Mohon tunggu...
Titien Sumarni
Titien Sumarni Mohon Tunggu... Guru - Guru Sekolah Dasar

Saya adalah seorang guru di seuah sekolah dasar yang memiliki kegemaran travelling dan menulis serta membaca novel

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Rahasia Sebuah Hati

24 November 2023   22:04 Diperbarui: 24 November 2023   22:44 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Bu RT tertawa kecil sambil memegang lengan Marni.

"Kita bicara sebentar di teras ya...?", ajak bu RT sambil menatap dengan memohon kepada Marni. Marni tersenyum canggung. Marni sangat menjaga hubungannya dengan siapapun agar tidak terlalu karab karena Marni sadar keadaan dan posisinya saat ini. Terkadang tatapan orang dan pendapat orang tentang statusnya menjadikan Marni buruk dan diwaspadai kehadirannya. Padahal Marni bukanlah wanita yang genit. Marni mengikuti langkah Bu RT setelah memarkir sepedanya di depan halaman rumah bu RT yang luas dan asri. Bu RT mengajak Marni berbincang dengan serius, dan beberapa kali Marni kesulitan untuk menjawab pertanyaan Bu RT yang seakan ingin tau jawabannya secepat yang dia inginkan. Setelah beberapa lama berbincang akhirnya Marni berpamitan. Bu RT tersenyum lebar menatap punggung Marni yang mengayuh sepedanya melanjutkan perjalanannya. 

Malam harinya Marni meluangkan waktunya untuk menghubungi keluarganya yang berada di kota. Satu-satunya keluarga yang dia punya hanyalah seorang paman adik dari almarhum ayahnya yang telah menetap di kota besar. Marni merasa sangat bahagia karena pamannya tersebut adalah sosok yang sangat baik, demikian pula dengan istri dan anak-anak mereka. Tak jarang bibinya itu mengirimkan berbagai bahan makanan ke desa Marni. Walaupun Marni selalu menolaknya namun istri pamannya itu selalu mengancam dan memaksa untuk menerima pemberiannya. Beberapa kali Marni diajak untuk tinggal di kota namun Marni menolaknya dengan halus. Marni tidak ingin menjadi beban siapapun. 

"Terima kasih, paman", ucap Marni menutup panggilan lewat telpon genggamnya yang sederhana. Marni menyunggingkan senyum manis yang dia miliki. Marni bangkit dari duduknya dan melongok ke luar jendela rumahnya yang tertutup rapat. Di Luar nampak sepi, meskipun di sebelah ujung gang rumahnya masih terdengan suara ramai para laki-laki yang nongkrong sambil minum kopi di pos ronda sebelah warung Mbak Sumi. 

Marni mengingat lagi permintaan bu RT yang sudah sejak lama ingin disampaikan. 

"Marni, ibu minta maaf sebelumnya. Sebenarnya ibu ingin menyampaikan ini sejak lama, namun ibu tidak berani. Ibu takut Marni tersinggung". Bu Rt menatap Marni dengan sungkan. "Ibu punya adik laki-laki usianya sekitar 34 tahun, statusnya duda dengan 2 anak. Sudah 6 tahun menduda, karena istrinya meninggal saat melahirkan putra keduanya. Ibu ingin menjodohkannya denganmu. Tapi ibu mohon maaf, Marni. Ibu takut kamu tersinggung dan menolak permintaan ibu, karena adik ibu itu memiliki anak". Bu Rt menatap mata Marni tanpa berkedip, terlihat dari pancaran matanya sangat berharap bahwa Marni akan memberikan jawaban yang membuatnya bahagia. 

"Tapi, bu. Ibu tau keadaan Marni". Marni menundukkan kepalanya, dan mencoba memberikan berbagai alasan yang memang kenyataannya itulah yang Marni alami. Namun bu RT tetap berkeras hati bahwa dia telah memilih Marni untuk menjadi adik iparnya, dan itulah yang Marni sampaikan kepada pamannya. Paman Marnipun tidak menolak hanya banyak nasihat yang disampaikan, termasuk segala kemungkinan jika hubungan perjodohan itu terjadi, terutama karena ada anak-anak yang harus Marni hadapi dan layani dengan sebaik mungkin.

Bu Rt memberikan waktu hanya sehari untuk memberikan jawaban iya atau tidak. Marni sangat gelisah di kamar tidurnya. Selama ini Marni hanya hidup sendiri dan membiayai hidupnya sendiri. Setiap hari Kamis sore Marni biasanya membantu kegiatan amal dan pengajian di sebuah yayasan Yatim piatu yang berada tidak jauh dari tempat tinggalnya. Dan setiap satu bulan sekali beberapa donatur akan datang melakukan kegiatan rutin bersama di yayasan tersebut. Salah satu donatur yang sering datang adalah laki-laki tampan dengan perawakan tinggi, serta wajah yang tampan bersih dan teduh. 

Terkadang dia diikuti oleh dua orang anak laki-laki tampan berkulit putih yang sering menggelayut manja di lengannya. Dan kedua anak itu sering berinteraksi dengan Marni. Bahkan bulan lalu kedua anak itu datang tanpa ayah mereka dan hanya ingin bersama Marni. Mereka meminta Marni untuk mengajari menggambar. Marni memang pintar dalam hal menggambar. Dulu ketika SMP dan SMA Marni selalu menjadi juara mewakili sekolah dalam bidang melukis dan mendesain sesuatu. 

Marni tak bisa melupakan sosok laki-laki yang membuat hatinya tertarik, namun Marni hanya menyimpannya dalam hati. Marni tak berani terlalu berharap pada apa yang terlihat. Bagi Marni biarlah hidup ini berjalan seperti apa yang Tuhan rencanakan.

Lamunan Marni buyar ketika dia mendengar gawainya berdering dengan keras. Marni melihat sebuah nama yang sangat Marni kenal. "Bocil tampan" begitu Marni memberi nama pada si Pemanggil yang sedang menunggu telponnya di jawab oleh Marni. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun