harus Sarmila selesaikan agar tidak menjadi hutang berkelanjutan.
Dan tujuan itulah yang membawa Sarmila mengambil cuti dari perusahaan tempatnya bekerja untuk jangka waktu dua minggu ke depan.Â
***
Pagi itu Sarmila, Dewi, dan Pak Ujang telah tiba di tempat yang tertera di alamat pada sebuah kertas putih dalam genggaman Sarmila.Â
Sebuah rumah besar bergaya modern dengan pagar halaman tinggi serta suasana sepi menjadi tempat mereka berdiri termangu sambil menunggu jawaban dari bel yang telah untuk ketiga kalinya di pencet oleh Pak Ujang.
"Pak, jika kali ini belum ada jawaban sebaiknya kita pulang saja yaa. Mungkin pemilik rumah tidak berada di tempat". Sarmila menyandarkan punggungnya di pagar tembok penyangga gerbang.Â
"Kita coba dulu, Neng. Supaya usaha kita tidak sia-sia. Bukankah semakin cepat segala urusan kita selesaikan akan menjadi lebih baik untuk Neng dan keluarga". Pak Ujang masih memberi motivasi untuk bersabar.